UNTUK memperkuat Kerajaan Majapahit, Patih Gajahmada menempatkan
Adityawarman sebagai "gubernur" di bagian barat Nusantara.
Segera setibanya di Sumatera, Adityawarman menyusun kembali
pemerintahan Mauliwarmadewa yang pernah terkenal di tahun 1286.
Kekuasaan Adityawarman cukup luas. Antara lain sampai ke daerah
Pagarruyung, di ranah Minang. Di daerah itu, dia mengangkat
dirinya menjadi maharaja-diraja (1347) dan Sumatera Barat
menjadi pusat kekuasaan kerajaan dengan tentara yang ampuh.
Kerajaan Pagarruyung ini berlangsung cukup lama, sampai datang
pengaruh Islam. Tahun 1803 terjadi pembunuhan besar-besaran
terhadap seluruh keluarga keturunan raja-raja di Pagarruyung
atas perintah Tuanku Renceh dari Agam, yang kemudian memberi
kuasa kepada Tuanku Lintau. Yang terakhir ini kemudian
mendelegir lagi perintah Tuanku Renceh kepada Tuanku Lelo yang
nama aslinya adalah Idris Nasution. Anak buah Tuanku Lelo juga
membumihanguskan seluruh istana, di samping juga menahan dan
memperkosa seluruh puteri kerajaan.
Hingga kini masih ada petilasan dan dongeng tentang Kerajaan
Adityawarman yang terletak 104 km dari Kota Padang. Menurut
ceritera rakyat, di Pagarruyung ada sebuah tempat bernama Dadang
Simayat. Waktu itu, raja yang beragama Budha selalu mengadakan
upacara korban dengan mengambil jiwa manusia. Upacara religi ini
berlangsung ratusan tahun, sehingga tempat penyembelihan
manusia itu telah menjadi tumpukan mayat-mayat. Karena banyaknya
bukan saja bernama Padang Simayat, tetapi kemudian berobah jadi
Padang Siminyak. Biarpun hingga kini tidak ada setetes sumber
minyakpun dari situ.
Sebelum ada Kerajaan Pagarruyung, Sumatera Barat adalah negeri
yang mempunyai banyak kerajaan kecil. Di Solok (sekarang) dulu
ada kerajaan cilik bernama Serambi Alam Sungapi Pagu. Di
Sawahlunto Sijunjung ada Kerajaan Koto Basa, Padang Laweh dan Si
Guntur. Dan banyak lagi. Tetapi di bawah wangsa Adityawarman,
Sumatera Barat adalah satu kerajaan besar, bahkan meluas sampai
ke Semenanjung Malaka (kini Malaysia). Misalnya di tahun 1773,
seorang raja (Raja Malewar) ditempatkan di Negeri Sembilan,
Malaysia. Salah seorang keturunan raja-raja Pagarruyung ialah
Tengku Abdurrachman yang 1957 jadi Perdana Menteri Pertama
Malaysia.
Pembangunan kembali Istana Pagarruyung inilah, yang oleh Menteri
P & K Dr. Daoed Joesoef ditinjau dalam kunjungannya ke Sumatera
Barat akhir bulan lalu. Petilasan yang ada dan nyata hanyalah
sebuah prasasti Adityawarman di Suroaso, Batusangkar. Sedangkan
kompleks Istana Pagarruyung mulai dibangun 1976. Biayanya
diduga bisa mencapai lebih dari Rp 500 juta dan akhir Mei lalu
baru 35% pekerjaan pemugaran (pembangunan kembali), bisa
diselesaikan.
Labuah nan Gadang
Ceritera dari mulut ke mulut ada, tapi mencari bentuk istana
yang sesungguhnya sulit. Karena ketika istana yang terbuat dari
kayu dan ijuk dibumihanguskan oleh Tuanku Lelo, tidak ada
catatan apapun yang bisa menuntun pembangunan kembali Istana
Pagarruyung.
Padahal sejak tahun 60-an, banyak orang dari Negeri Sembilan
(Malaysia) datang berkunjung ke Pagarruyung dengan niat untuk
melihat petilasan moyang mereka. Tetapi yang mereka dapati hanya
prasasti, keris, dan patung. Rencana untuk menghidupkan kembali
Istana Pagarruyung baru bisa terlihat pada 1976.
Bagaimana mencari bentuk yang asli? Panitia pembangunan terpaksa
pergi ke Negeri Sembilan di mana kini bersemayam Yang Dipertuan
Besar Tuanku Jakfar. Pada 1890 keturunan keluarga Kerajaan
'Pagarruyung pernah mencoba mendirikan istana baru di Balai
Janggo. Tetapi tahun 1961 istana tersebut dimakan api dan sekali
lagi ludeslah rumah adat bergonjong tersebut.
Copy istana Pagarruyung yang kini tengah dirampungkan mempunyai
11 buah gonjong dengan luas bangunan 576 mÿFD dan luas lantai
keseluruhan (dengan pelataran) 1.100 mÿFD. Tiang bangunan utama
72 buah.
Lantai pertama mempunyai 9 ruang diberi nama Labuah nan Gadang,
yaitu tempat upacara kerajaan. Lantai kedua terdiri dari 6 ruang
di anjung kanan dan kiri. Anjung Paranginan ini untuk tempat
tinggal raja dan keluarganya. Dahulu kala hanya para pelayan
istana saja yang boleh masuk ke bagian ini. Di lantai tiga baru
kita bertemu dengan mahligai, yang letaknya 24 meter dari
permukaan tanah. Bentuk asli istana, dulunya bertangga kayu.
Kini dengan beton.
Seluruh kompleks nantinya akan memakan areal 3 Ha, berikut
Rangkiang Patah Sembilan yang dulu adalah gudang beras milik
kerajaan. Nantinya istana beratap ijuk ini akan dijadikan museum
terbuka. Padang Siminyak mempunyai pemandangan yang indah dan
berhawa sejuk.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini