Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pribumi dan Perdebatan Mubazir
PENYEBUTAN "pribumi" dalam pidato Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menurut saya tidak perlu didebatkan. Kata "pribumi" adalah alih bahasa dari bahasa Belanda, inlander. Artinya adalah penduduk asli yang tidak diakui sebagai warga negara oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda.
Kala itu, berdasarkan ketentuan dalam Gelijkgestelde (LN 1907-205), yang diakui sebagai warga negara ada 3 golongan:
1. European, yakni warga Eropa.
2. Vreemde Osterlingen, yaitu orang timur asing, seperti Arab, Cina, Jepang, dan India.
3. Vreemdeling, yaitu orang asing yang bukan berdarah Belanda.
Sedangkan golongan pribumi (inlander) baru diakui atau menjadi warga negara bila permohonannya bergabung dengan salah satu golongan di atas dikabulkan.
Pertanyaan kemudian bermunculan. Mengapa Gubernur Jakarta terpilih menggunakan kata pribumi dalam pidatonya? Maklum, nenek moyang beliau sejak zaman penjajahan Belanda sudah menjadi warga negara kelompok Vreemde Osterlingen, yang tidak termasuk golongan pribumi.
Pemerintah kolonial Belanda juga sudah memperlakukan dan menganggap golongan pribumi sangat jelas. Hal ini terlihat dengan adanya papan-papan pengumuman di ruang publik, seperti di kolam renang dan gedung tempat pertemuan para pejabat pegawai pribumi (ambtenaar) bersantai. Selalu ada papan pengumuman mencolok bertulisan "VERBODEN VOOR HONDEN EN INLANDERS" di sana. Secara harfiah, tulisan itu berarti "dilarang untuk anjing-anjing dan pribumi".
F.S. Hartono
Sleman, Yogyakarta
Pencurian Pulsa Lewat SMS?
Nomor telepon seluler saya (08788589xxxx) sering mendapat kiriman pesan pendek (SMS) liar yang menawarkan iklan, dan di antaranya bisa datang lebih dari sekali dalam satu hari. Sejak awal, saya sudah curiga di antara SMS tersebut ada yang merupakan modus pencuri pulsa.
Ternyata pulsa saya memang sering berkurang setelah menerima SMS itu. Setelah saya selidiki, ternyata SMS dari nomor 96000, 99577, dan 99575 diduga mencuri pulsa saya. Beberapa pencurian pulsa yang saya catat terjadi pada waktu-waktu sebagai berikut:
1. Nomor 96000 mengirim SMS pada 27 Oktober 2017, pukul 06.05. Lalu pada 30 Oktober 2017, pukul 06.09, kemudian pada 1 November 2017, pukul 06.27. Setiap kali SMS dari nomor itu diterima, saya kehilangan pulsa sebesar Rp 3.000.
2. Nomor 99577 mengirim SMS pada 31 Oktober 2017, pukul 13.17. SMS tersebut diduga mencuri pulsa saya sebesar Rp 2.000.
3. Nomor 99575 mengirim SMS pada 1 November 2017, pukul 01.23. SMS tersebut diduga mencuri pulsa saya sebesar Rp 2.000.
Sampai saat ini, SMS pencurian pulsa itu masih datang. Kejadian ini sudah tentu sangat merugikan orang banyak dan merupakan pelanggaran hukum. Saya mengimbau pemerintah, khususnya kepolisian serta Kementerian Komunikasi dan Informatika, untuk menindak para pencuri pulsa itu.
Khusus kepada pihak yang telah mencuri pulsa, saya memprotes dan menuntut pulsa saya dikembalikan.
Hakim
Jakarta Selatan
Trotoar Bukan untuk Sepeda Motor
PEMERINTAH DKI Jakarta setahun belakangan getol merenovasi dan mempercantik trotoar di berbagai wilayah. Pembangunan dan perbaikannya hingga kini masih berlangsung di mana-mana. Sayangnya, perilaku norak pengemudi sepeda motor merusak fungsi trotoar itu.
Trotoar dibangun untuk pejalan kaki, bukan sepeda motor. Setiap terjadi kemacetan, sepeda motor tanpa rasa bersalah masuk dan kebut-kebutan di trotoar seperti dikejar setan. Mereka telah merampas ruang dan kenyamanan pejalan kaki. Belum lagi berebut dengan para pedagang kaki lima.
Pengendara sepeda motor ini entah kenapa tak merasa takut lagi. Beberapa hari belakangan ini, meski dijaga petugas Satuan Polisi Pamong Praja, trotoar di Jalan Dewi Sartika, Jakarta Timur, tetap diterobos pengemudi sepeda motor. Anggota Satpol PP yang jumlahnya hanya dua itu hanya bisa melihat "pemberontakan" para pengemudi.
Seharusnya trotoar itu dibuat seperti di Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat. Dalam jarak tertentu, trotoar itu diberi penghalang baja hingga tak bisa dilewati sepeda motor. Kini, akibat kelakuan buruk itu, banyak trotoar yang pecah dan ambles akibat dilalui sepeda motor. Bertobatlah.
M. Faisal
Pancoran, Jakarta Selatan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo