Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Keluhan 36 petani

36 petani desa bati-bati, kalimantan selatan, sudah 4 tahun mengeluh diganggu kerbau yang berkeliaran di daerah itu. dan camat melarang mereka bersawah dan membiarkan kerbau berkeliaran di situ. (ds)

15 Mei 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAK kurang dari 36 orang petani di desa Bati-Bati Kecamatan Bati-Bati Kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan, 4 tahun belakangan ini dalam keadaan gundah gulana. Di lain pihak pada sebuah desa yang sama, segelintir petani ternak tersenyum-senyum. Yang 36 orang merasa tidak mendapat keadilan yang wajar, sementara pihak terakhir merasa lebih dari adil. "Ini timpang namanya", ucap seorang petani yang tergabung dalam Kerukunan Tani Pancasila itu. Penyebabnya adalah gara-gara idabul hadangan alias kerbau, milik segelintir penduduk desa tadi. "Hadangan-hadangan ini merusak tanaman padi kami",ujar Anang Muhammad, karena tidak digembala sebagaimana mustinya". Yang lebih menyakitkan lagi, kerbau-kerbau yang jumlahnya ratusan ekor itu dilepas dengan begitu saja di padang bebas. Maklum, karena namanya juga binatang, tidak tahu padi atau tanaman untuk makan manusia dibantasnya terus. Akibatnya, padi yang ditanam tidak sempat berbuah sudah dilahap dan punah. "Ini sudah berlangsung 4 tahun lebih", kata Anang, terus menambahkan bahwa, "luas pahumaan kami yang dirusak kerbau itu ada dua pal panjangnya dengan lebar setengah pal (pal = Km". Dilarang Bersawah Lebih terurai dituturkannya bahwa hal itu sudah berulang kali diadukan pada Camat dan Bupati, tapi sayang tidak diperoleh tanggapan yang wajar. Bahkan kepada Anang dan kawan-kawannya diperintahkan untuk membuat pagar untuk mengelilingi sawah dan kebun. Ferintah ini dituruti mereka dengan membuat pagar kawat berduri dengan biaya hampir Rp 500.000. Itu 3 tahun yang lalu. Kini sudah rusak akibat tendangan-tendangan kerbau tadi yang jumlahnya makin membiak. Karenanya, mereka kembali mengadukan hal itu pada Camat. Tapi lagi-lagi mereka dikecewakan. Lebih tak mengerti lagi mereka ketika Camat sampai pada keputusan yang aneh: Melarang ke 36 orang petani itu untuk bersawah ladang di sana. "Kenapa kami dilarang. Tanah itu tanah kami, surat menyuratnya dari Agraria lengkap". kata salah seorang di antara mereka. Mereka juga tidak mengerti kenapa justru pihak mereka yang disuruh membuat pagar, sementara yang memiliki kerbau tidak. "Jangan-jangan Camat dan Kepala Kampung mereka sogok dengan hadangan", kata mereka menuduh. Lalu bagaimana dengan larangan Camat Bati-Bati yang melarang menghumai sawah tadi? Menurut mereka, karena itu larangan Camat - walaupun tanpa surat resmi-- untuk sementara mereka terpaksa tidak berani menggarap tanah itu. Satu-satunya harapan mereka adalah turun tanannya Gubernur, karena Camat dan juga Bupati sudah tidak peduli lagi. Di desa itu, kini terjadi kekhawatiran lain. Sebab bila para petani itu sudah bosan pengaduan mereka tidak digubris, maka bukan mulut lagi yang bicara, tapi parang!

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus