Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Pembaca

Surat Pembaca

7 November 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hak Jawab Amir Syamsuddin

Sehubungan dengan berita berjudul "Uang Semir dan Menteri Amir" yang dimuat di majalah Tempo edisi 31 Oktober-6 November 2011, kami perlu menyampaikan hak jawab dan klarifikasi sebagai berikut:

- Bahwa benar pada 2006 kantor advokat Amir Syamsuddin & Partners (yang saat ini sudah berubah nama menjadi ASP Law Firm) adalah salah satu tim penasihat hukum dalam penanganan perkara dugaan tindak pidana kehutanan terhadap D.L. Sitorus di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

- Bahwa adalah tidak benar Kantor Advokat Amir Syamsuddin & Partners menjadi kuasa hukum D.L. Sitorus dalam perkara di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) di Jakarta. Dalam perkara di PTUN Jakarta itu, kantor kami mewakili Koperasi Perkebunan Kelapa Sawit Bukit Harapan sebagai penggugat, melawan Menteri Kehutanan Republik Indonesia sebagai Tergugat.

- Bahwa terkait dengan penanganan kasus-kasus itu, kantor kami menetapkan biaya penanganan perkara sesuai kontrak atau perjanjian jasa hukum dengan klien, yang besarannya normal saja, tidak sebesar angka-angka yang ditulis di majalah Tempo.

- Bahwa dalam menangani kasus dugaan tindak pidana kehutanan D.L. Sitorus, kantor kami secara profesional telah memberikan upaya hukum terbaik sebagaimana yang harus dilakukan advokat atau tim kuasa hukum pada klien.

- Pada artikel Tempo, ada kutipan sebagai berikut, "Di antara deretan sandi, tersebutlah inisial 'AS'. Dia tertulis menerima kucuran Rp 10 miliar pada 25 September 2008 dengan kode sandi tujuan 'Ko Tri' yang diterima di Bandung. AS juga mendapat dana Rp 17 miliar. Siapa AS? Sejumlah sumber memastikan dialah pengacara Amir Syamsuddin." Menurut kami, isi berita itu hanya dugaan belaka, sumbernya tidak jelas dan kebenarannya diragukan. Kantor hukum kami dan Amir Syamsuddin tidak pernah menerima uang dari klien kami.

- Pada bagian lain, ada kutipan, "Seseorang yang mengikuti perkara ini mengatakan sebagian dana merupakan uang jasa konsultasi hukum. Tapi melihat jumlahnya yang sangat besar, ia menduga uang digelontorkan untuk 'tujuan lain'. Sitorus memberikan kepercayaan paling besar pada Amir. "Mustahil Amir tidak tahu operasi bagi-bagi uang ini." Isi berita itu hanya dugaan dan prasangka. Kantor hukum kami dan Amir Syamsuddin tidak pernah tahu soal operasi bagi-bagi uang itu.

- Terakhir, ada juga kutipan berita, "Petunjuk lain tentang 'AS' diungkap seorang mantan pejabat Kementerian Kehutanan. Dia ingat, setelah Menteri Kaban mencabut izin usaha perkebunan sawit, seseorang yang mengaku utusan tim kuasa hukum Sitorus, minta keputusan itu dibatalkan. "Disertai janji sejumlah kompensasi," ujarnya." Kami menilai berita itu juga prasangka belaka, sumbernya tidak jelas. Kantor kami tidak pernah mengirim utusan untuk menghadap pejabat Kementerian Kehutanan seperti yang dimaksud.

- Kami sangat menyayangkan berita majalah Tempo yang sepotong-sepotong dan berdasarkan sumber yang tidak jelas, sehingga menimbulkan fitnah kepada kantor kami dan Amir Syamsuddin selaku pimpinan kantor kami terdahulu.

Nurhasyim Ilyas
ASP Law Firm

Terima kasih atas tanggapan Anda. Berdasarkan keterangan di persidangan, Koperasi Perkebunan Kelapa Sawit Bukit Harapan didirikan D.L. Sitorus.
—Redaksi


Klarifikasi Sritex

KAMI ingin menanggapi berita berjudul "Menantang Sritex di Pengadilan Niaga", yang dimuat di rubrik Hukum, majalah Tempo edisi lalu. Perlu kami tegaskan bahwa PT Sri Rejeki Isman atau PT Sritex telah memproduksi kain rayon putih/RFP dan kain grey dengan ciri khusus berupa "kode benang kuning" di pinggir kain sejak 1980.

Kami menilai berita majalah Tempo itu mengandung sejumlah kesalahan. Misalnya, di awal berita tertulis, "Duniatex mencurigai munculnya sejumlah paten Sritex yang demikian cepat", padahal fakta hukumnya, kasus ini terkait hak cipta, bukan hak paten.

Selain itu, ada tulisan, "Jahitan benang kuning di tepi kain sejatinya jamak saja. Semua kain dari jenis apa pun memilikinya." Padahal kode benang kuning di tepi kain itu bukan sekadar jahitan benang kuning. Ini soal hak cipta.

Ada juga bagian berita mengenai kedekatan Sritex dengan polisi dan tentara. Misalnya saja ditulis, "Kedekatan dengan polisi dan tentara itu membuat Sritex istimewa." Kami menilai pemuatan bagian itu menyudutkan dan tidak netral.

Kemudian Tempo memuat pernyataan pengacara PT Delta Merlin, Ketut Mulya Arsana, yang menuding kasus ini direkayasa karena pemesan kain Delta Merlin, Lie Lay Hok, punya hubungan saudara dengan keluarga Lukminto. Kami tegaskan bahwa Lie Lay Hok tidak ada hubungan saudara dengan pemilik Sritex.

Terakhir, ada kesalahan pemuatan foto pada berita itu. Tempo memuat foto Bapak H.M. Lukminto, bukan foto Iwan Setiawan Lukminto seperti yang tertulis dalam caption. Sekian.

H.M. Lukminto
PT Sri Rejeki Isman (PT Sritex)

Terima kasih atas tanggapan Anda.
—Redaksi


Jangan Kecilkan Sumpah Pemuda

DUA pekan lalu, tepatnya 28 Oktober, kita merayakan hari Sumpah Pemuda. Sayangnya, pada momen peringatan hari bersejarah itu ada sebuah acara bincang-bincang di sebuah stasiun televisi nasional yang terkesan berusaha mengecilkan arti penting maklumat itu.

Acara itu menghadirkan seorang sejarawan yang beranggapan bahwa Sumpah Pemuda sebenarnya tidak punya makna sejarah apa pun. Dia beralasan, sumpah itu menegaskan sesuatu yang sudah ada, yakni tanah air Indonesia, bangsa Indonesia, dan bahasa Indonesia. Dia menunjuk sejumlah anggota Kongres Pemuda Indonesia ketika itu, yang justru tidak bisa berbahasa Melayu.

Saya menilai ulasan itu menggelikan dan mengganggu. Sejarawan itu lupa bahwa Sumpah Pemuda justru merupakan pernyataan lantang yang ditujukan kepada penjajah kolonial Belanda. Sumpah itu adalah sebuah perlawanan politik yang menegaskan eksistensi bangsa Indonesia.

Para pemuda yang hadir pada Kongres Pemuda 1928 adalah intelektual muda yang kemampuan dan keberaniannya harus diacungi jempol. Sejarah kemudian mencatat bahwa Sumpah Pemuda menjadi tonggak penting bagi gerakan kemerdekaan Indonesia.

Abdul Gofar
Sastrodiningrat
Jakarta


Ralat Info Tempo:

Pada Majalah Berita Mingguan Tempo edisi 24-30 Oktober 2011, halaman 78, Info Pendidikan, berjudul "Memfasilitasi Mahasiswa Mengenyam Pendidikan Luar Negeri", terdapat kesalahan penulisan pada alinea ke-5.

"Arti penting program ini adalah berupa cross culture. Di mana mahasiswa dapat mempelajari budaya negara lain, mengembangkan wawasan global, dan tidak inklusif," ujar Direktur Program Studi MM-UGM Prof. Lincolin Arsyad, Ph.D.

Seharusnya "…dan inklusif" tanpa kata "tidak". Dengan demikian kesalahan penulisan sudah diperbaiki.
—Tim Info Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus