Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Pembaca

Surat Pembaca

19 Desember 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Prihatin Sektor Pertanian

SEBANYAK 62 persen petani yang ada saat ini berusia di atas 55 tahun, sementara anak muda hanya 12 persen. Banyak anak muda yang enggan mengikuti orang tuanya meneruskan menjadi petani, bahkan sebagian dari mereka malah gengsi menjadi petani. Mereka memilih bermigrasi ke kota-kota besar guna mendapatkan pekerjaan yang tak berhubungan dengan sawah.

Mengingat dari permasalahan tersebut dan semakin berkurangnya lahan pertanian di Indonesia dari tahun ke tahun, pertanyaan yang timbul adalah apa yang akan terjadi 30 tahun ke depan pada Indonesia bila berbagai permasalahan pertanian dan pengurangan lahan pertanian dibiarkan terus-menerus berlangsung. Sudah saatnya kita sebagai penerus bangsa mengubah persepsi bahwa pertanian itu tak seburuk yang dipikirkan, dengan kondisi tanah yang luas dan kaya kandungan unsur hara, apalagi ditambah iklim tropis yang mendukung untuk bertani.

Tapi, sayangnya, itu semua tidak sebanding dengan begitu banyaknya permasalahan pertanian di Indonesia saat ini. Dari hal ketersediaan pangan dalam jumlah besar dan berkualitas tinggi, daya saing produk pertanian dengan produk luar negeri, alih fungsi lahan yang berdampak pada menurunnya tingkat produksi, rendahnya kualitas dan kemampuan petani dalam akses teknologi, sampai, yang lebih parah lagi, generasi muda yang gengsi menjadi petani. Bahkan tak sedikit mahasiswa pertanian malah memilih bekerja di luar jurusannya. Mereka lebih tertarik bekerja menjadi pegawai negeri sipil atau pegawai kantoran yang lebih menjanjikan menurut mereka, baik dari segi finansial maupun fasilitas yang diberikan.

Untuk itu Indonesia perlu adanya daerah khusus buat berbagai sektor seperti pertanian, mengingat sudah semakin padatnya Pulau Jawa dan banyak sekali lahan pertanian yang berubah menjadi bangunan besar, seperti mal, hotel, dan perumahan. Jumlah lahan pertanian semakin hari semakin berkurang. Apa jadinya 30 tahun ke depan jika kita tidak mempersiapkan dari sekarang, sementara tak mungkin rasanya bisa mengembalikan bangunan-bangunan yang kokoh dan besar itu menjadi lahan untuk bertani seperti semula. Peran pemerintah untuk keberlangsungan pertanian di Indonesia sangat diperlukan. Selain itu, masyarakat harus bisa berkontribusi dengan baik.

Mila Luvita
Mahasiswa Universitas Widyatama, Bandung


Satu Model Pariwara

SAKING banyaknya media elektronik sekarang, bila mendapatkan sebuah informasi bagus dan akurat, kita sering lupa atau ragu akan sumbernya. Apakah itu dari channel stasiun televisi A, B, C, dan seterusnya. Ini dipengaruhi oleh cara atau pariwara/iklan yang ditayangkan rata-rata semuanya sama. Misalnya video/film iklan yang diputar di channel A sama dengan yang diputar di channel B, C, D, dan E. Pokoknya semua saluran televisi menayangkan iklan yang sama. Padahal ada iklan yang ditayangkan dengan selera rendahan atau dengan gaya konsumen yang dianggap bodoh, terheran-heran oleh keajaiban barang yang diiklankan.

Memang sejumlah stasiun televisi sudah menampakkan identitasnya. Ada yang mengkhususkan pada channel berita dan politik, saluran sinetron, channel lawak, dan saluran khusus film telenovela. Tapi iklan yang sama diputar di channel yang berbeda membuat kita sering salah secara lisan menyebutkan apakah kita mendapat info dari saluran stasiun TV A atau B.

Untuk itu, mungkin baiknya dibuat peraturan di setiap stasiun televisi bahwa tidak dianjurkan atau bolehlah dilarang memutar iklan yang sama dengan yang ditayangkan channel TV lain. Produk yang dijual boleh sama, tapi cerita atau cara mengiklankan produk tersebut harus berbeda.

Peraturan ini akan membuat para kreator atau penulis naskah iklan bekerja lebih banyak. Jika perlu, sebuah pariwara/iklan diberi batas waktu putar. Dibuat pula peraturan boleh memakai pariwara/iklan yang sama setelah enam bulan atau setahun jika belum mampu membuat yang baru.

Semoga saran ini bisa menambah lapangan kerja bagi orang-orang kreatif.

Salam dan terima kasih!

Pandu Syaiful
Pekanbaru

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus