Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Pembaca

Surat

SAYA adalah seorang mahasiswa di Bandung. Sebagai pelaku usaha yang memanfaatkan jasa media online, tentu saya tak asing dengan mal online atau situs belanja online.

7 Januari 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kecewa Tokopedia

SAYA adalah seorang mahasiswa di Bandung. Sebagai pelaku usaha yang memanfaatkan jasa media online, tentu saya tak asing dengan mal online atau situs belanja online. Salah satu situs belanja online terbesar adalah Tokopedia.

Saya mengalami kejadian yang kurang menyenangkan dengan situs tersebut. Peristiwa bermula pada 15 Oktober 2017. Saat itu saya memesan produk pemutih badan. Setelah membayar tagihan, keesokan harinya saya menerima notifikasi bahwa produk yang saya pesan dibatalkan penjual karena stoknya masih kosong.

Otomatis uang saya masuk ke TokoCash. Sedangkan nomor telepon seluler yang saya gunakan untuk TokoCash itu SIM card-nya sudah hilang. Saya mencoba menghubungi pihak customer service Tokopedia. Mereka menyarankan saya mendatangi layanan provider kartu telepon saya yang hilang tadi.

Karena nomor ponsel saya yang hilang itu adalah nomor Indosat, saya mendatangi Galeri Indosat. Namun customer service mengatakan nomor telepon yang pernah saya gunakan itu kini dipakai orang lain. Pihak Indosat menyatakan tak bisa membantu. Saya kemudian menghubungi CS Tokopedia lagi. Lagi-lagi saya diminta mendatangi Indosat. Padahal saya sudah menjelaskan bahwa nomor lama saya tak bisa diurus lagi.

Hingga Senin, 1 Januari 2018, keluhan saya ini belum juga terselesaikan. Saya meminta tolong kepada Tokopedia agar pelayanannya ditingkatkan dan mengembalikan saldo TokoCash saya.

Siti Rohmah
Mahasiswa, tinggal di Bandung

Bijak Menggunakan Media Sosial

BELAKANGAN ini banyak akun media sosial dilaporkan ke polisi dengan kasus pencemaran nama. Banyak juga di antara mereka yang digeruduk kelompok-kelompok yang mengklaim mewakili pihak yang merasa namanya dicemarkan. Tiap pekan selalu saja beredar foto yang berisi suasana penggerudukan dan screenshot status pencemaran nama di media sosial.

Masyarakat harus bijak menggunakan media sosial. Belajarlah mengkritik secara proporsional tanpa harus memaki dengan kata kasar. Jika ada pemuka agama yang terselip kata, misalnya, lebih baik diingatkan dengan cara yang patut. Tunjukkan bahwa kita semua adalah orang-orang yang menjunjung tinggi dan menerapkan norma-norma agama.

Tidak ada agama yang mengajarkan keburukan. Itu sebabnya, tak patut mencela satu agama. Apalagi menggunakan kata-kata bernada makian. Kita juga tak patut meninggikan agama sendiri dengan merendahkan agama lain.

Alangkah baiknya jika media sosial lebih banyak digunakan untuk membagi pengetahuan dan hiburan. Jika ingin mengkritik, lakukan di saluran yang tepat. Misalnya kritik yang disampaikan lewat jalur resmi semacam layanan pengaduan. Pada zaman sekarang ini, kita sulit membedakan kritik dengan cacian karena merasa di alam demokrasi yang sayangnya kebablasan.

A. Fauzi
Surabaya

Kampus UIN Sunan Gunung Djati Butuh Jembatan Penyeberangan

SAYA adalah mahasiswi Jurusan Filsafat Agama di Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati, Bandung. Selaku mahasiswi yang sering berjalan-jalan melewati sekitar kampus, saya mengalami keresahan saat menyeberang. Saya merasa waswas oleh para pengendara sepeda motor dan mobil yang melintas di sekitar kampus sampai Bundaran Cibiru dengan kecepatan yang tinggi.

Banyak mahasiswa mengeluhkan hal yang sama ketika menyeberang. Apalagi banyak angkutan umum yang berhenti di pinggir jalan sehingga membuat kemacetan. Situasi ini membuat kami lebih sulit menyeberang karena pejalan kaki dan para pengendara sama-sama tidak mau mengalah.

Saya berharap Pemerintah Kota Bandung dapat mengatasi masalah ini serta menertibkan para pengendara sepeda motor dan mobil. Mereka harus mengurangi kecepatan saat berkendara di sekitar lingkungan Kampus. Jika ini terjadi, para pejalan kaki dapat menyeberang dengan mudah tanpa merasa waswas.

Dengan rasa hormat, saya juga meminta pemerintah menegakkan kembali hak para pejalan kaki di sekitar lingkungan kampus UIN Sunan Gunung Djati agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. Pemerintah harus memiliki solusi terkait dengan penertiban kendaraan dan membuat mereka mengerti apa saja hak dalam berkendara, apalagi saat di dalam area kampus. Mereka harus selalu mematuhi rambu-rambu lalu lintas.

Nur Fauziyah
Mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati, Bandung

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus