Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

prelude

Surat

TERDAPAT foto di artikel majalah Tempo edisi 19-25 Maret 2018 berjudul "Bala Bantuan dari Luar Partai"

25 Maret 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hak Jawab PROJO

TERDAPAT foto di artikel majalah Tempo edisi 19-25 Maret 2018 berjudul "Bala Bantuan dari Luar Partai", kami, Ketua Bidang Hukum dan Konstitusi Dewan Pimpinan Pusat PROJO, menyampaikan sebagai berikut:
1. Kami berterima kasih atas pemberitaan majalah Tempo edisi 19-25 Maret 2018 mengenai aktivitas PROJO dalam menyemarakkan Piala Dunia 2018 tersebut.
2. Kami keberatan terhadap pemuatan gambar/foto dalam berita tersebut karena seolah-olah foto/gambar itu adalah lambang resmi PROJO. Padahal lambang dan logo resmi PROJO sudah diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga hasil kongres I pada 23 Agustus 2014.
3. Lambang dan logo PROJO sebagaimana diatur dalam AD/ART telah pula didaftarkan di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagai merek/logo PROJO dan telah diterbitkan Sertifikat Merek IDM000602587 tanggal 5 Desember 2017.
4. Bahwa nama resmi organisasi adalah PROJO dan berbadan hukum sesuai dengan SK Kementerian Hukum dan HAM Nomor AHU-00483.60.10.2014.

Silas Dutu
Ketua Bidang Hukum dan Konstitusi DPP PROJO

Susahnya Mengurus SKCK

SAYA tinggal di Bogor, Jawa Barat, dengan kartu tanda penduduk Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Karena ada urusan pekerjaan yang mewajibkan lampiran surat keterangan catatan kepolisian (SKCK), saya mencoba mengurusnya tanpa harus pulang kampung ke Kecamatan Ngadiluwih, Kabupaten Kediri.

Ketika saya mengakses web skck.polri.go.id, syarat yang diminta tanpa perlu pengantar dari rukun tetangga/rukun warga. Namun di sana disyaratkan untuk melampirkan rumus sidik jari. Akhirnya saya mengurus rumus sidik jari di Kepolisian Resor Bogor dan berhasil mendapatkannya. Setelah itu, saya isi lengkap formulir di web skck.polri.go.id dan mengirimkan salinan soft copy ke adik saya yang ada di kampung. Dari web itu pula saya mendapat informasi bahwa SKCK yang dibuat tidak perlu dari polres (kepolisian tingkat kabupaten/kota), tapi cukup di kepolisian sektor (kepolisian tingkat kecamatan).

Awalnya saya optimistis kepengurusan akan kelar dalam satu hari. Nyatanya tidak. Saat saudara saya pergi ke Polsek Ngadiluwih dengan semua berkas yang dibutuhkan berdasarkan web, petugas menolak dengan alasan tidak dilampiri surat pengantar dari ketua RT, ketua RW, desa, dan kecamatan. Nanti, setelah selesai di Polsek Ngadiluwih, mesti ke Polres Kabupaten Kediri di Pare, yang jaraknya lebih dari 25 kilometer.

Saudara saya yang tinggal di Kota Kediri tentu sangat kerepotan bila harus mengurus dari awal, dari RT hingga Kecamatan Ngadiluwih yang berada di kabupaten. Berdasarkan pengalaman, sangat jarang urusan di Kecamatan Ngadiluwih bisa selesai dalam satu hari.

Saya kecewa sekaligus heran: mengapa SOP pembuatan SKCK berbeda antara daerah yang satu dan daerah lain, antara web resmi dan kondisi lapangan? Saudara saya membuat SKCK di lingkup Kota Kediri juga tak sesulit seperti di Kabupaten Kediri. Saya baca pengalaman orang di jejaring sosial, saat membuat SKCK, mereka ada yang perlu membuat surat pengantar dan ada juga yang tidak perlu.

Di sisi lain, kepolisian tidak bisa beradaptasi dengan sistem open data yang semestinya cukup diselesaikan menggunakan e-KTP. Saya menunggu pihak kepolisian untuk memberi solusi atas apa yang saya alami dan mungkin dialami warga Indonesia yang lain.Semoga surat ini menjadi evaluasi dan perbaikan bagi sistem di kepolisian. Terima kasih.

Sundari
Warga Sukaraja, Kabupaten Bogor


Ralat
1. Di majalah Tempo edisi 19-25 Maret 2018 di rubrik Inovasi halaman 16 tertulis: "Muslim Dharmawan, pengajar di Fakultas Teknik Mesin Universitas Gadjah Mada...". Seharusnya ditulis "Muslim Mahardika, pengajar di Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada". Mohon maaf atas kesalahan ini.
2. Di edisi yang sama, terdapat kutipan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang tak utuh di halaman 12. Kutipan itu yang lengkap adalah, "Menurut saya, yang disampaikan Kemenpan (Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara) bahwa itu adalah hoaks, ya memang begitu."
3. Di halaman 25 dalam artikel "Akrobat Lahan Raja Sawit", terdapat penyebutan yang tak lengkap, yakni "58 ribu hektare di hutan produksi, 3.095 hektare di hutan produksi…". Seharusnya "58 ribu hektare di hutan produksi konversi, 3.095 hektare di hutan produksi terbatas…".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus