Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Apakah pemerintah bisa memenuhi tenggat yang diberikan DPR untuk mengundangkan UU PKB? (13 - 20 Okt 2000) | ||
Ya | ||
24.7% | 45 | |
Tidak | ||
63.2% | 115 | |
Tidak tahu | ||
12.1% | 22 | |
Total | 100% | 182 |
MASALAHNYA memang bukan menerima atau menolak. Itulah soal Rancangan Undang-Undang Penanggulangan Keadaan Bahaya (RUU PKB). Abdurrahman Wahid, yang sejak sebelum menjadi presiden getol mendukung civil society, dan ketika menjadi presiden polisi sudah dipisah dari ABRI (kini TNI), tentulah punya banyak pertimbangan sebelum menyetujui RUU PKB menjadi undang-undang (UU).
Sejumlah hal dalam RUU PKB—antara lain sesuatu yang masih bersifat konsep bisa saja dinyatakan sebagai hal yang konkret—sungguh riskan ditelorir. Dalam penafsiran yang luas, pasal dalam RUU PKB bisa digunakan untuk menyatakan suatu daerah dalam keadaan darurat karena sejumlah orang menyatakan ingin merdeka, ingin memisahkan wilayahnya dari Republik Indonesia. Padahal, kekuatan sejumlah orang itu, lengkap dengan senjata yang dipunyai, belum memenuhi syarat bisa melakukan perlawanan berarti. Artinya, aksi kelompok itu sebenarnya paling hanya setingkat kriminalitas, bukannya pemberontakan.
Pekan laku, pihak pemerintah (Wakil Presiden Megawati) menyatakan, sebaiknya pengundangan RUU PKB ditunda sampai akhir Desember 2000. Seperti diberitakan, DPR memberikan batas waktu cuma dua minggu kepada pemerintah untuk memberikan persetujuannya. Dan bila waktu terlampaui—ancam DPR—pihak legislatif akan mengundangkan sendiri RUU itu menjadi UU.
Jajak pendapat Indikator pekan lalu, tentang RUU PKB, cocok dengan pernyataan pemerintah. Lebih dari 63 persen responden menyatakan pemerintah tak bisa memenuhi batas waktu dari DPR untuk RUU PKB ini. Dalam hal ini, ”tak bisa memenuhi batas waktu” tidak bermakna negatif. Itu adalah suatu peluang agar RUU PKB bisa diperbaiki sesuai dengan semangat demokrasi agar kandungan UU ini tidak mengundang masalah baru. Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, Yusril Ihza Mahendra, ditugasi meneliti kembali UU tersebut.
Jajak Pendapat Pekan Depan:
Ternyata pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid masih belum bersih benar. Masih ada apa yang dinamai Buloggate dan Bruneigate, yang mengisyaratkan kasus korupsi, kolusi, dan nepotisme belum hilang. Lalu, kesulitan yang dihadapi sebagian besar masyarakat Indonesia bukannya berkurang, malah semakin berat, misalnya karena kenaikan harga bahan bakar minyak. Meski, di lain sisi, pemerintah bisa dianggap positif, misalnya terjaminnya kebebasan berpendapat dan berorganisasi, dan—meski belum berhasil benar—mendorong militer melepaskan dwifungsi. Jadi, menurut Anda, masih haruskah kita mendukung Gus Dur hingga tahun 2004 nanti? Silakan nyatakan pendapat Anda di www.tempointeraktif.com. |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo