Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

prelude

Surat Pembaca

4 Juli 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Halmahera Tak Seindah di Iklan

Pertengahan Februari lalu, saya berkunjung ke Halmahera Barat. Saya menggunakan jalur darat dari Sofifi, ibu kota Provinsi Maluku Utara, menuju Jailolo, ibu kota Kabupaten Halmahera Barat. Di sepanjang perjalanan, terlihat kondisi Kabupaten Halmahera Barat amat memprihatinkan. Jalanan rusak, tak terawat. Banyak pohon dan tanaman liar menjorok ke jalan raya.

Di Jailolo, suasananya tak kalah memilukan. Banyak anak kecil dan remaja mengemis di pinggir jalan. Infrastruktur compang-camping di sana-sini. Di Pelabuhan Halmahera Barat, tempat saya naik kapal cepat ke Ternate, pemandangan serupa tampak. Pengunjung diserbu warga yang menjajakan pelayanan macam-macam.

Saya khawatir, dengan kondisi macam ini, Halmahera Barat tak akan bisa menarik investor. Pemerintah kabupaten harus bekerja keras mempercantik wajah kotanya. Apa yang saya lihat benar-benar tak sesuai dengan foto dan cerita menawan di halaman-halaman advertorial majalah Tempo tentang daerah ini.

Johnny W. Situmorang
Cimanggis, Depok


Atase Teknis untuk TKI

Setelah kasus pemancungan Ruyati di Arab Saudi, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memerintahkan penempatan atase teknis hukum dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia di sejumlah Kedutaan Besar Republik Indonesia. Ini kebijakan baru yang sudah lama dinanti.

Perlu diketahui, selama ini Kementerian Luar Negeri sebenarnya memiliki direktorat jenderal hukum dan pelayanan publik di luar negeri, yang punya perpanjangan tangan berupa diplomat fungsional dengan berbagai jenjang di kantor-kantor perwakilan kita di mancanegara. Namun tentu keberadaan atase teknis akan lebih berguna karena kompetensi khusus yang dimiliki.

Saya mengusulkan, di masa depan, pemerintah provinsi juga diberi ruang untuk menempatkan liaison officer di kantor kedutaan atau konsulat jenderal yang punya hubungan ekonomi langsung dengan daerahnya. Praktek ini sudah banyak dilakukan negara lain.

M.E.D. Ngantung
Jalan Slamet, Setiabudi
Jakarta Selatan


Nasib TKI di Malaysia

Saya seorang buruh migran yang bekerja di Malaysia. Dari kampung saya di Bojonegoro, Jawa Timur, saya dikirim bersama 70 buruh untuk bekerja di negeri jiran itu pada 1999. Tapi, awal tahun ini, setelah 12 tahun bekerja, saya diusir dari Malaysia karena dianggap pendatang ilegal. Upah saya tidak dibayar dan saya diberhentikan begitu saja dari pekerjaan saya di sana.

Padahal saya berangkat dari Indonesia secara resmi. Perusahaan penyalur yang memberangkatkan saya waktu itu adalah PT Binajasa Abadi Karya. Seluruh proses pemberangkatan disaksikan oleh pegawai Kementerian Tenaga Kerja setempat. Mengapa nasib saya jadi begini? Di mana tanggung jawab pemerintah?

Fatikhuddin Mukhammad
Lamongan, Jawa Timur


Pro-Kontra Mahfud Md.

Masih segar dalam ingatan kita bagaimana Ketua Mahkamah Konstitusi Mohammad Mahfud Md. berjanji akan mundur dari jabatannya jika terbukti lembaga yang dipimpinnya kotor. Ketika itu saya sungguh angkat topi atas pernyataan berani Mahfud itu. Sikapnya yang jujur dan keras tanpa kompromi bagai setetes air segar di tengah Gurun Sahara.

Tapi sekarang, setelah hakim Arsyad Sanusi diberhentikan akibat pelanggaran etik dan muncul kasus surat palsu hasil Pemilihan Umum 2009, saya menjadi ragu. Jangan-jangan para hakim dan panitera Mahkamah Konstitusi tak sebersih yang diklaim Mahfud.

Kenyataan ini membuat saya sedih. Indonesia hari-hari ini mengingatkan saya pada Sodom dan Gomorah. Negeri itu tak lagi punya satu pun orang bersih sampai Tuhan memutuskan menghancurkannya.

Dr Hadi Satyagraha
Petamburan, Jakarta Pusat


Ditipu Penawaran Kerja

Sebuah harian nasional di Jakarta beberapa waktu lalu memuat iklan lowongan pekerjaan paruh waktu. Iming-iming gajinya menggiurkan: Rp 3-16 juta per bulan. Kerabat saya merespons lowongan itu dan diminta menghadiri sesi wawancara di lantai 22 di sebuah gedung di Jalan Sudirman, Jakarta.

Setelah dinyatakan lulus, dia diminta datang untuk training perkenalan perusahaan selama tiga hari. Tanpa curiga, kerabat saya hadir. Tapi kejanggalan mulai muncul. Manajemen perusahaan, misalnya, melarang para calon karyawan berkenalan dan bertukar nomor telepon.

Selama proses training, kerabat saya diajari proses trading untuk sejumlah komoditas, terutama emas. Perdagangan komoditas ini banyak dilakukan melalui komputer untuk transaksi dengan mata uang dolar Amerika di London dan Hong Kong.

Nah, kejanggalan lain muncul saat makan siang. Seorang anggota staf business advisor perusahaan itu selalu menemani calon karyawan dan dengan cara halus mencari tahu kondisi finansial keluarga setiap calon karyawan. Jika terlihat kurang mampu, si calon karyawan langsung dinyatakan tak memenuhi kriteria karyawan di sana.

Mereka yang dinilai mampu dibujuk agar ikut trading emas lewat perusahaan itu. Jadi iming-iming gaji sebesar Rp 3-16 juta per bulan itu sebetulnya tidak ada sama sekali.

Saya menilai perusahaan semacam ini menipu dan menyesatkan karyawannya sendiri. Masyarakat perlu berhati-hati merespons iklan lowongan pekerjaan dari perusahaan trading seperti ini. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi juga sebaiknya mengevaluasi cara-cara perusahaan future trading mencari nasabahnya.

Warman S.
Bekasi, Jawa Barat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus