Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Angka

Rektor IPDN Harus Bertanggung Jawab

16 April 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setujukah Anda, pimpinan IPDN harus ikut bertanggung jawab atas kematian prajanya, Cliff Muntu?
(4-11 April 2007)
Ya
97,20%1.560
Tidak
2,62%42
Tidak tahu
0,19%3
Total100%1.605

Kematian Cliff Muntu, 19 tahun, praja Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) membuat berang masyarakat Indonesia. Tak terkecuali Ketua DPR Agung Laksono. Dia meminta kasus ini diusut tuntas. ”Jangan sampai terulang lagi, apalagi di sekolah,” ujarnya. Agung menuntut tanggung jawab pemimpin IPDN atas kasus tersebut. ”Jangan ditutup-tutupi, ini harus ditindak,” katanya.

Wakil Ketua Komisi Hukum DPR Almuzzammil Yusuf mendesak Presiden memecat Rektor IPDN I Nyoman Sumaryadi. Para petinggi IPDN juga harus diproses secara pidana dan hukum administrasi negara, karena diduga membiarkan kekerasan yang masih terus terjadi di lembaga itu. ”Budaya kekerasan massal itu pasti diketahui para pejabat IPDN karena dilakukan siang, malam, bahkan di la-pangan terbuka,” kata Almuzzammil.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menerima laporan Menteri Dalam Negeri ad interim Widodo A.S. dan Rektor IPDN I Nyoman Sumaryadi tentang kasus Cliff Muntu. Presiden memutuskan pembekuan semua kegiatan internal mahasiswa di kampus IPDN. Pembekuan berlaku untuk seluruh kegiatan baik di dalam maupun di luar kampus. Penerimaan praja baru pun bakal ditunda hingga segalanya dianggap siap.

Seorang responden Tempo Interaktif di Depok, Jawa Barat, Herman Jaya Harefa, sepakat pemimpin IPDN harus bertanggung jawab. ”Saya berpendapat Rektor IPDN juga harus diproses secara hukum,” ujarnya. Sementara Ahmad di Tegal berpendapat sebaliknya. ”Menurut saya pimpinan IPDN tidak bersalah, karena dasar seniornya yang berandalan,” katanya.

Hasil jajak pendapat Tempo Interaktif menunjukkan mayoritas responden yang setuju pemimpin IPDN ikut bertanggung jawab atas kematian Cliff Muntu menca-pai 97,20 persen. Responden yang berpendapat sebaliknya hanya 2,62 persen.

Indikator Pekan Ini: Pengamat politik Profesor Ichlasul Amal meminta Sri Sultan Hamengku Buwono X melepaskan jabatan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta setelah masa jabatannya yang kedua habis pada 2008. Mantan Rektor Universitas Gadjah Mada ini menyarankan Sri Sultan memposisikan diri sebagai raja yang punya hak veto terhadap kebijakan pemerintah daerah, seperti halnya di Kerajaan Monako.

Sebelumnya, Sultan memang sudah menegaskan penolakannya menjadi Gubenur DI Yogyakarta untuk periode ketiga. ”Po-koknya tidak, tidak, dan tidak! Sudahlah, percaya dengan saya. Saya tidak akan mau lagi,” katanya di kantor Kepatihan.

Sementara itu, sekretaris desa (carik) seluruh DI Yogyakarta bakal menggelar pisowanan agung mendesak Sultan bersedia menjadi gubernur. ”Kami akan berusaha nggondeli (mempertahankan) sekuat mungkin agar Ngarsa Dalem tetap menjadi gubernur,” kata Ketua Paguyuban Carik Desa Seluruh DI Yogyakarta, Arisman.

Setujukah Anda, Gubernur DI Yogyakarta dipilih langsung? Kami tunggu jawaban dan komentar Anda di www.tempointeraktif.com

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus