Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Pembaca

surat

Solusi Sengketa Cantrang

12 November 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Solusi Sengketa Cantrang

SUASANA gerah terasa antara Kementerian Kelautan dan Perikanan dan kebanyakan nelayan pantai utara Jawa hari-hari belakangan ini. Dengan maksud melestarikan sumber daya perikanan, Menteri Kelautan melarang penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela dan pukat tarik, termasuk cantrang. Alat penangkapan ikan jenis ini paling banyak digunakan nelayan. Dengan modal relatif rendah, hasil tangkap cantrang terhitung paling lumayan. Bila pelarangan cantrang dilaksanakan, tingkat pengangguran yang ditimbulkan akan tinggi. Ada juga efek terhadap kemiskinan dan banyak industri hilir yang kekurangan bahan baku.

Sebagai solusi, Kementerian Kelautan sudah mengajak perbankan menyediakan pinjaman modal serta memberikan bantuan alat pengganti. Namun ternyata hal ini tidak efektif, bahkan tidak terlaksana. Ada solusi dengan mengalihkan lokasi penangkapan ikan ke Indonesia timur. Tapi nelayan kesulitan memperoleh pasar atau penampung hasil tangkapnya. Untuk sementara, Presiden Joko Widodo membuat keputusan penundaan pelaksanaan pelarangan tersebut sampai akhir 2017.

Nelayan pengguna cantrang berkeras bahwa alat ini tidak merusak lingkungan dan berbeda dengan trawl. Cantrang yang dulu ditarik manual di pantai kini memang ditarik kapal sehingga mirip trawl atau pukat harimau. Walau sama-sama di perairan bawah laut, konstruksi dan cara kerjanya berbeda dengan trawl sehingga dampaknya tidak "seganas" trawl.

Solusi alternatif lainnya harus dicari untuk menghindari derita banyak nelayan dan keluarganya. Solusi itu juga tidak boleh mengabaikan pelestarian sumber daya perairan. Pemerintah dapat segera mengambil langkah konkret yang bisa diterapkan. Kementerian Koordinator Kemaritiman, sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, bisa menyelenggarakan kajian independen melalui tim lintas instansi, seperti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia; Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi; perguruan tinggi; Kementerian Kelautan; pemerintah daerah; serta organisasi profesi- dengan jumlah personel tidak lebih dari sepuluh orang dalam waktu hingga menjelang akhir 2017.

Tim kajian bertugas mengkonfirmasi sejauh mana efek negatif cantrang, ekses ekonomi pelarangan cantrang, serta alternatif solusi yang harus diterapkan. Pilihan pemecahan masalah melalui pengaturan- bukan pelarangan yang seperti sebelumnya- bisa segera diteliti. Bisa dengan mengurangi jumlah kapal lewat pembatasan berdasarkan tonase atau jadwal penangkapan ikan bergiliran dengan memberi warna berbeda pada kapal. Hal ini untuk mempermudah kontrol. Cara lain adalah mengatur batasan mata jaring dan panjang tali penarik. Namun ini semua bisa terlaksana dengan baik apabila pemerintah dan nelayan bersedia duduk bersama.

Soen’an Hadi Poernomo
Pasar Minggu, Jakarta Selatan


Tim Independen untuk Novel Baswedan

TUJUH bulan sudah Kepolisian Republik Indonesia menyelidiki teror terhadap Novel Baswedan, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi. Hingga saat ini, polisi tak kunjung menangkap pelaku yang menyiram Novel dengan air keras- mengakibatkan matanya cacat. Yang saya amati, seharusnya polisi bisa dengan mudah menciduk pelaku, bahkan mengungkap siapa dalang teror pada April lalu itu. Sebab, semua bukti, di antaranya rekaman kamera closed-circuit television (CCTV) di tempat kejadian perkara, memberikan gambaran jelas siapa penerornya.

Harapan sempat ada karena polisi menangkap orang yang diduga penyiram air keras terhadap Novel. Tapi polisi melepasnya begitu saja dengan dalih pada saat kejadian tak ada di lokasi. Hal inilah yang membuat saya geregetan kepada polisi. Karena itu, saya meminta Presiden Jokowi menyetujui pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta kasus Novel yang diusulkan para aktivis, jika memang masih punya komitmen terhadap masa depan pemberantasan korupsi di Indonesia.

Kuswandi
Jakarta Barat


RALAT

Dalam publikasi PT Asabri (Persero) di majalah Tempo edisi 6-12 November 2017, halaman 83, terdapat kesalahan penulisan jabatan di keterangan foto narasumber. Tertulis "Direkrut Utama Asabri", semestinya "Direktur Utama PT Asabri (Persero)". Mohon maaf atas kekeliruan ini. Terima kasih.

Tim Info Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus