Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Di Balik Biara Shaolin

Pendekar Shaolin mengungkap rutinitas harian. Meditasi adalah kunci.

29 Februari 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Senyap. Pria-pria botak berkostum oranye seperti Goku Dragon Ball duduk bersila di atas panggung dalam barisan rapi. Asap yang mengepung panggung memberi kesan mereka sedang berada di atas awan. Terdengar ketukan ritmis. Para biksu Shaolin itu tenggelam dalam meditasi.

Ketukan makin cepat. Para pendekar terjaga dari pertapaannya. Meditasi memberi mereka energi. Hap, hap, ciaat.... Mereka kini jumpalitan, dengan lincah menendang dan mengayunkan pukulan. Dari biksu Shaolin yang damai dan tenang, mereka menjadi garang dan penuh kekuatan.

Sebanyak 20 pendekar Shaolin itu memamerkan keahlian kungfu mereka di panggung Ciputra Artpreneur, Jakarta Selatan, sepanjang akhir pekan lalu. Mereka datang di bawah bendera China Performing Arts Agency (CPAA) untuk tampil dalam pertunjukan teatrikal Shaolin Warriors berjudul The First Live on Stage Kung Fu Spectacular.

Pertunjukan ini tak melulu soal atraksi teknik kungfu Shaolin. Sepanjang 105 menit, penonton disuguhi rutinitas harian para pendekar hingga akhirnya dapat menguasai teknik bela diri yang mumpuni. "Kami menceritakan bagaimana kungfu Shaolin bermula dengan mengikuti perjalanan seorang anak yang belajar ilmu bela diri di sebuah biara," kata Company Manager CPAA Productions, Xing Rong Hu, melalui penerjemah.

Para murid di biara memulai hari sangat dini dengan meditasi. Di samping itu, mereka tetap melakukan kegiatan sehari-hari, seperti menyapu, mencuci baju, dan memasak. Tentu semuanya dibalut dengan gaya kungfu. Misalnya saat hendak memotong kubis, alih-alih pakai talenan, seorang pendekar justru menggunakan perut sendiri sebagai alas.

Teknik awal yang harus dikuasai seorang pendekar Shaolin adalah disiplin diri dan kesabaran melalui meditasi. Selanjutnya, teknik yang lebih sulit pun dipelajari. Dimulai dengan teknik tangan kosong, meniru gerakan bertarung hewan-hewan di hutan, menjadikan alat keseharian seperti kuali dan sapu sebagai senjata, hingga akhirnya bertarung dengan senjata tradisional sesungguhnya. Penonton kerap dibuat menahan napas oleh peragaan jurus-jurus yang memicu adrenalin.

Namun puncak dari keahlian seorang pendekar Shaolin bukanlah keterampilan bertarung. Tingkat tertinggi adalah kemampuan menguasai diri yang membentuk kekebalan tubuh. Lihat bagaimana tubuh para pendekar itu tak mempan ditebas pedang. Mereka juga santai memukulkan bilah besi ke kepala hingga pecah berkeping. Atau berbaring di atas paku-paku sambil ditimpa beton tebal.

Shaolin berkembang di Negeri Tirai Bambu sejak 525 tahun sebelum Masehi. Bodi Dharma dari India tiba di Gunung Shaosi, yang belakangan menjadi Provinsi Henan, dan di sana memutuskan mendirikan kuil. Kuil ini kemudian menjadi markas penganut Buddha yang terkenal ke seluruh dunia. Ajaran Buddha yang tak mengenal kekerasan membentuk aliran bela diri yang digunakan untuk pertahanan dan penguasaan diri.

Para pemain Shaolin Warriors bukanlah biksu Shaolin yang hidup di biara. Mereka adalah performer profesional di bawah China Arts and Entertainment Group, perusahaan terbesar di Cina dalam bidang pertunjukan dan pameran seni. Walau begitu, mereka telah melalui latihan keras sejak usia muda.

Xing menuturkan, para pemain dikumpulkan dari seluruh negeri. Sebagian adalah siswa di sekolah bela diri di Cina. Sebagian lagi memang pernah diajar langsung biksu Shaolin. Kesemuanya lalu berlatih bersama di Provinsi Shandong. Inilah kelompok elite yang akan mengenalkan tradisi Shaolin Cina ke seluruh dunia.

Sang Master Shifu, Deng You Feng, adalah pemenang kontes kungfu nasional. Deng sejak kecil sudah menjalani latihan kungfu dengan serius. "Dimulai sangat pagi dan baru berakhir pada malam hari. Tak banyak waktu untuk kegiatan lain," kata Deng. Bersama Shaolin Warriors, dia telah mampir ke puluhan negara, seperti Amerika Serikat, Australia, Selandia Baru, dan Inggris.

Dikerjakan secara profesional, panggung Shaolin Warriors menjadi atraksi yang mendebarkan sekaligus menghibur. Keterampilan bela diri tetap menjadi inti. Tapi paduan musik, pencahayaan, dan tata panggung menjadikan pertunjukan ini semakin menarik. Meskipun tak ada dialog, pemain mampu menyajikan penampilan yang interaktif.

Dari biara terpencil, Shaolin kini mengembara ke penjuru jagat. "Kami ingin meneruskan warisan kungfu ini dengan mengenalkannya ke lebih banyak orang," ujar Deng.

Moyang Kasih Dewimerdeka

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus