Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
NAMA Kartini mengingatkan kita kepada pahlawan nasional dan tokoh pergerakan wanita asal Jepara, Jawa Tengah. Adapun Kartini yang dibicarakan di sini, meskipun bukan atas nama bangsa, juga adalah seorang ”pejuang”. Setidaknya, Kartini yang asli Karawang, Jawa Barat, ini—pembantu rumah tangga di Uni Emirat Arab—sedang memperjuangkan nasibnya sendiri. Kartini ditahan oleh pemerintah Uni Emirat Arab bersama bayinya yang masih berusia sebulan dan ia diancam hukuman rajam.
Kartini binti Karim, begitu nama lengkapnya, ditangkap lalu diadili setelah ketahuan melakukan hubungan gelap dengan seorang pria India, Muhammad Sulaiman Frangoan, yang sekarang kabur entah ke mana. Karena sudah bersuami dan memang mengaku berzina, oleh Pengadilan Syariat Islam di Fujairah, Uni Emirat Arab, Kartini dijatuhi hukuman rajam (dilempari batu) sampai mati, sesuai dengan hukum Islam yang dianut negara tersebut, pada 28 Februari 2000. Namun, hingga sekarang, warga Dusun Rawakepuh, Desa Sindangmukti, Kecamatan Kutawaluya, Karawang, ini belum menjalani hukuman rajam itu. Melalui pengacaranya, ia naik banding.
Kasus Kartini, sekali lagi, mengingatkan orang pada potret buram tenaga kerja wanita (TKW) di luar negeri, yang hampir selalu apes nasibnya: kalau tidak diperkosa majikannya, ya, rendah upahnya. ”Kartini adalah korban yang kesekian dari berbagai kasus yang menimpa tenaga kerja wanita. Kami sangat kecewa kasus ini terus berulang,” kata Salma Safitri Rahayaan (Fifi), koordinator Biro Hukum Solidaritas Perempuan, lembaga yang kerap menangani pembelaan terhadap hak-hak kaum wanita, termasuk masalah TKW di luar negeri.
Fifi pantas kecewa. Catatan di kantongnya menunjukkan, hingga akhir 1998, setidaknya ada 246 kasus TKW yang terjadi di Arab Saudi dan 64 kasus di Uni Emirat Arab. Sebagian besar kasus itu berupa perselisihan dalam hubungan tenaga kerja (upah tak dibayar), kasus kekerasan, serta penganiayaan yang diikuti pemerkosaan. Jumlah kasus itu terus meningkat hingga akhir 1999. Sementara itu, menurut catatan Departemen Tenaga Kerja, sampai Agustus 1999, 69 orang buruh menjemput ajal karena pelbagai sebab. Angka itu baru yang di Jazirah Suci, belum termasuk di negara lain.
Masalahnya, pengiriman tenaga kerja ke tanah seberang memang selalu memicu dilema. Bagi pekerja, mencari nafkah di luar negeri masih diyakini sebagai jalan keluar dari belitan kemiskinan. Sementara itu, untuk pemerintah, mereka adalah sumber devisa yang gemuk.
Itu sebabnya opini responden jajak pendapat TEMPO tentang pengiriman tenaga kerja wanita ke luar negeri pun terbelah hampir sama besar. Responden yang pro mengajukan alasan sekuat mereka yang kontra. Mereka yang setuju beralasan bahwa pengiriman TKW memperluas lapangan kerja. Maklum, kondisi ekonomi Indonesia memang sedang sulit. Angka pengangguran cukup tinggi. Apa salahnya mencari kerja di negeri orang? Begitu kira-kira penjelasan argumen tersebut. Selain itu, toh, para pekerja di luar negeri itu menyumbang devisa kepada negara.
Sebaliknya, responden yang tidak setuju berargumen bahwa pengiriman TKW ke luar negeri rawan pelanggaran hak asasi manusia. Pendapat ini tentu dilatarbelakangi fakta mengenai buruknya perlakuan para majikan di tanah seberang. Sebagian yang lain berpendapat bahwa pengiriman buruh merendahkan martabat bangsa.
Walau demikian, mayoritas responden yang mengetahui kasus Kartini mendesak pemerintah memberikan bantuan hukum kepadanya dan melobi pemerintah Uni Emirat Arab agar memberikan keringanan hukuman bagi Kartini. Sebuah sikap moral yang cukup simpatik.
Wicaksono
Apakah Anda setuju dengan pengiriman tenaga kerja wanita ke luar negeri? | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ya | 53%Tidak | 47% | | Bila ”ya”, mengapa Anda menjawab demikian? | Pengiriman TKW memperluas lapangan kerja | 77% | Pengiriman TKW menambah devisa | 29% | Kasus Kartini merupakan kasus hukum biasa yang tidak berhubungan dengan kebijakan pengiriman TKW ke luar negeri | 27% | Menambah pendapatan keluarga | 12% | Gaji di luar negeri lebih memadai | 6% | Responden boleh memilih lebih dari satu jawaban | | Bila ”tidak”, mengapa Anda menjawab demikian? | Pengiriman TKW ke luar negeri rawan pelanggaran hak asasi manusia | 69% | Merendahkan martabat bangsa | 51% | Kasihan dengan keluarga/anak-anak yang ditinggalkan | 35% | Masih banyak lapangan pekerjaan di dalam negeri | 29% | Responden boleh memilih lebih dari satu jawaban | | Apakah Anda tahu mengenai Kartini, tenaga kerja wanita yang dijatuhi hukuman rajam di Uni Emirat Arab? | Ya | 79% | Tidak | 21% | | Apa yang seharusnya dilakukan pemerintah Indonesia dalam kasus Kartini? (Hanya bagi yang tahu kasus Kartini—401 orang) | Memberikan bantuan hukum kepada Kartini | 78% | Melobi pemerintah Uni Emirat Arab agar memberikan keringanan kepada Kartini | 72% | Menyerahkan persoalan itu kepada pemerintah setempat | 23% | Memboikot pemerintah Uni Emirat Arab | 11% | Responden boleh memilih lebih dari satu jawaban | | |
---|
Metodologi jajak pendapat ini:
Penelitian ini dilakukan Majalah TEMPO bekerja sama dengan Insight. Pengumpulan data dilakukan terhadap 510 responden di lima wilayah DKI pada 6-7 Maret 2000. Dengan jumlah responden tersebut, tingkat kesalahan penarikan sampel (sampling error) diperkirakan 5 persen.
Penarikan sampel dikerjakan melalui metode random bertingkat (multi-stages sampling) dengan unit kelurahan, RT, dan kepala keluarga. Pengumpulan data dilakukan lewat kombinasi wawancara tatap muka dan melalui telepon.
MONITOR juga ditayangkan dalam SEPUTAR INDONESIA setiap hari Minggu pukul 18.00 WIB
Independent Market Research
Tel: 5711740-41, 5703844-45 Fax: 5704974
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo