SAYA kira kebanyakan orang mungkin gundah-gulana waktu melihat Taufiq, S.H. (ketua majelis hakim kasus PK Tommy) dengan wajah dingin di televisi beberapa hari yang lalu menyampaikan bahwa peninjauan kembali (PK) perkara Tommy dikabulkan oleh MA. Alasan pokoknya yaitu Tommy Soeharto tidak bertindak sebagai direktur, hanya sebagai komisaris (utama dan/atau komisaris saja, tidak disebutkan). Dan kedua, bahwa Tommy sejak 1996 telah menngundurkan diri dari Komisaris PT Goro Batara Sakti.
Dari keterangan dan alasan Taufiq, S.H. tersebut, saya sebagai notaris ikut gatal juga untuk memberikan ”pelurusan” atas alasan yuridisnya, mengapa keputusan itu dapat membenarkan PK Tommy Soeharto.
Menurut Undang-Undang No. 5 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (UUPT), khususnya di Pasal 97, Pasal 98 ayat 1, kalau kita tarik kesimpulan, komisaris bertanggung jawab atas apa yang terjadi di perusahaannya karena secara tegas dinyatakan bahwa komisaris bertugas mengawasi dan memberikan nasihat atas kebijakan direksi. Tanggung jawab ini akan lebih jelas lagi apabila kita membaca Pasal 11 Ayat 3ab dan Ayat 4 serta Pasal 14 di format akta pendirian PT yang dikeluarkan oleh Departemen Kehakiman: kalau direksi melakukan hubungan keuangan dan penjaminan dengan pihak ketiga, sebelum perjanjian dilakukan, terlebih dahulu ia harus mendapat persetujuan dari komisaris. Jika perjanjian itu dibuat dengan akta autentik (oleh notaris), pasti notaris akan meminta persetujuan komisaris (dalam hal ini Tommy Soeharto sebagai komisaris PT Goro) dan atau melalui RUPS dengan Bulog. Jika perjanjian itu dibuat di bawah tangan, perjanjian tetap dilaksanakan tanpa persetujuan komisaris, di sini telah ada unsur pelanggaran hukum (itikad tidak baik dari direksi dan atau komisaris PT Goro).
Dari keterangan itu dapat disimpulkan bahwa Tommy Soeharto sebagai Komisaris PT Goro ikut bertanggung jawab karena telah mengizinkan dan setidak-tidaknya telah mengetahui adanya peristiwa hukum antara PT Goro dan Bulog.
Jika alasannya waktu itu Tommy Soeharto telah mengundurkan di PT Goro, ini alasan yuridis ini yang dapat diterima. Masalahnya, apakah pengunduran diri tersebut pernah terjadi dan telah melalui prosedur hukum yang benar, karena harus dibuktikan dengan akta notaris dan pelaporan ke Depkeh. Juga timbul pertanyaan: bagaimana kepemilikan saham Tommy di PT Goro, apakah masih ada atau dijual? Untuk pembuktiannya, haruslah ditelusuri seluruh dokumen PT Goro.
Saya bingung, alasan hukum apa yang digunakan Mahkamah Agung sehingga menerima PK Tommy Soeharto. Kita perlu kritis mempertanyakan keputusan itu, ada apa di balik keputusan MA. Jika pemerintahan Megawati tidak hati-hati meniti kondisi ini, rezimnya akan jatuh ke Orba jilid II.
YONSAH MINANDA
Jakarta
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini