Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Tapal Kuda Citarum Diusulkan Direstorasi

Lahan milik negara bekas sungai 24 hektare bisa dijadikan "parkiran" air agar potensi banjir berkurang.

21 November 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
09_nas_2111_1

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BANDUNG - Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengusulkan menghidupkan kembali oxbow atau sungai mati bekas sodetan Sungai Citarum sebagai kolam retensi untuk mengurangi banjir. Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar mengatakan luas lahan oxbow Citarum lebih besar dibanding rencana kolam retensi Cieunteung, Kabupaten Bandung, yang sedang dibangun pemerintah pusat melalui Balai Besar Wilayah Sungai Citarum. "Kenapa fokus pada kolam retensi Cieunteung yang 6,7 hektare. Ini (oxbow) ada 24 hektare menganggur, enggak perlu dibebaskan," kata Deddy kepada Tempo di rumah dinasnya, Kamis pekan lalu.

Deddy menjelaskan, Sungai Citarum dahulu berkelok-kelok. Pemerintah menyodet sungai tersebut dengan meluruskan alur agar air lebih cepat mengalir ke hilir. Alur sungai yang terputus oleh sodetan itu kini menjadi sungai mati berbentuk melengkung mirip tapal kuda. Status tanahnya, kata dia, milik negara sehingga tidak memerlukan dana pembebasan lahan.

Menurut dia, ide ini sebenarnya telah diusulkan setahun lalu. Namun Pemerintah Provinsi Jawa Barat kembali mengusulkannya kepada Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citarum Kementerian Pekerjaan Umum, menyusul rentetan banjir akhir-akhir ini. Bahkan, kata dia, menghidupkan oxbow Citarum tak hanya akan mengurangi potensi banjir, tapi juga menghidupkan pariwisata. "Di tanah yang berada di bagian dalam lengkung oxbow itu bisa dibangun taman-taman," ujarnya.

Kepala Seksi Bendungan BBWS Citarum, Jaya Sampurna, mengaku telah mengkaji rencana menghidupkan lagi sejumlah oxbow di sepanjang Sungai Citarum, Kabupaten Bandung, sebagai kolam retensi. Jumlah oxbow yang bisa dimanfaatkan sebagai kolam retensi di sepanjang Citarum mencapai 20 lengkung dengan total luas 24 hektare.

Total daya tampung masing-masing oxbow diperkirakan mencapai 25 ribu meter kubik. Artinya, secara keseluruhan potensi daya tampung oxbow Citarum ditaksir bisa menembus 500 ribu meter kubik air, lebih besar dibanding kolam retensi Cieunteung yang berkisar 300 ribu meter kubik.

Namun Jaya menilai menghidupkan oxbow tak ekonomis. "Daya tampungnya terlalu kecil. Perlu pompa, harganya mahal," kata dia di Bandung, Jumat lalu.Jaya memaparkan, perhitungan sementara biaya menghidupkan satu lengkung oxbow bisa menembus Rp 100 miliar. Kendati demikian, menurut Jaya, BBWS tetap mencantumkan opsi menghidupkan oxbow Sungai Citarum dalam perencanaan, meski sebagai opsi terakhir. "Kami garap yang lain dulu. Kalau misalnya sudah habis semua dan masih banjir, baru itu kami lakukan," kata dia.

Lembaga pemerhati lingkungan justru setuju dengan usul menghidupkan lagi oxbow Citarum. "Saya harus melihat dulu bagaimana konsep wagub. Tapi kalau memang dia menginginkan pemulihan fungsi oxbow, bagus. Bisa menjadi tempat tangkapan air, kalau banjir dialirkan ke situ. Tapi tidak boleh berhenti di situ," kata Koordinator Dewan Pakar Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS), Supardiono Sobirin, kemarin.

Dia mengatakan pembuatan sodetan Sungai Citarum dilakukan bertahap sejak 1980-an agar banjir bisa secepatnya mengalir ke hilir. Sobirin menghitung jumlah oxbow Citarum mencapai 30 lengkung, dan hanya 13 di antaranya yang berukuran besar.

Menurut dia, sejumlah negara yang dulu menyodet sungai dan kerap kebanjiran kini memilih upaya restorasi sungai. Jerman, misalnya, sempat menyodet sungainya untuk mencegah banjir, tapi tidak menyelesaikan masalah. Kini negara itu memilih merestorasi sungainya yang telah disodet itu walaupun biayanya mahal. "Kalau dikatakan mahal, mahal mana dengan kerugian yang terjadi akibat banjir?" kata Sobirin.AHMAD FIKRI(BANDUNG)


Luapan di Cekungan Bandung

DIKELILINGI pegunungan, Bandung bak cekungan mirip baskom raksasa. Di situ, delapan mata air bertemu di satu sungai: Citarum. Sungai terpanjang dan terbesar di Tatar Sunda ini pekan lalu meluap, tak mampu menampung limpahan air. Kota Kembang dan beberapa kabupaten lain yang dilintasinya pun terendam.

Sungai Debit Air (m3/detik)*
Ciminyak 172,45
Cihaur 275
Cikapundung 304,47
Cikeruh 154,21
Citarik 167,88
Ciwidey 164,08
Cisangkuy 223
Cirasea 267,84
Total 1.728,92

Kapasitas pengaliran Sungai Citarum: 41.647,48 m3/detik

Debit air tak tertampung: 481,44 m3/detik*Asumsi intensitas curah hujan ekstrem 180 mm/hari

SUMBER: DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG, KLHK

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus