Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kartun

Singa betina dari Dolago

Penyeberangan melalui sungai dolago sulawesi tengah, satu-satunya jalan harus melalui rakit penyeberangan yang dikelola ny. lince pandake. sempat timbul sengketa. (ils)

28 Maret 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KARENA persaingan makin memuncak di antara para pemilik jmbatan rakit, Camat Parigi menganjurkan agar Hanafi dan A.M. Pandake berkongsi. Keduanya setuju. Maka 20 buah perahu milik mereka menghubungkan kedua tepi Sungai Dolago selebar hampir 60 meter itu. Pembagian keuntungan diatur dengan cara giliran beroperasi, sehari sekali, lengkap dengan anak buah masing-masing. Tapi kongsi itu segera pecah. Dengan berbagai cara, Pandake berhasil menyingkirkan Hanafi. Jadilah Pandake pemilik rakit penyeberangan satu-satunya di Dolago. Hanafi tak mau kalah. Melalui izin dari Penghubung Pembantu Bupati Donggala di Parigi, ia akhirnya mendapat hak membuat rakit penyeberangan pula, hanya berjarak sekitar 100 meter dari milik Pandake. Nyonya Lince, istri Pandake yang sehari-hari menunggui jembatan itu, tak senang. Ia mengurus izin pula. DLILASP memberinya izin, sekaligus mencabut izin yang pernah diterima Hanafi. Hanafi terus melawan. Meski tanpa izin, ia tetap mengoperasikan jembatannya. Lokasi jembatannya memang kurang menguntungkan, karena harus membelok lagi dari jalan lurus yang sudah ada. Namun rupanya para penyeberang lebih suka memakai jembatan Hanafi. Kabarnya karena para sopir tak senang melihat sikap Ny. Lince yang dianggap tidak ramah, bahkan garang terhadap para penyeberang. Lince tak kehabisan akal. Suatu malam ia menyuruh anak-anak buahnya menutup jalan ke rakit Hanafi dengan timbunan batang kelapa. Perkelahian tak terhindarkan antara anak buah masing-masing. Berulang-ulang ini terjadi, paling sedikit dalam bentuk saling lempar batu atau saling maki. Polisi turun tangan. Perdamaian berlangsung di hadapan camat. Timbunan batang kelapa yang menutupi jalan ke jembatan Hanafi dibuka. Pengoperasian jembatan diatur: seminggu kendaraan yang akan ke Palu melewati jembatan Hanafi dan yang akan ke Poso lewat jembatan Lince -- seminggu berikutnya sebaliknya. Dan seterusnya. Mula-mula berjalan lancar. Namun rupanya pertengkaran-pertengkaran kecil masih sering terjadi hingga sekarang, karena para penyeberang lebih senang melewati jembatan Hanafi. Untung Lince kini mulai menyabarkan diri. Lebih-lebih setelah ia sadar, para penyeberang di sana sejak lama menamainya "Singa Betina dari Dolago." Karena memang ia tak segan-segan membentak siapa pun yang menyeberang dengan menawar tarif yang ditentukannya. Ketika Titiek Sudiharjo dari TEMPO menemuinya di tepi Sungai Dolagu si Singa Betina itu memang sedang bertengkar dengan seorang pengendara sepeda motor. Gigi Emas Si pengemudi sepeda motor bertahan hanya mau membayar Rp 150 sekali menyeberang. Karena memang tarif itu sudah lazim dan kebetulan uangnya hanya sekian. "Tidak bisa, Rp 200," bentak Lince dengan suara lantang sehingga tampak jelas susunan gigi emas yang menutup seluruh gigi serinya. Pertengkaran tak berlanjut karena seseorang mengulurkan uang Rp 50 kepada si pengendara sepeda motor. Uang itupun langsung diserahkan ke tangan Lince. Nyonya Lince adalah istri ke-empat A.M. Pandake, bekas Kepala Kampung Boyan Tongo, Parigi. Wanita dengan 9 orang anak ini menunggui jembatan penyeberangannya dan pagi sampai pukul 9 malam. Meskipun begitu, ia mengaku jembatan penyeberangan ini hanya sebagai usaha sampingan. "Saya punya 5 hektar sawah, 60 ekor sapi, dan 1.000 batang pohon kelapa," katanya dengan bangga. Sehari-hari ia dibantu oleh 5 orang anak buah. Mereka ini dibayar harian. Yaitu 20% dari pendapatan bersih setiap hari. Menurut beberapa orang sopir, karena jengkel pada sikap Singa Betina ini, tak jarang sopir menancap gas keras-keras begitu hendak melewati kubu penjagaan -- lari tak membayar sewa penyeberangan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus