Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kecewa BRI
DUA kali saya ke kantor BRI dalam sepekan dan dua kali pula saya gagal mengurus mobile banking. Pertama, ketika saya datang ke Kantor BRI Sudirman Park pada 31 Oktober 2016 sekitar pukul 12.52. Petugas keamanan mengatakan petugas untuk pelayanan mobile banking sedang beristirahat sehingga tidak ada yang melayani. Padahal saat itu saya melihat petugas customer service (CS) sedang duduk di meja depan dekat anjungan tunai mandiri (ATM) dan, di meja teller, saya lihat ada seorang karyawan lain. Pertanyaan saya, lha mengapa mereka duduk atau ada di sana tapi dibilang sedang beristirahat? Lalu petugas teller itu bilang, "Bisa ke cabang lain juga asalkan bawa buku dan ATM."
Kemudian pada Kamis, 3 November, saya menyempatkan diri mampir ke KCP Pasar Modern BSD City, yang kebetulan dekat rumah saya. Hari itu saya datang sekitar pukul 14.05. Tapi lagi-lagi saya batal membuat mobile banking karena, kata petugas keamanan, petugas CS BRI sedang beristirahat. Ia mengatakan jam istirahat di KCP Pasar Modern berbeda dengan yang lain, mulai pukul 13.00. Dan ia katakan pula jaringan Internet sedang rusak sehingga saya tidak mungkin bisa mengurus mobile banking.
Atas kejadian ini, saya sangat kecewa sebagai nasabah dan sekaligus sebagai warga negara. Bagaimana mungkin bank sebesar BRI tidak mengatur karyawannya agar nasabah yang sudah menyediakan waktu datang ke bank tidak pulang dengan sia-sia. Sedangkan di bank lain bisa diatur sedemikian rupa sehingga kapan pun (sesuai dengan jam pelayanan pukul 08.00-15.00) nasabah datang bisa dilayani. Lagi pula di pintu-pintu masuk kantor BRI tidak ada tulisan istirahat bank pukul 12-13 atau 13-14 sehingga tidak bisa melayani nasabah. Dan, seingat saya, BRI sudah punya satelit BRISat canggih yang baru-baru ini diluncurkan di Prancis. Mohon perhatian serius dari BRI sebagai bank pemerintah sekaligus bank terbesar di Tanah Air.
M.W. Silaban Tangerang Selatan, Banten
Koreksi Tanggapan Merpati Airlines
DALAM tanggapan Merpati di rubrik Surat untuk menanggapi surat Ni Sayu Kade Swastiningsih di majalah Tempo edisi 24-30 Oktober 2016 terdapat kekeliruan. Pada paragraf 4 tertulis: "Melalui Program P-5, semua pegawai ditawarkan solusi penyelesaian dengan konsep win-win, yaitu adanya kepastian bagi pegawai dan pembayaran kompensasi yang dinilai layak. Di dalam Program P-5 telah mencakup semua komponen hak antara lain kompensasi pesangon, pembayaran gaji tertunggak, dan pengambilan iuran Jamsostek."
Kata "pengambilan" seharusnya "pengembalian". Demikian agar tak terjadi kesalahan penafsiran atas tanggapan klien kami, PT Merpati Nusantara Airlines.
ADCO Attorney at Laws Kuasa hukum PT Merpati Nusantara Airlines (Persero)
Media Massa Kini
DALAM sebuah diskusi dengan pemimpin redaksi salah satu stasiun televisi, saya mengungkapkan kegelisahan dan dilematisnya menjadi penonton yang tak suka media massa mengedepankan kepentingan pemilik media. Sayang sekali, jawabannya tak memuaskan. Hanya "Kalau tidak suka, ya, tinggal ganti channel".
Dewan Pers, Komisi Penyiaran Indonesia, dan institusi lain yang menjadi penjaga dan pengawas bagi semua jenis media massa mainstream tengah berlawanan dengan kekuatan para tuan media yang berlidah manis untuk menjadi sumber informasi masyarakat tapi kerap menyisipkan bentuk frontal dari kepentingan pribadi, kelompok, dalam konteks pemberitaan, ataupun dalam segi iklan.
Miris rasanya ketika memprediksi media massa kini telah membabi-buta dalam menyebarkan informasi yang seolah-olah memenuhi kebutuhan informasi masyarakat tapi malah mencekoki masyarakat dengan informasi yang didesain hanya untuk kepentingan para tuan media.
Media massa kini layaknya boneka kayu yang digerakkan oleh pemilik modal untuk dijadikan alat perjuangan dirinya sendiri dan menutupinya dengan balutan media yang merendahkan telinganya untuk memenuhi kebutuhan informasi masyarakat.
Kepiluan yang seakan-akan merangsek dalam kalbu masyarakat yang terluluhlantakkan sehingga masyarakat tak menganggap kesalahan itu tetap kesalahan. Saya khawatir propaganda Nazi era Hitler yang menyatakan bahwa kebohongan yang diulang-ulang akan dianggap sebuah kebenaran dan dipercaya masyarakat sehingga kesalahan akan menjadi kebenaran itu terwujud dan ada di dunia media massa Indonesia.
Safarianshah Zulkarnaen Presiden Mahasiswa Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta
RALAT
DALAM rubrik Pokok Tokoh majalah Tempo edisi 14-20 November 2016 di halaman 113 terdapat kesalahan jabatan Elvyn G. Masassya. Di alinea 11 tertulis "Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan", seharusnya "Direktur Utama PT Pelindo II".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo