RASANYA memang manis. Sedikit beraroma cuka. Tapi tak kecut.
mirip rasa air kelapa.Itulah legen.Benda cair segar dan enak
diminum ini berasal dari pohon yang di daerah Jawa Timur disebut
siwalan. Pohonnya mirip kelapa, tapi juga hampir menyerupai
enau. Selama ini biasanya dijajakan orang-orang desa di dalam
tabung bernama bumbung. Yaitu batang bambu 3 - 4 buku yang
dilubangi sekat-sekatnya. Orang kota biasanya cuma meliriknya
sambil mengangkat bahu dan mencibir: huh.
Tapi kini, itu legen sudah berbaju baru. Dalam botol ukuran
green spot lan sebangsanya. "Legen adalah minuman nenek moyang",
tutur Moenawar, Kuasa Usaha PT Kaliroto, pembuat legen dalam
botol tersebut. Tentu saja agak berbeda dengan yang dalam
bumbung yang biasanya masih segar karena langsung dari pohon.
Sedang yang dalam botol ini sudah terlebih dulu dimasak dan
diolah memakai resep tertentu. "Biar rasanya tetap enak, bersih
dan tahan lama", tutur Moenawar lagi. Tentu saja kini, tak lagi
"merendahkan" orang gedongar yang mau mencicipinya. Meski bentuk
botol dan etiketnya masih tetap tampak "kampungan". Tapi tak
kurang dari 2 tahun sejak tahun 1973 PT Kaliroto Surabaya, yang
dikenal sebagai pembuat pcrmen, vitamin dan obat-obatan,
melakukan percobaan pembotolan legen. Sampai akhirnya mencapai
bentuk yang sekarang.
Minuman khas Jawa Timur ini,sudah pula menjalar ke Jakarta.
Meski belum lebih dari 1000 peti (a 24 botol) per bulannya.
Harganya agak lebih mahal dari harga di tempat asalnya,
Surabaya. Sebab harus dikeluarkan ongkos Rp 250 per peti, pulang
pergi, begitu alasan yang empunya perusahaan. Sedang di Surabaya
masih lebih murah ketimbang Coca Cola atau F & N. Dimana
perusahaan itu menjualnya Rp 1100 sampai ke tempat dan Rp 900
buat agen. Konon eceran di warung-warung cuma Rp 75, pakai es
pula. Menurut Mocnawar, perusahaannya berani melempar legen ke
Jakarta, setelah ia memperkenalkannya kepada Menteri
Perindustrian Moh. Yusuf. Waktu itu Menteri Yusuf melakukan
peninjauan ke perusahaan kosmetika Viva di Rungkut, Jatim.
Moenawar menyodorkan legen kepada sang Menteri. Tentu saja
dengan maksud propaganda. Dan sang Menteri tampak
manggut-manggut, merasakan legen. Yang diartikan Moenawar bahwa
legen buatannya "boleh".
Saingan
Waktu Mohammad Noer masih gubernur, legen jadi perhatiannya
pula. "Mutu yang sekarang cukup baik. Tapi kalau bisa
ditingkatkan lagi untuk ekspor", komentarnya. Tapi sampai
sekarang Moenawar masih fikir-fikir. Sebab, "harganya bakal
tinggi sekali akibat ongkos angkutnya". Dan harus bersaing
dengan minuman-minuman asal asing, dalam bab harga. Sebab,
katanya, minuman-minuman itu cuma dibuat dari air dan essence.
Sedang legen dari tumbuh-tumbuhan khas Jawa Timur yang meski
banyak terdapat di Tuban Gresik atau Madura, tentunya memerlukan
uang cukup besar mendapatkannya. Tapi dengan begitu memang legen
mampu bertahan menghadapi sedikitnya 3. perusahaan minuman
ringan di Jatim. Termasuk perusahaan asing besar PT Perusahaan
Limun Indonesia yang seinduk dengan Bier Bintang dan Prem
Bottling Company, pembuat RC Cola dan Canada Dry.
Yang agak menjengkelkan itu perusahaan pengolah minuman rakyat
ialah nongolnya perusahaan baru yang mengolah legen. Yang tentu
saja seperti lazimnya perusahaan begitu, mereka akan
meniru-niru. Sampai-sampai ke etiketnya. Meski dinilai,
"kadang-kadang kecut dan tak enak", toh Kaliroto tak bisa
berdiam diri. "Kami akan menyelesaikannya lewat pengadilan",
ujar Moenawar, yang merasa merk dagang dan patennya terdaftar.
Dan itu tentunya risiko berdagang.
Dan usaha dagang seperti itu tampaknya juga menggembirakan
petani-petani penggarap bahan legen tersebut. Sebab Kaliroto
tersebut secara tetap setiap harinya mampu menampung 20 - 25
jerigen legen mentah dari para petani. Menurut seorang petani
siwalan, satu jerigen berisi 20 liter pernah dibeli seharga Rp
800. Tapi mereka tak selalu bisa menjual legennya. Karena
sebelumnya harus diperiksa laboratorium milik itu perusahaan.
Bila,menilainya kurang baik, tak mau membelinya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini