Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Pembaca

Surat Pembaca

17 Oktober 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buruknya Bank Syariah Mandiri

USIA saya 76 tahun 43 hari saat saya datang ke Bank Syariah Mandiri Cilegon, Banten, pada 15 September 2016. Kepada petugas jaga, saya bilang akan mengambil kiriman uang via Western Union. Petugas itu menanyakan apakah saya warga Cilegon atau pendatang. Saya jawab pendatang. Petugas bertanya apakah saya punya surat izin mengemudi. Karena saya tak punya, petugas itu meminta saya membawa surat keterangan domisili (SKD) dari kelurahan.

Empat hari kemudian, saya ke kantor lurah. Petugas di sana mengatakan, berdasarkan aturan Wali Kota Cilegon, SKD dihentikan. Dua hari kemudian, saya kembali ke bank. Petugas membawa saya kepada Mbak Nurul. Saya ceritakan soal kebijakan wali kota itu. Mbak Nurul pamit menemui atasannya.

Begitu kembali, dia mengatakan saya tetap harus membawa SKD. ”Kemarin ada orang yang bawa SKD,” katanya. Secara eksplisit, Mbak Nurul yang ramah dan murah senyum itu menuduh saya berbohong. Menuduh orang berbohong bukan hanya tak sopan, tapi juga menghina. Di negeri ini, jujur pun tak dipercaya. Bank Syariah Mandiri seperti tak peduli aturan wali kota. Profesionalitasnya pun dipertanyakan.

Ibnu Rifai
Prabumulih Timur

Pertanian dan Bonus Demografi

MEMASUKI 2016, Indonesia kian dekat menikmati bonus demografi. Ini bonus yang dinikmati sebuah negara sebagai akibat dari besarnya proporsi penduduk produktif (rentang usia 15-64 tahun) dalam evolusi kependudukan yang dialaminya. Indonesia diprediksi menikmati bonus ini pada 2020-2030. Menurut Badan Pusat Statistik, jumlah usia angkatan kerja produktif pada tahun itu akan mencapai 70 persen. Sedangkan sisanya, 30 persen, adalah penduduk yang tidak produktif (di bawah 15 tahun dan di atas 65 tahun).

Bila dilihat dari jumlahnya, penduduk usia produktif mencapai sekitar 180 juta, sementara nonproduktif hanya 60 juta. Ini peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan kesejahteraan dan menjadi bangsa yang kuat. Bila dikelola dengan benar, tentu akan membawa manfaat yang besar. Jika penduduk yang bekerja lebih banyak dan tanggungannya sedikit, ini akan meningkatkan tabungan nasional sehingga dapat meningkatkan produk domestik bruto. Di sisi lain, selain menawarkan manfaat, bonus demografi dapat menjadi ancaman besar. Bagaimana tidak. Faktanya, bonus demografi hanya akan dinikmati sektor nonpertanian. Sedangkan sektor pertanian hanya akan menelan sisa bonus tersebut. Padahal pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian nasional.

Meskipun Indonesia menerima bonus demografi, bila lapangan pekerjaan tidak tersedia, ini tidak akan membawa manfaat. Justru akan menambah penganggur. Faktanya, saat ini Indonesia masih kekurangan lapangan pekerjaan. Pada dasarnya sektor pertanian banyak menyerap tenaga kerja. Tapi, karena kesejahteraan tenaga kerja di sektor ini kurang, akhirnya tidak begitu diminati masyarakat. Sesungguhnya ini dapat menjadi modal dasar pemerintah untuk menyediakan lapangan pekerjaan. Tentu dengan meningkatkan kesejahteraan petani agar sektor ini dapat diminati masyarakat.

Bila hanya mengandalkan kualitas sumber daya manusia saat ini, tenaga kerja Indonesia cuma akan menjadi karyawan atau pekerja kasar. Karena itu, perlu adanya upaya meningkatkan kualitas SDM. Upaya di sini bukan hanya pendidikan sekolah tinggi. Pemerintah juga mesti banyak melakukan pelatihan ketenagakerjaan.

Linda Octaviani
Mahasiswa Universitas Trilogi


RALAT

DALAM pengantar liputan khusus Soe Hok-gie edisi 10-16 Oktober 2016 di halaman 45 tertulis kutipan Rahman Tolleng: ”Kalau dia tidak mati muda, dia tidak mungkin terkenal.” Kalimat tersebut seharusnya bukan pernyataan dari Rahman Tolleng. Kami mohon maaf atas kesalahan ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus