Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Soal Bela Negara
BARU-baru ini pemerintah mencanangkan program bela negara, yang mempunyai bentuk atau format wajib militer, dan bisa diambil kembali atau mengacu pada program Resimen Mahasiswa tapi sistem pelaksanaannya perlu pembaruan, sehingga tidak perlu lagi adanya kegiatan kemiliteran yang diikuti dengan adanya pos komando militer di lingkungan kampus.
Program tersebut dapat dilaksanakan dengan memberikan kesempatan kepada para mahasiswa berupa kegiatan kursus atau pendidikan dan latihan kemiliteran sebagai pengisi waktu selama liburan semester. Kurikulum pelatihannya juga disesuaikan dengan program pendidikan/akademik yang bersangkutan selama kuliah di kampus.
Mahasiswa kedokteran dilatih secara teori dan praktek untuk pelayanan kesehatan/medis di medan perang, seperti perawatan korban perang di dalam pesawat angkut militer, kapal perang, atau di barak /rumah sakit darurat di tengah hutan.
- Mahasiswa jurusan teknik nuklir/fisika nuklir memperoleh pelatihan mengenai prinsip tindakan penanggulangan radiasi (proteksi radiasi) pada saat ledakan bom nuklir/atom (nuclear warfare) atau pengendalian/penanggulangan kecelakaan/kebocoran instalasi nuklir (nuclear installation disaster preventif and control).
- Mahasiswa biologi dan kimia lebih difokuskan pada pelatihan penanganan dan penanggulangan infeksi yang diakibatkan oleh serangan senjata kuman atau virus (biochemical warfare).
- Mahasiswa teknik elektro (arus kuat/arus lemah) dilatih untuk penanganan atau pengendalian perang elektronik (electronic warfare), seperti penyadapan/anti-penyadapan komunikasi atau communication system jamming and re-con/electronic counter measure.
- Mahasiswa jurusan matematika atau komputer pelatihan diarahkan pada rekayasa perangkat lunak untuk simulasi perang udara darat/laut/udara (land, sea and air battle simulation), pemecahan kode enkripsi, dan Internet hacking.
- Mahasiswa jurusan geografi, teknik geologi, atau geodesi memperoleh pelatihan survei, analisis, dan pemetaan medan perang tak hanya membuat peta strategi, tapi juga meneliti struktur kerapatan/kepadatan tanah (soil structure) untuk memastikan dapat dilalui kendaraan berat militer.
Sudah selayaknya personel militer tak hanya dibekali fisik dan mental yang kuat, tapi juga pengetahuan kompeten mengingat strategi perang di zaman sekarang yang cenderung menggunakan kecanggihan sains dan teknologi. Para personel tersebut bukan lagi sebagai prajurit/tentara (private), melainkan menjadi specialist atau expert yang bekerja untuk mendukung strategi pertahanan dan keamanan.
Alvano Yulian
Badan Tenaga Nuklir Nasional Pusat Rekayasa dan Fasilitas Nuklir
Soal LGBT
SEJAK pernyataan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi yang menuding kelompok lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) tidak bermoral dan tidak layak masuk kampus, isu LGBT menjadi topik yang menarik perhatian. Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, sebagai pejabat publik, telah melalaikan kewajibannya sesuai dengan Pasal 31 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Dasar 1945 mengenai kewajiban negara dalam pemenuhan hak pendidikan bagi seluruh warga negara.
Beberapa jam kemudian, netizen dikejutkan oleh munculnya akun @gaykids_botplg di Twitter. Dalam sekejap, gugatan kelompok LGBT atas hak pendidikan ditenggelamkan akun yang memuat konten pornografi anak tersebut. Alih-alih gugatannya didengar, kelompok LGBT dituding sebagai pencipta akun tersebut dan predator anak.
Sekretaris Jenderal Komisi Perlindungan Anak Indonesia Erlinda telah meminta aparat penegak hukum melakukan penyelidikan terhadap akun tersebut. Namun, sangat disayangkan, hasil investigasi mengenai keberadaan pemilik akun tersebut tidak pernah diumumkan kepada publik. Padahal hasil investigasi tersebut diharapkan dapat membantu menjernihkan persoalan sesuai dengan porsi masing-masing.
Mengapa kejernihan dalam menilai kasus per kasus menjadi sangat penting? Sebab, hanya dengan memasang foto tersebut di media sosial, si pemilik akun sebenarnya langsung dapat dikenai pasal berlapis, yaitu Pasal 282 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengenai kejahatan terhadap kesusilaan serta Pasal 27 ayat 1 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (Nomor 11 Tahun 2008) mengenai muatan yang melanggar kesusilaan.
Dalam konteks inilah peran media dalam membangun pemikiran kritis publik sangat diperlukan. Kurangnya pemahaman awak media dalam membedakan yang mana perilaku seksual dan orientasi seksual akhirnya membuat media cenderung menyamakan dua tindakan dari tiga kasus yang berbeda di atas hanya pada satu orientasi seksual.
Tindakan intoleransi yang dilakukan sekelompok orang ini berimplikasi pada dua hal. Pertama, sengaja menimbulkan keresahan dan rasa tidak aman masyarakat. Kedua, sengaja menebarkan bibit saling curiga dan kebencian antarwarga negara. Jika aksi intoleransi ini tidak segera diantisipasi aparat negara, tudingan bahwa LGBT mengancam ketahanan negara seolah-olah memperoleh legitimasi. Kondisi inilah yang diharapkan kelompok-kelompok intoleransi.
Lily Sugianto Wijaya
Kemayoran, Jakarta Pusat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo