Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Koreksi Peter Carey
Sehubungan pemuatan artikel "Dari Diponegoro sampai Kaki Palsu" dalam liputan khusus majalah Tempo berjudul "Republik di Mata Indonesianis" edisi 14-20 November 2011, saya perlu meluruskan bahwa saya sama sekali bukan pemilik Jurusan Ortotik-Prostetik, Politeknik Kementerian Kesehatan Jakarta I atau Jakarta School of Prosthetics & Orthotics. Sekolah itu milik Kementerian Kesehatan. Saat sekolah itu didirikan pada awal 2009, saya hanya bertindak sebagai fasilitator. Saya kini menempati posisi direktur pengembangan dan riset di lembaga itu.
Saya heran, seorang wartawan Tempo yang berpengalaman datang ke gedung milik Kementerian Kesehatan dengan lambang Kementerian di mana-mana dan melakukan wawancara dengan kepala jurusan, yang notabene pegawai negeri sipil senior dari Kementerian Kesehatan, tapi masih menduga sekolah itu milik orang asing.
Perlu dicamkan juga bahwa Jakarta School of Prosthetics & Orthotics bukan satu-satunya sekolah kaki palsu di Indonesia karena sudah ada Jurusan Ortotik-Prostetik di Politeknik Kementerian Kesehatan Surakarta sejak 2003. Semua program perkembangan kajian Ortotik-Prostetik di Tanah Air berada di bawah naungan Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan.
Kami di Cambodia Trust dengan senang hati melaksanakan kerja sama dengan Kementerian Kesehatan dan Nippon Foundation dari Tokyo untuk mengembangkan pelayanan ortotik-prostetik di seluruh Indonesia.
Dr Peter Carey
Research & Development Director Jakarta School of Prosthetics & Orthotics
Jalan Wijayakusuma Raya 48
Jakarta Selatan 12430
Terima kasih atas penjelasan Anda. Tempo memuat kisah itu sebagai bagian dari kerja sosial yang kini Anda geluti, yang sebelumnya aktif meneliti sejarah perlawanan Diponegoro. Kami mohon maaf atas kekeliruan dan kesalahan persepsi yang ditimbulkan dari artikel tersebut.
—Redaksi
Penjelasan Kementerian Koordinator Polhukam
Dalam pemberitaan majalah Tempo edisi 14-20 November 2011 pada artikel berjudul "Talak Banteng karena Yasmin", di alinea terakhir tertulis, "...Wali Kota Bogor Diani berkukuh tidak ada hukum yang dilanggarnya. Ia juga mengatakan memperoleh dukungan dari Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan."
Perlu disampaikan, dalam rapat koordinasi di kantor Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, kami hanya merekomendasikan kepada Wali Kota Bogor agar menyelesaikan masalah Gereja Kristen Indonesia Taman Yasmin sesuai dengan prosedur dan ketentuan hukum yang berlaku.
Itu sebabnya, kami berharap pembaca majalah Tempo tidak salah menafsirkan pernyataan Wali Kota Bogor Diani Budiarto. Terima kasih atas kerja samanya.
F.H.B. Soelistyo
Deputi Menko Polhukam
Bidang Koordinasi, Informasi, dan Aparatur
Tanggapan Marzuki Alie
Terima kasih atas tulisan F.S. Hartono, warga Purwosari, Yogyakarta, pada surat pembaca majalah Tempo edisi 31 Oktober-6 November 2011 berkaitan dengan pernyataan yang pernah saya ucapkan. Sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, tentu saya akan mempertimbangkan setiap kata yang diucapkan.
Ucapan yang pernah saya lontarkan agar Komisi Pemberantasan Korupsi dibubarkan konteksnya bila sudah tidak ada lagi kandidat yang kredibel untuk memimpin KPK. Saat itu sedang berlangsung proses seleksi calon pemimpin KPK oleh panitia seleksi yang dibentuk pemerintah.
Pesan yang ingin saya sampaikan dari ucapan itu adalah agar panitia seleksi selektif dalam memilih calon pemimpin. Bila dari yang mendaftar tidak ditemukan kandidat yang kredibel, proses seleksi jangan dipaksakan. Lebih baik dibuka kesempatan berikutnya hingga ada calon pemimpin yang layak memimpin KPK.
Perlu diketahui, KPK dibentuk oleh undang-undang sebagai jalan keluar dari pemberantasan korupsi yang dianggap tidak berjalan. KPK bisa dibubarkan oleh DPR bersama pemerintah bila lembaga penegak hukum lainnya sudah bisa dipercaya atau KPK ternyata tidak lebih baik dari lembaga penegak hukum yang ada.
Terima kasih atas kepeduliannya.
Marzuki Alie
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat
Bandara Internasional Kertajati
Beberapa waktu lalu, saya membaca artikel di sebuah media massa tentang rencana pembangunan bandara internasional di Kertajati, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Rencana itu menimbulkan tanda tanya buat saya: apakah lokasinya yang dekat dengan gunung berapi Ciremai sudah diperhitungkan dengan matang atau karena kepentingan politik lokal semata?
Pemerintah juga perlu memperhitungkan pangsa pasar, mengingat akses menuju bandara cuma mengandalkan jalan tol. Semestinya Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan sadar yang paling dibenci dan ditakutkan pengguna jasa penerbangan adalah kemacetan dari dan menuju bandara.
Saya khawatir rencana pembangunan bandara internasional itu sia-sia. Pengalaman yang terjadi di bandara Montreal-Mirabel di Kanada bisa menjadi pelajaran. Dibuka pada 1975, bandara itu menjadi kebanggaan warga Montreal. Namun, karena lokasinya terisolasi dari kota besar dan aksesnya hanya mengandalkan jalan tol, bandara itu ditinggal maskapai penerbangan besar pada 1997 sebelum bandara ini ditutup untuk penerbangan sipil pada 2002.
Semoga Gubernur Jawa Barat memikirkan masak-masak rencana pembangunan bandara internasional di Jawa Barat mengingat dana yang digelontorkan sangat besar.
Bagus Widyanto
Jalan Sarimadu 106
Bandung 40164
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo