Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TANPA memesan tiket, Muhammad Nazaruddin terbang ke Singapura bersama istrinya, Neneng Sri Wahyuni, pada 23 Mei lalu. Tak ingat berapa lama tinggal di Negeri Singa, bekas Bendahara Umum Partai Demokrat itu melanjutkan perjalanan ke Hanoi, Vietnam. Ia wajib keluar dulu dari Singapura sebelum mengajukan permohonan izin tinggal tetap di negara itu.
Tinggal di Hanoi selama empat hari, kenyataannya, Nazar tak kembali ke Singapura, tapi melancong ke Kuala Lumpur, Malaysia. Dua hari di sana, ia dan Neneng bergegas lagi ke Kamboja. "Saya disuruh Anas Urbaningrum menemui seorang jenderal polisi Kamboja," kata Nazar, sebagaimana tertulis dalam dokumen pemeriksaan bertanggal 12 Oktober lalu.
Menurut Nazar, jenderal polisi tersebut—ia menyatakan lupa namanya—sudah dikontak Anas sebelum ia menuju negara itu. "Saya diminta tinggal di Kamboja dulu," katanya. Tapi Nazar bersama Neneng malah melanjutkan pelancongan ke Dubai, Uni Emirat Arab. Rupanya, kabar dari Tanah Air bahwa ia jadi tersangka perkara suap Wisma Atlet SEA Games XXVI sampai ke telinganya. "Sehingga saya tak mau lagi kontak dengan Anas," ujar sang tersangka.
Nama Anas sebenarnya disebut Nazar sejak awal pelarian. Kepergiannya ke Singapura, menurut Nazar, merupakan perintah Anas. Demikian pula ketika ia terbang ke Hanoi dan Kuala Lumpur setelahnya. Semuanya selalu atas suruhan Anas. Barulah ketika Nazar pergi ke Dubai, lalu Venezuela, Dominika, dan Kolombia, "Atas kemauan saya sendiri untuk jalan-jalan saja."
Anas memang paling kerap disebut Nazar. Bahkan sejak Nazar belum ditangkap di Cartagena, Kolombia. Di depan penyidik, ia mengulangi omongannya ketika dalam pelarian.
Menurut Nazar, Anas, bersama Muhajidin Nur Hasim dan Yulianis, adalah orang yang menjalankan PT Anugerah Nusantara sepeninggal Nazar pada Juni 2009. Semula, PT Anugerah adalah perusahaan keluarga Nazar yang kerap memenangi proyek pemerintah. Pada 1 Maret 2007, Nazar menjual 30 persen saham perusahaan kepada Anas. PT Anugerah, kata Nazar, berkantor di Tower Permai di Mampang Prapatan, Jakarta—satu gedung dengan perusahaan-perusahaannya yang lain.
Anas pula, kata Nazar, yang mengatur proyek Hambalang. Pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional di Bogor, Jawa Barat, itu direncanakan sejak Desember 2009, ketika Nazar, Anas, Angelina Sondakh, dan Mirwan Amir bertemu di restoran Jepang, Nippon Kan, Hotel Sultan, Jakarta.
Masih menurut Nazar, dalam pertemuan itu Mirwan Amir, Wakil Ketua Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat, ditugasi mengatur anggaran. Angelina diperintahkan mengkoordinasi anggota Badan Anggaran di Komisi Olahraga dan menjadi penghubung ke Kementerian Pemuda dan Olahraga. "Tugas saya memonitor yang dilakukan Mirwan dan Angelina serta mengajak Mahyudin segera menemui Andi Mallarangeng," kata Nazar.
Maka, sekitar Januari 2010, Nazar bersama Angelina dan Mahyudin menemui Andi Mallarangeng di ruangannya di lantai 10 Kementerian Olahraga. Setelah makan siang, mereka membicarakan tiga hal, yakni persiapan SEA Games, proyek Hambalang, serta pembangunan taman bermain dan olahraga di sejumlah kota.
Menurut Nazar, Angelina kemudian berkata, ".... Nanti saya yang mengkomunikasikannya dengan Banggar melalui Mirwan Amir. Baru nanti Pak Mahyudin yang mengamankan kebijakan Komisi X." Untuk urusan teknis, kata Angelina seperti ditirukan Nazar, "Pak Andi tunjuk siapa yang dipercaya. Kalau di Komisi, biar saya dan Wayan Koster."
Setelah itu, Andi Mallarangeng memanggil Sekretaris Kementerian Olahraga Wafid Muharam dan mengenalkannya kepada tetamu. "Saya minta Pak Wafid intens berkomunikasi dengan Pak Mahyudin dan Angelina," kata Andi seperti ditirukan Nazar. Wafid juga membenarkan adanya pertemuan itu. Tapi pembicaraan hanya seputar persiapan SEA Games.
Kendati hadir, Mahyudin mengaku lupa apa pembicaraan di ruangan Andi Mallarangeng. Andi juga membenarkan adanya pertemuan itu. "Tapi itu silaturahmi saja," kata Andi saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, September lalu.
Keesokan harinya, masih menurut Nazar dalam dokumen pemeriksaan, pembicaraan dengan Andi dilaporkan kepada Anas, ketika itu Ketua Fraksi Partai Demokrat di Senayan. Nazar mengaku lupa tempat pertemuan. "Apakah di Ritz-Carlton, Kuningan, tempat sauna dan fitness, atau di ruang Ketua Fraksi," katanya.
Menurut Nazar, Anas kemudian berkata dana proyek Hambalang sebenarnya sudah dianggarkan pemerintah sebesar Rp 125 miliar. Tapi lahannya bermasalah. "Kamu panggil saja Pak Joyo," kata Anas, seperti disebutkan Nazar. Pak Joyo adalah Kepala Badan Pertanahan Nasional Joyo Winoto. "Tapi saya tak kenal Pak Joyo," jawab Nazar. "Siapa di Komisi II yang kuat?" Anas bertanya lagi. "Dulu yang kuat Pak Mulyono," kata Nazar.
Atas perintah Anas, kata Nazar, ia menemui Ignatius Mulyono, Ketua Badan Legislasi DPR dari Demokrat. "Apakah Bapak dekat dengan Pak Joyo?" Nazar bertanya. "Deket banget," jawab Mulyono menurut Nazar. Mulyono kemudian mempertemukan Anas, Nazar, dan Joyo Winoto. Menurut Nazar, mereka bertemu di restoran Nippon Kan. "Pak Joyo menjanjikan paling lama sebulan lagi sertifikat tanahnya keluar," kata Nazar.
Mulyono membenarkan pernah diminta Anas mengurus soal tanah Hambalang kepada Joyo Winoto. Lantaran Joyo sulit dihubungi, Mulyono kemudian meminta bantuan Sekretaris Utama Badan Pertanahan Managam Manurung. Setelah sertifikat tersebut beres, Mulyono menyerahkannya ke Anas di ruangannya. "Di situ juga ada Nazaruddin," katanya. Mulyono membantah adanya pertemuan di Nippon Kan.
Sebelum pertemuan dengan Joyo dan Mulyono di Nippon Kan, kata Nazar, sore itu di restoran yang sama, ia bersama Angelina dan Mirwan Amir lebih dulu melaporkan soal proyek Wisma Atlet SEA Games kepada Anas. Menurut Nazar, Mirwan mengatakan urusan di Badan Anggaran sudah beres.
Sedangkan Angelina berkata agar Anas bisa mengatur Wafid Muharam. "Anas menyampaikan, nanti yang dimenangkan adalah PT Duta Graha Indah, dan yang mengurusnya adalah Rosa," ujar Nazar. Rosa yang dimaksud adalah Mindo Rosalina Manulang, anak buah Nazar yang ditangkap di kantor Wafid seusai penyerahan duit pada 21 April lalu. Rosa pernah mengakui kedekatannya dengan Angelina.
Angelina berulang kali membantah keterlibatannya dalam proyek SEA Games dan Hambalang. Kepada Tempo beberapa waktu lalu, Angelina mengatakan tudingan Nazaruddin terlampau mengada-ada. Anas sendiri tak menjawab pertanyaan Tempo melalui telepon selulernya. Tapi ia pun sudah berulang kali menyanggah tudingan Nazaruddin, dari perintah pelarian hingga proyek Hambalang. Sedangkan pengacara Nazar, Boy Afrian Bondjol, membenarkan kliennya berkata demikian sewaktu diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi. "Apa yang dikatakan Nazar didukung bukti-bukti," katanya.
Omongan Nazar bukannya tak bisa disangsikan. Ketika bercerita soal pelariannya, Nazar mengaku selalu menggunakan paspor atas namanya sendiri. Ia membantah menggunakan paspor bernomor S-068580 atas nama Syarifuddin, sepupunya di Medan. Menurut dia, paspor itu ia terima dari orang Venezuela bernama Papaluka ketika ia bersama Neneng singgah di Dominika. "Papaluka langsung memasukkan paspor itu ke dalam tas saya," katanya.
Mengakui salah satu nomor telepon seluler sebagai miliknya, Nazar juga membantah orang yang bercakap-cakap menggunakan nomor telepon tersebut adalah dirinya. Ketika itu, penyidik sedang memperdengarkan rekaman percakapan dua pria di telepon, yang terjadi sehari setelah penangkapan Rosa.
+ Bapak kalau udah ke itu, nanti ke… Mampang ya. Pagi ya.
- Iya, Pak.
+ Bapak beresin itu. Mungkin ada perlu dokumen mana yang diituin ya.
Anton Septian, Febriyan, Rusman Paraqbueq
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo