Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kartun

Semerbak kembang kenanga

Bagi penduduk desa langon, blitar, bunga kenanga merupakan mata pencarian. dengan pengolahan yang sederhana, bunga yang direbus dapat menghasilkan minyak wangi untuk ekspor.

4 September 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HARUM bunga kembang kenanga banyak disukai orang. Dan bunga ini hampir tak mengenal musim, selalu berkembang. Bagi penduduk desa Langon, Blitar Jawa,Timur dan desa-desa sekitarnya, kenanga punya arti lain. Katakanlah sebagai sumber hidup pokok mereka. Di desa-desa tersebut, hampir semua penduduk memiliki puluhan pohon yang telah berumur ratusan tahun. Di saat-saat musim kemarau, tatkala palawija tak dapat tumbuh karena kekeringan, pohon berbunga semerbak itu, tetap menghijau dan besar-besar. Bertebaran di sela-sela rumah rakyat atau batu-batu gunung yang disebut gunung Pedot. Rata-rata 1 bulan dengan setia setiap pohon mampu memunculkan 50 kg kembang. Lagipula menanamnya tak perlu repot-repot. Cukup dengan mencangkok atau menebarkan bijinya. Punya keistimewaan pula, pohon ini kabarnya tak pernah diserang hama. Kecuali bila terjadi hujan untuk pertama kali dan di malam hari, bunga-bunga yang belum menguning akan berguguran. Lebih menggembirakan, dalam setahun bisa panen besar sebanyak 4 kali. Pada waktu itu, seperti juga hari-hari biasa sambil bersantai, gadis-gadis atau para wanita dengan sebuah galah yang di ujungnya diberi pisau kecil, ramai memetiki kembang-kembang yang sedang mekar. Ini dilakukan pada pohon-pohon yang berketinggian 10-15 M. Yang lebih tinggi dari itu, pemetikan dilakukan oleh laki-laki, dengan memanjat dan menggunakan galah. Kembang kenanga tampaknya juga tahan lama. Hingga setelah dipetik bukan saja tak cepat rusak, harumnya terasa lebih semerbak. Setiap hari dari desa Langon, diangkut puluhan kg ke seluruh Jawa Timur. Bahkan juga sampai ke Bali. Cuma perkara harga yang tak tentu. Ini tergantung bersamaan atau tidak penduduk desa memetik kembang-kembang itu. Namun biasanya berkisar antara Rp 150-Rp 250 se kg. Mereka tak terganggu oleh para makelar. Karena umumnya penduduk berfungsi rangkap, sebagai penanam dan sekaligus sebagai pedagang yang langsung membawa hasil petikannya ke kota-kota sekitar desa. Atau langsung membawanya ke pabrik-pabrik minyak wangi yang banyak bermunculan di sekitar desa-desa itu. Keadaan ini menggugah para petani kembang kenanga itu berfikir lebih jauh. Mencoba mengolah sendiri. Ternyata lumayan berhasil. Mereka kini mengetahui bahwa untuk membikin minyak wangi, kembang-kembang tersebut cukup cuma direbus. Tentu saja hasilnya hanyalah minyak wangi yang sederhana. Namun benar-benar asli. Dan harganya pun jadi mahal. Tapi para petani kembang kenanga itu tak perlu khawatir bab pemasaran. Karena pesanan-pesanan dari Singapura, Hongkong dan beberapa negara Eropa kabarnya banyak berdatangan. Dengan memakai literan sebagai takaran atau botol tertentu yang dijadikan standar, cairan yang semerbak itu dijual dengan harga Rp 15.000 sampai Rp 150.000. Keaslian minyak bikinan rakyat itu dengan mudah diketahui, dengan menciumnya atau meneteskannya di tangan. Kegiatan yang menggembirakan itu ternyata tak selalu melegakan semua fihak. Sebab para pedagang jadi risau juga melihat perkembangan usaha rakyat ini. Mereka tak jemu-jemunya membujuk para petani itu agar mempercayainya sebagai makelar atau pengijon. Apalagi pohon-pohon itu kini bagaikan berfungsi sebagai sawah. Bahkan lebih lagi. Karena selain dapat disewakan, juga kabarnya bisa dijadikan jaminan mendapatkan kredit dan lain-lainnya. Suatu uluran tangan yang bermaksud membimbing ke arah peningkatan tampaknya memang diperlukan. Hingga usaha rakyat desa itu tak cuma berdasarkan tradisi. Atau dibiarkan karena kebetulan alam menganugerahi desa Langon dan desa-desa sekitarnya dengan pohon yang bisa hidup serasi dalam segala cuaca. Atau pemerintah setempat tak cuma gesit mengutip pungutan seperti yang selama ini berlangsung.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus