Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tidak jelasnya alasan perubahan nama mengindikasikan tidak jelasnya visi dan misi departemen. Kurangnya pemahaman akan ruang lingkup tugas dan fungsi dapat juga menyebabkan sebuah nama menjadi tidak berarti apa-apa. Pernyataan spontan dan jujur Ir. Sarwono pada awal penugasannya mengindikasikan hal itu. Sarwono mengaku masih buta terhadap bidang tugasnya. Apakah pernyataan itu sungguh-sungguh atau sekadar basa-basi menarik simpati? Kalau sungguh-sungguh, ia akan berusaha sekuat tenaga untuk bertanya ke sana-kemari. Bila sudah berusaha tapi tetap masih buta, itu berarti ia tidak mampu dan dengan jiwa besar mengundurkan diri. Hal sebaliknya akan terjadi bila pernyataan itu hanya sekadar basa-basi. Tidak berusaha menjadi melek, tapi jalan terus seakan sudah menguasai semua masalah. Tabrak sana-sini; yang penting, status menteri tetap di tangan.
Kata Eksplorasi Laut mempunyai makna yang sangat luas, melebihi luas lautan itu sendiri. Aspek kelautan yang begitu dimensional dan heterogen tidak mungkin ditangani oleh sebuah departemen, walau dengan seorang supermenteri sekalipun. Lima direktorat jenderal (ditjen) yang menjadi tumpuan departemen ini menunjukkan ambisi besar para penggagasnya. Ambisi itu tercermin dalam Direktorat Jenderal Pengembangan Kapasitas dan Kelembagaan. Melihat aspek kelautan yang begitu banyak dan majemuk, ditjen ini berambisi merekayasa pengembangan kapasitas lembaga yang sudah ada hingga di luar batas kapasitas sebuah departemen atau ditjen.
Empat ditjen lainnya mencerminkan kerancuan dan ambisi yang sama. Ditjen Penyerasian Eksplorasi dan Riset, misalnya, mempunyai ambisi besar untuk menyerasikan semua riset dan eksplorasi kelautan yang ada di Indonesia. Pemain baru menyerasikan para pemain lama? Kalaupun akan menyerasikan semua riset dan eksplorasi kelautan, ada lembaga yang lebih berkompeten seperti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Ditjen Pesisir Pantai dan Pulau-Pulau Kecil tak kalah rancunya. Munculnya ditjen ini lebih merupakan hasil sebuah mimpi. Konon, Sarwono melihat, ”Titik buta masalah kelautan terdapat di pesisir pantai dan pulau-pulau kecil.” Ini sebuah pernyataan yang sangat tepat tapi tidak pas dijadikan alasan membentuk sebuah ditjen.
Masalah kelautan pada hakikatnya adalah masalah manusia atau kemanusiaan. Para pelaut berlayar dari satu tempat ke tempat lain dan akhirnya kembali ke pangkalan juga. Nelayan menangkap ikan, di bagian laut mana pun, akhirnya mendarat di kampung halaman (pantai sendiri) juga. Jadi, titik butanya pesisir pantai adalah titik butanya perikanan dan/atau pelayaran. Tapi, untuk masalah pelayaran/pelaut sudah ada Ditjen Perhubungan Laut, dan untuk masalah perikanan/nelayan sudah ada Ditjen Perikanan. Dengan demikian, tidak diperlukan lembaga seperti Ditjen Pesisir Pantai dan Pulau-Pulau Kecil. Adanya ditjen ini hanya akan ngerusuhi pekerjaan ditjen lain.
Ditjen Pengawasan dan Perlindungan pun berkesan mengada-ada. Pengawasan sudah ditangani Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla), sedangkan upaya melindungi semua aspek kelautan tidak mungkin ditangani oleh sebuah lembaga setingkat direktorat.
Materi pembicaraan dalam seminar kelautan selama ini umumnya didominasi oleh paparan tentang potensi sumber daya perikanan. Pernyataan seperti ”laut yang kaya dan subur dengan potensi bagaikan macan tidur”, ”potensi lestari sumber daya ikan yang besar dengan tingkat eksploitasi yang masih rendah”, dan ”penjarahan ikan yang terus merajalela dengan nilai yang melebihi nilai ekspor” sudah merupakan bumbu utama hidangan pers. Perbedaan data antarpejabat dibiarkan begitu saja tanpa koreksi.
Ternyata yang namanya Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan itu sebenarnya hanya berbicara tentang perikanan. Sedikit saja keluar dari perikanan, pasti akan menyerempet tetangga. Ambisi besar menjadi sebuah superdepartemen tidak perlu dikembangkan. Aspek perikanan saja sudah sangat memadai untuk dikelola oleh sebuah departemen.
P. SITOMPUL
Jalan Tawes Dalam 3, Kompleks AUP/STP
Jakarta 12520
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo