Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kartun

Sisa-sisa adityawarman

Istana pagarruyung dibangun kembali. karena istana sudah dibumi hanguskan & tidak ada catatan apapun, maka panitia pembangunan pergi ke negeri sembilan di mana keturunan keluarga pagarruyung bersemayam. (il)

9 Juni 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

UNTUK memperkuat Kerajaan Majapahit, Patih Gajahmada menempatkan Adityawarman sebagai "gubernur" di bagian barat Nusantara. Segera setibanya di Sumatera, Adityawarman menyusun kembali pemerintahan Mauliwarmadewa yang pernah terkenal di tahun 1286. Kekuasaan Adityawarman cukup luas. Antara lain sampai ke daerah Pagarruyung, di ranah Minang. Di daerah itu, dia mengangkat dirinya menjadi maharaja-diraja (1347) dan Sumatera Barat menjadi pusat kekuasaan kerajaan dengan tentara yang ampuh. Kerajaan Pagarruyung ini berlangsung cukup lama, sampai datang pengaruh Islam. Tahun 1803 terjadi pembunuhan besar-besaran terhadap seluruh keluarga keturunan raja-raja di Pagarruyung atas perintah Tuanku Renceh dari Agam, yang kemudian memberi kuasa kepada Tuanku Lintau. Yang terakhir ini kemudian mendelegir lagi perintah Tuanku Renceh kepada Tuanku Lelo yang nama aslinya adalah Idris Nasution. Anak buah Tuanku Lelo juga membumihanguskan seluruh istana, di samping juga menahan dan memperkosa seluruh puteri kerajaan. Hingga kini masih ada petilasan dan dongeng tentang Kerajaan Adityawarman yang terletak 104 km dari Kota Padang. Menurut ceritera rakyat, di Pagarruyung ada sebuah tempat bernama Dadang Simayat. Waktu itu, raja yang beragama Budha selalu mengadakan upacara korban dengan mengambil jiwa manusia. Upacara religi ini berlangsung ratusan tahun, sehingga tempat penyembelihan manusia itu telah menjadi tumpukan mayat-mayat. Karena banyaknya bukan saja bernama Padang Simayat, tetapi kemudian berobah jadi Padang Siminyak. Biarpun hingga kini tidak ada setetes sumber minyakpun dari situ. Sebelum ada Kerajaan Pagarruyung, Sumatera Barat adalah negeri yang mempunyai banyak kerajaan kecil. Di Solok (sekarang) dulu ada kerajaan cilik bernama Serambi Alam Sungapi Pagu. Di Sawahlunto Sijunjung ada Kerajaan Koto Basa, Padang Laweh dan Si Guntur. Dan banyak lagi. Tetapi di bawah wangsa Adityawarman, Sumatera Barat adalah satu kerajaan besar, bahkan meluas sampai ke Semenanjung Malaka (kini Malaysia). Misalnya di tahun 1773, seorang raja (Raja Malewar) ditempatkan di Negeri Sembilan, Malaysia. Salah seorang keturunan raja-raja Pagarruyung ialah Tengku Abdurrachman yang 1957 jadi Perdana Menteri Pertama Malaysia. Pembangunan kembali Istana Pagarruyung inilah, yang oleh Menteri P & K Dr. Daoed Joesoef ditinjau dalam kunjungannya ke Sumatera Barat akhir bulan lalu. Petilasan yang ada dan nyata hanyalah sebuah prasasti Adityawarman di Suroaso, Batusangkar. Sedangkan kompleks Istana Pagarruyung mulai dibangun 1976. Biayanya diduga bisa mencapai lebih dari Rp 500 juta dan akhir Mei lalu baru 35% pekerjaan pemugaran (pembangunan kembali), bisa diselesaikan. Labuah nan Gadang Ceritera dari mulut ke mulut ada, tapi mencari bentuk istana yang sesungguhnya sulit. Karena ketika istana yang terbuat dari kayu dan ijuk dibumihanguskan oleh Tuanku Lelo, tidak ada catatan apapun yang bisa menuntun pembangunan kembali Istana Pagarruyung. Padahal sejak tahun 60-an, banyak orang dari Negeri Sembilan (Malaysia) datang berkunjung ke Pagarruyung dengan niat untuk melihat petilasan moyang mereka. Tetapi yang mereka dapati hanya prasasti, keris, dan patung. Rencana untuk menghidupkan kembali Istana Pagarruyung baru bisa terlihat pada 1976. Bagaimana mencari bentuk yang asli? Panitia pembangunan terpaksa pergi ke Negeri Sembilan di mana kini bersemayam Yang Dipertuan Besar Tuanku Jakfar. Pada 1890 keturunan keluarga Kerajaan 'Pagarruyung pernah mencoba mendirikan istana baru di Balai Janggo. Tetapi tahun 1961 istana tersebut dimakan api dan sekali lagi ludeslah rumah adat bergonjong tersebut. Copy istana Pagarruyung yang kini tengah dirampungkan mempunyai 11 buah gonjong dengan luas bangunan 576 mÿFD dan luas lantai keseluruhan (dengan pelataran) 1.100 mÿFD. Tiang bangunan utama 72 buah. Lantai pertama mempunyai 9 ruang diberi nama Labuah nan Gadang, yaitu tempat upacara kerajaan. Lantai kedua terdiri dari 6 ruang di anjung kanan dan kiri. Anjung Paranginan ini untuk tempat tinggal raja dan keluarganya. Dahulu kala hanya para pelayan istana saja yang boleh masuk ke bagian ini. Di lantai tiga baru kita bertemu dengan mahligai, yang letaknya 24 meter dari permukaan tanah. Bentuk asli istana, dulunya bertangga kayu. Kini dengan beton. Seluruh kompleks nantinya akan memakan areal 3 Ha, berikut Rangkiang Patah Sembilan yang dulu adalah gudang beras milik kerajaan. Nantinya istana beratap ijuk ini akan dijadikan museum terbuka. Padang Siminyak mempunyai pemandangan yang indah dan berhawa sejuk.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus