Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pimpinan Baru Tempo
Pembaca, ada yang baru dalam masthead majalah ini. Anda akan menemukan nama baru di pos Pemimpin Redaksi sejak edisi 4 November. Arif Zulkifli kini menempati posisi itu, menggantikan Wahyu Muryadi.
Pergantian ini merupakan salah satu bagian dari perubahan yang lebih luas di pucuk pimpinan redaksi Tempo Media Group. Wajah-wajah seperti dalam foto di halaman ini sesungguhnya tidak jauh berbeda dengan tiga tahun silam. Mereka bergeser atau bertukar tanggung jawab dengan yang lain.
Bukan berarti tak ada yang baru. Rotasi ini menandai tampilnya generasi pascabredel 1998, atau yang secara main-main kami sebut Generasi Proklamasi, merujuk pada lokasi kantor pertama kami. Di sana sejumlah anak muda direkrut bersama para jurnalis "diaspora" Tempo, wartawan majalah ini yang tersebar ke mana-mana saat Tempo dibekap rezim Soeharto pada 1994.
Dari Generasi Proklamasi tampil Arif Zulkifli, yang kini memimpin majalah Tempo dan Tempo English—majalah Tempo edisi Inggris. Pada usia 43 tahun, alumnus studi komunikasi Universitas Indonesia yang biasa kami sapa Azul ini merupakan pemimpin redaksi termuda kedua Tempo setelah Goenawan Mohamad, pendiri dan pemimpin redaksi pertama Tempo.
Arif pernah bekerja di Pusat Data dan Analisa Tempo pada 1993. Sempat melanglang ke tempat lain, dia kembali ke Tempo pada 1998. Beberapa tahun memimpin Desk Nasional, Azul kemudian menjadi Redaktur Eksekutif selama tiga tahun, sebelum berpindah ke kursi Pemimpin Redaksi. Peraih Elizabeth O'Neill Journalism Award dari pemerintah Australia pada 2010 ini juga anggota tim ahli penyusunan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang peran jurnalisme investigasi dalam pemberantasan korupsi.
Mendampingi Arif, sebagai Redaktur Eksekutif adalah Hermien Y. Kleden. Nona Flores ini pun wajah lama dalam tim eksekutif di newsroom kami. Dia pernah menjadi Wakil Redaktur Eksekutif, mendampingi Wahyu Muryadi pada 2007-2010, sebelum berpindah ke kursi Redaktur Eksekutif Tempo English. Di sana dia membantu Wakil Pemimpin Redaksi Tempo English Yuli Ismartono. Aktif sebagai wartawan majalah ini sejak 1980-an, Yuli memikul tanggung jawab yang sama dalam tim yang baru. Bersama Hermien, dia membantu Arif mengendalikan Tempo English.
Adapun Wahyu Muryadi, Pemimpin Redaksi Majalah Tempo sebelumnya, mendapat penugasan baru yang berat sekaligus menantang. Dia mengisi pos Pemimpin Redaksi Tempo TV sekaligus menjadi Direktur Produksi media baru ini. Jaringan lobi Wahyu yang luas dan solid, serta pengalaman panjangnya di media cetak, menjadi alasan kami mempercayai ÂWahyu membuka lahan baru Tempo Media Group.
Dari generasi prabredel 1994, selain Wahyu dan Yuli, ada Sri Malela Mahargasarie. Selain menjabat Wakil Direktur Produksi Grup Tempo dan Kepala Desain Korporat, mantan Direktur Kreatif Majalah Tempo ini kini mendapat tugas memimpin Grup Majalah Komunitas Tempo. Di antaranya Travelounge, yang gampang dijumpai di beberapa bandara.
Kami mempertahankan pimpinan rumpun koran dan Tempo online. Gendur Sudarsono tetap memimpin redaksi Koran Tempo, sekaligus Koran Tempo Minggu dan Koran Tempo Makassar. Gendur juga Ketua Dewan Eksekutif—yang sehari-hari memimpin perencanaan Tempo.
Gendur dibantu M. Taufiqurohman selaku Redaktur Eksekutif.Di tangan keduanya, kelompok koran Grup Tempo terus menggeliat. Pekan lalu, mereka meluncurkan Koran Tempo dengan desain baru yang lebih muda, lincah, tapi tetap berfokus pada persoalan korupsi dan advokasi kebijakan prorakyat.
Pucuk pimpinan media online kami pun tidak berubah. Daru Priyambodo masih memimpin Tempo.co, Tempo.co ÂEnglish, dan Tempo Digital, dibantu Burhan Solikhin sebagai Redaktur Eksekutif. Keduanya menjabat posisi ini sejak 2010. Mereka memimpin migrasi dari Tempo Interaktif—generasi pertama media online kami—ke Tempo.co. Di bawah kepemimpinan mereka pula, pada 1 April 2013 Tempo.co English lahir kembali dengan wajah baru. Kami berharap di tangan mereka outlet masa depan ini berkembang jauh lebih pesat.
Demikianlah, pembaca, kami berubah. Ini karena kami percaya bahwa perubahan merupakan gerak yang menandakan adanya kehidupan, serta gairah untuk bertahan dan menjadi lebih baik.
Hak Jawab Marzuki Alie
DALAM rubrik Opini "Suap Proyek Gedung DPR" di halaman 31 majalah Tempo edisi 11-17 November 2013 disebutkan Marzuki Alie diduga menerima suap sebesar Rp 250 juta. Pemberitaan tersebut sangat menohok dan membunuh karakter saya baik secara pribadi maupun selaku ketua lembaga negara.
1. Proyek gedung DPR dengan nilai Rp 1,8 triliun pada dasarnya tinggal ditender saja karena anggaran sudah ada, termasuk gambar dan rencana konstruksinya. Pembangunan gedung sepenuhnya kewenangan Sekretaris Jenderal DPR sebagai pengguna anggaran. Saya meyakini bahwa nilai gedung sangat tidak pantas dan tidak wajar.
2. Saya memanggil Sekretariat Jenderal DPR. Saya minta agar rencana gedung dievaluasi dan diturunkan nilainya. Kemudian dilaporkan turun menjadi Rp 1,5 triliun. Harga ini pun masih terlalu mahal.
3. Saya minta anggota staf Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto bernama Sumirat menghitung kembali biaya pembangunan gedung. Dilaporkan Sumirat, nilainya bisa turun menjadi Rp 1,1 triliun.
4. Saat rapat Badan Urusan Rumah Tangga (BURT), saya meminta proyek gedung DPR ditunda dan disosialisasi lagi ke publik. Wakil Ketua BURT komplain kepada saya. Mereka sudah mengadakan rapat berkali-kali sehingga saya tidak bisa seenaknya memutuskan menunda. Kata dia, BURT itu kolektif kolegial, bukan otoritas Ketua BURT. Saya jawab, silakan saja komplain ke Sekjen.
5. Satu fraksi datang kepada saya dengan membawa US$ 50 ribu dalam map (saya tidak melihatnya). Mereka memprotes karena menerima jatah terlalu kecil padahal mereka akan menggelar hajatan nasional. Menurut dia, pembagian uang itu atas perintah saya. Saya tanya info itu dari mana. Disebutkan dari salah satu Wakil Ketua BURT.
6. Saya panggil Wakil Ketua BURT itu. Saya maki-maki dan saya minta di-clear-kan bahwa saya tidak ada kaitan apa pun. Kalau mau nyolong, jangan bawa-bawa nama orang lain. Kalau tidak, akan saya buka. Walaupun saya tidak memegang buktinya karena US$ 50 ribu itu dibawa kembali fraksi tadi.
7. Saya juga mengumpulkan semua BUMN karya yang sudah mendaftar menjadi peserta tender di ruangan saya di DPR, termasuk Teuku Bagus dari PT Adhi Karya. Saya menasihati mereka untuk bekerja dengan baik, tidak melakukan markup. Dari pertemuan itu, saya berkesimpulan sudah ada skenario untuk memenangkan BUMN tertentu.
8. Dengan data tadi, saya menelepon Menteri BUMN Mustafa Abubakar untuk memecat direksi BUMN yang bagi-bagi duit. Tapi Menteri BUMN justru menugasi direksi itu dengan didampingi Deputi Konstruksi Kementerian BUMN menemui saya. Karena tidak ada kepentingannya, saya tidak mau ketemu.
9. Mahfud Suroso pernah datang mengenalkan diri sebagai sahabat dekat Anas Urbaningrum. Pada saat kasus Hambalang terkuak, saya baru mengetahui dia Direktur Utama PT Dutasari Citralaras. Tapi pertemuan itu tidak membicarakan gedung DPR, hanya menceritakan kedekatannya dengan Anas—lebih dekat dia daripada Nazaruddin.
10. Pertemuan dengan BUMN karya tersebut hanya satu kali di ruang rapat saya. Tidak ada pertemuan di luar itu, apalagi ketemu khusus dengan Adhi Karya seperti berita Tempo.
11. Laporan Sumirat terakhir, biaya proyek bisa ditekan lagi di bawah Rp 1 triliun. Kami, BURT, memanggil Menteri PU Djoko Kirmanto, menanyakan bagaimana mungkin proyek Rp 1,8 triliun bisa turun sampai di bawah Rp 1 triliun.
12. Itulah kronologi saya pasang badan berhadapan dengan beberapa teman BURT, digebuki rakyat karena dianggap ngotot mau membangun gedung baru. Saat ini saya dihadapkan dengan berita Tempo yang sangat menyakitkan. Saya yakin catatan nama saya menerima Rp 250 juta itu tidak salah, tapi siapa yang menjual nama saya itu yang harus diungkap. Dari cerita di atas saja, jelas ada yang menjual nama saya.
Marzuki Alie
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat
—Tanggapan Anda juga sudah dimuat dalam berita. -Redaksi
Klarifikasi Panda Nababan
Artikel berita majalah Tempo edisi 11-17 November 2013 di halaman 29 berjudul "Anggota DPR Korup Terima Pensiun" sangat memojokkan saya, di mana berita itu diturunkan tanpa ada konfirmasi dengan saya. Padahal Kode Etik Jurnalistik mewajibkan pemberitaan yang berimbang.
Saya sama sekali tidak pernah menerima satu sen pun uang pensiun, apalagi memprosesnya supaya mendapatkannya. Berpikir untuk itu pun tidak karena kasus korupsi yang dituduhkan kepada saya masih dalam proses peninjauan kembali ke Mahkamah Agung dan mantan pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi, M. Yasin, telah saya adukan ke Markas Besar Kepolisian RI atas fitnah yang dia lakukan terhadap saya. Kasus itu sendiri sekarang sedang diproses di Bareskrim Polri. Demikian klarifikasi dari saya.
Panda Nababan,
Golden Centrum, Jalan Majapahit Nomor 26, Blok O,
Jakarta Pusat 10160
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo