TAK kurang dari 36 orang petani di desa Bati-Bati Kecamatan
Bati-Bati Kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan, 4 tahun
belakangan ini dalam keadaan gundah gulana. Di lain pihak pada
sebuah desa yang sama, segelintir petani ternak
tersenyum-senyum. Yang 36 orang merasa tidak mendapat keadilan
yang wajar, sementara pihak terakhir merasa lebih dari adil.
"Ini timpang namanya", ucap seorang petani yang tergabung dalam
Kerukunan Tani Pancasila itu.
Penyebabnya adalah gara-gara idabul hadangan alias kerbau, milik
segelintir penduduk desa tadi. "Hadangan-hadangan ini merusak
tanaman padi kami",ujar Anang Muhammad, karena tidak digembala
sebagaimana mustinya". Yang lebih menyakitkan lagi,
kerbau-kerbau yang jumlahnya ratusan ekor itu dilepas dengan
begitu saja di padang bebas. Maklum, karena namanya juga
binatang, tidak tahu padi atau tanaman untuk makan manusia
dibantasnya terus. Akibatnya, padi yang ditanam tidak sempat
berbuah sudah dilahap dan punah. "Ini sudah berlangsung 4 tahun
lebih", kata Anang, terus menambahkan bahwa, "luas pahumaan kami
yang dirusak kerbau itu ada dua pal panjangnya dengan lebar
setengah pal (pal = Km".
Dilarang Bersawah
Lebih terurai dituturkannya bahwa hal itu sudah berulang kali
diadukan pada Camat dan Bupati, tapi sayang tidak diperoleh
tanggapan yang wajar. Bahkan kepada Anang dan kawan-kawannya
diperintahkan untuk membuat pagar untuk mengelilingi sawah dan
kebun. Ferintah ini dituruti mereka dengan membuat pagar kawat
berduri dengan biaya hampir Rp 500.000. Itu 3 tahun yang lalu.
Kini sudah rusak akibat tendangan-tendangan kerbau tadi yang
jumlahnya makin membiak. Karenanya, mereka kembali mengadukan
hal itu pada Camat. Tapi lagi-lagi mereka dikecewakan. Lebih tak
mengerti lagi mereka ketika Camat sampai pada keputusan yang
aneh: Melarang ke 36 orang petani itu untuk bersawah ladang di
sana. "Kenapa kami dilarang. Tanah itu tanah kami, surat
menyuratnya dari Agraria lengkap". kata salah seorang di antara
mereka. Mereka juga tidak mengerti kenapa justru pihak mereka
yang disuruh membuat pagar, sementara yang memiliki kerbau
tidak. "Jangan-jangan Camat dan Kepala Kampung mereka sogok
dengan hadangan", kata mereka menuduh.
Lalu bagaimana dengan larangan Camat Bati-Bati yang melarang
menghumai sawah tadi? Menurut mereka, karena itu larangan Camat
- walaupun tanpa surat resmi-- untuk sementara mereka terpaksa
tidak berani menggarap tanah itu. Satu-satunya harapan mereka
adalah turun tanannya Gubernur, karena Camat dan juga Bupati
sudah tidak peduli lagi. Di desa itu, kini terjadi kekhawatiran
lain. Sebab bila para petani itu sudah bosan pengaduan mereka
tidak digubris, maka bukan mulut lagi yang bicara, tapi parang!
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini