Untuk kedua kalinya saya merasa terhina dan tercemar nama saya. Itu berkaitan dengan tulisan "Menang dan Kalah Harapan Ibu" (TEMPO, 5 Februari, Pendidikan). Sebagai majalah bergengsi, selayaknya, TEMPO lebih berhati-hati dan teliti dalam memuat berita, berdasarkan data dan fakta yang akurat. TEMPO, secara sepihak, telah bertindak sebagai "hakim" yang langsung menjatuhkan vonis kepada saya. Sehubungan dengan itu, ada yang perlu dimasalahkan dalam berita tersebut: 1. Kapan saya memecat Saudara Hanafi dan Firman sebagai guru? Mana buktinya? Malah, sampai sekarang, Firman masih tetap mengajar di SD Islam Harapan Ibu dalam keadaan tenang. 2. Kapan saya mentransfer uang pangkal murid, Rp 500 ribu per orang, ke Bank Angkasa? Tunjukkan buktinya. Di sini, perlu saya jelaskan, uang pangkal murid tersebut adalah uang untuk perlengkapan sekolah murid baru, mulai dari pakaian seragam, buku paket, kegiatan ekstrakurikuler, dan sebagainya. Sepeser pun saya tidak pernah menyentuhnya. Silakan tanya kepada Kepala Sekolah atau Ibu N. Murdiati Sulastomo, ketua bidang pendidikan waktu itu, berapa uang pangkal yang saya pakai. 3. Kapan saya mencium kaki Pak Soerjo? Siapa saksinya? Mana potretnya? Seumur hidup saya pantang mencium kaki manusia (Pak Soerjo), walaupun dibayar dengan bumi beserta isinya, karena itu adalah "musyrik". 4. Menurut pengakuan Pak Soerjo dalam suratnya tertanggal 15 Juli 1993, "sejak tahun 1984 secara lisan dan tertulis, Ibu Mien Sudarpo telah menyatakan mengundurkan diri dari Yayasan Harapan Ibu." Tak sedikit di antara orang yang tercatat sebagai anggota Badan Pendiri atau Pengurus Yayasan Harapan Ibu tidak peduli dengan keadaan Yayasan. Jangankan untuk memberikan sumbangan dana, menengok dan bertanya sekali dalam setahun saja tidak. Sekarang setelah Yayasan berkembang, gedung telah berdiri, mereka yang sejak 13 (tiga belas) tahun silam tidak ada kabar beritanya bermunculan ibarat pahlawan kesiangan dan mengacau.K.H. MAWARDI LABAYKetua Umum YHI Jakarta1. Tentang Firman memang kami salah tulis. Seharusnya, Guru Eko. Hanafi memang tetap mengajar di YHI, tapi itu setelah ada perjuangan dari berbagai pihak yang menginginkan Hanafi mengajar lagi.2. Pada slip setor uang pangkal murid ke Bank Angkasa, tertera atas nama Y3HI, bukan YHI.3. Kami mendapatkan cerita itu dari beberapa guru.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini