Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SABTU, 8 Mei 2021, kabar duka itu tiba. Direktur Utama PT Tempo Inti Media Tbk Toriq Hadad melepas napasnya yang terakhir. Ia menutup mata selamanya setelah sempat dirawat sepekan di rumah sakit dengan gangguan pada jantung, ginjal, dan paru-paru. Kami semua kehilangan figur pemimpin, mentor, dan teladan yang sulit tergantikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mungkin Anda masih ingat, dua bulan lalu Mas TH—demikian kami biasa menyapanya—hadir di kantor Tempo di Jalan Palmerah Barat 8, Jakarta, untuk merayakan ulang tahun ke-50 majalah ini. Disiarkan secara langsung di kanal media sosial Tempo, Toriq berpidato tentang misi kami membuat Indonesia lebih baik. “Jika ada satu saja karya jurnalistik kami yang menginspirasi perubahan, kami sudah sangat berbangga,” katanya ketika itu. Dia sadar bahwa pemberitaan Tempo tak selalu menyenangkan semua pihak. Tapi tak apa-apa karena semua berakar pada niat merawat negeri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kesadaran itulah yang selalu ditanamkan Toriq kepada semua wartawan Tempo. Buat kami di redaksi, pesannya yang selalu terngiang adalah pentingnya setiap liputan menyampaikan informasi yang akurat dan lengkap, sedekat dan seutuh mungkin mewakili kenyataan. Dia bisa naik pitam jika ada sumber kunci yang gagal diwawancarai karena itu berarti ada satu keping cerita yang tak tersampaikan kepada publik. Misi utama jurnalisme bagi Toriq adalah sebagai penyampai informasi yang sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya.
Bagi Toriq, integritas adalah segalanya. Di Tempo, kami semua belajar mengenai transparansi dan akuntabilitas, soal pentingnya menghindari konflik kepentingan, dan menolak suap dalam bentuk apa pun. Tapi penghayatan Toriq atas nilai-nilai itu di atas rata-rata. Menurut dia, harga diri seorang wartawan ada pada independensinya. Toriq kerap berbagi cerita tentang pengalamannya menolak sogokan dan bujuk rayu dari sumber berita, agar jadi teladan untuk awak redaksi yang lebih muda.
Pada banyak kesempatan, Toriq juga menekankan pentingnya Tempo membangun dan menjaga relasi yang baik dengan khalayak ramai. “Mendapat dukungan pembaca adalah kebanggaan,” ujarnya. Setiap pembaca yang membeli eceran atau berlangganan secara berkala adalah kepercayaan yang harus dijaga. Hanya mereka yang percaya kepada kualitas pemberitaan sebuah media yang bersedia merogoh koceknya untuk keberlangsungan media itu. Pesan tersebut sangat relevan saat ini, seiring dengan tren banyak media digital yang mulai serius menggarap alternatif pendapatan dari pembaca (readers’ revenue).
Toriq memang memulai transformasi digital di Tempo. Sejak awal, karier jurnalistiknya tak bisa dipisahkan dari Internet. Dialah yang memulai situs berita pertama di Indonesia, Tempointeraktif.com, ketika majalah ini dibredel rezim Orde Baru pada 21 Juni 1994. Sebagai Direktur Utama Tempo, dia mendorong digitalisasi di semua aspek manajemen, dari pencatatan keuangan secara real time hingga penilaian prestasi karyawan. Dia selalu mencari dan mengembangkan inovasi baru yang bisa membuat Tempo selamat dari disrupsi digital.
Kami akan selalu ingat pesan terakhir Toriq ketika menutup pidatonya pada peringatan 50 tahun majalah Tempo. Dengan senyum tipis, dia menyitir sajak pujangga besar Chairil Anwar, “Di usia ini, kami masih terlalu muda, karena kami masih ingin hidup seribu tahun lagi.” Cita-cita besar itu kini ia wariskan kepada kami semua yang menangisi kepergiannya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo