Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hak Jawab Reinhard Nainggolan
SAYA keberatan dengan berita Tempo edisi 29 November-5 Desember 2010 berjudul ”Ketika Wartawan Berlagak Pialang”. Dalam berita itu, nama lengkap dan foto pribadi saya dimuat secara jelas. Seharusnya redaksi Tempo berpegang pada asas praduga tak bersalah dengan tidak menyebutkan nama lengkap saya, apalagi memuat foto saya tanpa izin.
Saya juga keberatan dengan isi berita yang menempatkan saya sebagai orang yang terlibat dalam pembelian tak wajar saham perdana PT Krakatau Steel. Padahal saya sama sekali tidak pernah membeli saham perdana Krakatau Steel.
Saya menilai berita Tempo ini tidak memenuhi asas cover both sides. Saya tidak pernah dimintai klarifikasi terkait dengan informasi yang disampaikan narasumber lain dalam berita itu. Kenyataannya, tidak pernah ada jatah 1.500 lot saham untuk wartawan atas hasil lobi saya.
Berita Tempo juga menggiring opini dan tendensius. Saya ditempatkan se bagai sumber dari se gala persoalan. Saya menilai berita ini adalah penghakiman atas jurnalis peliput pasar modal. Ini adalah upaya pemberangus an daya kritis kami. Nama baik saya pun telah dicemarkan. Karena itu, saya minta Tempo meminta maaf kepada publik. Terima kasih.
Reinhard Nainggolan
Wartawan harian Kompas
Terima kasih atas tanggap an Anda. Jurnalis kami telah mewa wancarai Anda pada Rabu, 24 November 2010. –Red
Bingung Korupsi Dana Haji
MESKIPUN sudah saya baca sampai dua kali, saya tetap tidak bisa memahami inti Laporan Utama Tempo edisi 6-12 Desember 2010 berjudul ”Main-main Duit Haji”. Dalam berita itu disebutkan bahwa ada perjanjian penempatan dana di antara dua perusahaan swasta menggunakan jaminan sertifikat deposito dana setoran jemaah haji hampir Rp 2 triliun. Deposito itu milik jemaah yang dikelola Kementerian Agama.
Namun laporan Tempo tidak men jelaskan apakah penggunaan sertifikat deposito itu sepengetahuan Menteri Aga ma Suryadharma Ali atau tidak. Wawancara Tempo dengan Direktur Pengelolaan Dana Ibadah Haji Achmad Djunaedi juga tidak menjawab kebingungan saya. Agar pembaca tidak bingung, saya menyarankan lain kali Tempo memperdalam investigasinya sebelum menurunkan sebuah laporan.
Iswahjudi A. Karim, SH, LLM
Jalan Panglima Polim XIV
Nomor 114, Jakarta Selatan
Terima kasih atas masukan Anda.–Red
Jangan Pajaki Warteg
RENCANA pemerintah Jakarta memungut pajak dari usaha warung Tegal (warteg) harus ditolak. Ini kebijakan yang tidak prokaum miskin. Imbasnya akan menimpa warga kelas bawah yang sehari-hari merupakan pelanggan setia warteg. Harga makanan akan naik dan mereka harus merogoh kocek lebih dalam.
Sebelum meneruskan rencana kontroversial ini, pemerintah seharusnya membuktikan dulu efektivitas pengelolaan pajak mereka. Jangan sampai dana yang disetorkan sukarela oleh rak yat ini jatuh ke tangan koruptor seperti dalam kasus Gayus Tambunan.
Selain itu, muncul banyak tanda ta nya soal penerapan kebijakan ini. Jika menggunakan metode penilaian sendiri (self-assessment), akan muncul potensi manipulasi, baik dari wajib pajak maupun petugas pajak sendiri.
Masrur Syudi
Serdang, Kemayoran
Jakarta Pusat
Iklan Mirip Berita
SAYA bingung membaca inforial (information editorial), yang mirip berita, pada Tempo edisi 29 November-5 Desember 2010 berjudul ”Menjawab Fitnah dengan Karya Nyata”. Awalnya saya nyaris terkecoh, mengira iklan itu adalah berita, karena komposisi desainnya hampir sama dengan berita Tempo.
Keberadaan inforial, advertorial (advertising editorial), seperti itu kian marak saja belakangan ini. Selain barang dan jasa konsumsi, banyak pemasang inforial berasal dari kalangan politikus, kementerian, dan pemerintah daerah. Media tentu butuh pemasukan dari iklan, tapi saya mengimbau redaksi media agar bersikap ekstrahati-hati menghadapi iklan jenis ini.
Jangan sampai ada kesan artikel iklan di media massa tak ada bedanya dengan berita yang dibuat dengan prinsip-prinsip jurnalistik. Undang-Undang Pers dan Kode Etik Jurnalistik seharusnya menjadi pedoman dalam kasus-kasus yang berada di wilayah abu-abu.
Inda SuhendraLido Permai Blok D3/3Cigombong, Bogor
Jangan Dulu ke Arab Saudi
DUA BELAS organisasi kemasyarakatan Islam, awal Desember lalu, mendesak Kementerian Tenaga Kerja menghentikan pengiriman tenaga kerja Indonesia ke negara-negara yang belum menandatangani nota kesepaham an (memorandum of understanding) dengan Indonesia. Mereka juga minta pemerintah mendesak negara-negara penerima TKI terutama Arab Saudi untuk menandatangani MOU seperti yang kita inginkan.
Juru bicara kelompok ini, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Said Aqil Siradj juga meminta pemerintah menertibkan perusahaan penyalur tenaga kerja ke luar negeri.
Saya minta pemerintah memperhatikan masukan lembaga-lembaga Islam ini. Sudah terlalu banyak tragedi me nimpa buruh kita di luar negeri. Setiap Kedutaan Besar Republik Indonesia di negara-negara yang menerima TKI harus memiliki petugas khusus untuk memantau keselamatan warga negara kita di sana.
Pribadi Santoso Utomo
Desa Padasuka, Kecamatan Ciomas,
Kabupaten Bogor
Dukung Pembatasan Premium
SAYA mendukung rencana pe me rin tah membatasi pemakaian Premium dan solar bersubsidi untuk mo bil pribadi, sejak Januari 2011.Meski memberatkan dalam jangka pendek, karena warga mau tak mau harus beralih menggunakan Pertamax yang lebih mahal, kebijakan ini tepat. Subsidi bahan bakar minyak yang sela ma ini diberikan pemerintah seharusnya dinikmati rakyat kecil yang membutuhkan. Selama ini sub sidi itu salah sasaran, justru paling banyak di rasakan oleh pengguna mobil pribadi.
Saya berharap pemerintah saat ini mempersiapkan strategi pemberian sub sidi bahan bakar minyak yang le bih efektif dan tepat sasaran. Selain itu, pemerintah harus meningkatkan kampanye penghematan konsumsi bahan bakar secara nasional. Saya juga menyarankan agar pemerintah sungguh-sungguh membangun infrastruktur angkutan massal yang aman, murah, dan nyaman. Subsidi harus tetap ada, tapi hanya untuk mereka yang benar-benar membutuhkan.
Adya Pramesthi
Kelapa Gading, Jakarta Utara
Protes Rekrutmen Dosen
OKTOBER lalu, saya melamar menjadi dosen pariwisata Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Tapi, sejak awal, saya mencium adanya ketidakberesan dalam proses seleksi. Misalnya saja, saya sulit sekali mendapatkan surat pengantar dari Dekan Fakultas Ilmu Budaya. Padahal surat itu adalah syarat untuk mengikuti seleksi. Kabarnya, rekomendasi itu memang hanya diberikan kepada dua orang yang sudah mendapat prioritas dari pihak internal fakultas.
Akhirnya, berbekal referensi dari seorang profesor, dosen pembimbing saya selama menempuh studi S-2 kajian pariwisata di Pascasarjana UGM, Dekan Fakultas Ilmu Budaya bersedia memberikan surat pengantar.
Sepanjang November, saya mengikuti semua tes dan lolos sampai tahap akhir. Pada 15 November 2010, saya datang ke UGM untuk mempertegas jadwal pelaksanaan tes terakhir. Tanpa diduga, pihak fakultas memberikan syarat tambahan: skor tes bahasa Inggris (TOEFL) dan tes penilaian akademik. Kedua syarat ini sama sekali tidak disinggung sebelumnya. Tak hanya itu, saya hanya diberi waktu satu hari untuk melengkapi kedua syarat ini.
Saya meminta Kementerian Pendidikan Nasional mengawasi dengan ketat proses rekrutmen dosen di perguruan tinggi. Jangan sampai seleksi penerimaan dosen yang seharusnya terbuka dan adil untuk semua warga negara ditumpangi kepentingan kelompok atau golongan tertentu.
A. Faidlal Rahman
Jalan Raya Brantas Nomor 29, Ngaglik Kota Batu,
Jawa Timur
Pedagang Pasar Baru Resah
RENCANA renovasi Pasar Atom, yang dikelola Perusahaan Daerah Pasar Jaya di Pasar Baru, Jakarta Pusat, meresahkan para pedagang. Pasalnya, PT Duta Kirana Sejahtera, yang ditunjuk PD Pasar Jaya sebagai pelaksana renovasi, telah mematok harga kios pascaperbaikan yang tidak terjangkau oleh pedagang.
Harga yang ditawarkan kepada kami Rp 20-120 juta per meter persegi. Ini lebih mahal dua kali lipat dibanding biaya sewa kios sebelumnya. Juga lebih mahal daripada harga sewa kios di pusat pertokoan atau mal, yang umumnya Rp 15-70 juta per meter persegi.
Kami mohon keadilan dari pengelola PD Pasar Jaya. Jangan sampai usaha kami gulung tikar setelah Pasar Atom direnovasi, karena kami tak mampu membayar sewa kios. Kami juga setuju jika Pasar Atom di Pasar Baru dikelola langsung oleh PD Pasar Jaya, tanpa melalui perusahaan perantara seperti PT Duta Kirana. Dengan demikian, setoran dana sewa dari para pedagang bisa langsung masuk ke kas daerah.
Hendra Jaya Yuwono
Cakung, Jakarta Timur
Siloisme Manajemen Pemerintah
PEMERINTAH masih juga kesulitan menggerakkan pembangunan infrastruktur di negeri ini. Saya menilai akar masalahnya adalah kurangnya integrasi berbagai bagian dalam manajemen pemerintah kita. Berbagai kementerian bekerja dengan ego masing-masing. Berbagai kabupaten dan provinsi juga berkembang bak kerajaan kecil. Akibatnya, kepentingan negara kalah oleh kepentingan yang lebih kecil. Tidak ada sinergi. Dalam literatur manajemen, gejala ini disebut siloisme.
Untuk itu, perlu terobosan luar biasa untuk mendobrak siloisme ini. Para kepala daerah harus diintegrasikan oleh Menteri Dalam Negeri. Para menteri harus diintegrasikan oleh presiden dan wakil presiden. Tanpa upaya ini, sampai kapan pun, semua proyek infrastruktur penting—seperti jalan tol trans Jawa hanya akan jadi mimpi.
Dr Hadi Satyagraha
Pemerhati manajemen
Rakyat Yogya Dukung Sultan
Saya terkejut mendengar pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang ingin mengubah kedudukan Gubernur Yogyakarta yang selama ini turun-temurun dipegang oleh Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Sebagai kawulo, saya sama sekali tidak mengultuskan Sultan Hamengku Buwono X. Saya menghormati beliau selaku pengganti yang ditunjuk almarhum Sultan Hamengku Buwono IX sebagai Raja Ngayogyakarta Hadiningrat dan Gubernur Yogyakarta. Ini sesuai dengan Maklumat 5 September 1945.
Jika SBY mendewa-dewakan demokrasi, apakah bangsa Indonesia sudah siap? Semua pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah di Indonesia tidak menyelesaikan masalah. Mahalnya biaya pemilihan membuat banyak kepala daerah terpilih justru terseret korupsi. Belum lagi pertikaian dan cekcok pascapemilihan, yang membuat masyarakat tercerai-berai.
Jika esensi demokrasi adalah pilihan rakyat, dengarkanlah kami: rakyat Yogyakarta memilih penetapan gubernur, bukan pemilihan.
Sudihartono W.
Jalan Nagan Lor Kp 3/63B
Yogyakarta
Belajar dari Cina
Cina menjadi jawara Asian Games ke-16 yang baru saja usai. Dengan 1.400 lebih atlet, kontingen Cina memborong 199 emas, 119 perak, dan 98 perunggu. Ini jauh melampaui negara lain. Pesaing terdekatnya, Korea, hanya meraih 76 emas, 65 perak, dan 91 perunggu. Jangan bandingkan dengan Indonesia yang (hanya) membawa pulang 4 emas, 9 perak, dan 13 perunggu.
Kedigdayaan olahraga Cina sudah dirintis 40 tahun lalu. Bapak Bangsa Cina, Mao Zedong, meletakkan olahraga sebagai salah satu pilar pembangunan di sana. Ribuan fasilitas olahraga dibangun, kompetisi ketat pun digelar dari tingkat kelurahan, provinsi, hingga nasional.
Indonesia seharusnya bisa meniru Cina. Jika kita berkomitmen membudayakan olahraga, bangsa Indonesia akan jadi bangsa sehat. Anggaran kesehatan pun bisa ditekan. Apalagi bangsa yang menghayati nilai-nilai sportivitas dalam olahraga biasanya tidak akan berlaku curang terhadap harta kekayaan negaranya sendiri.
Gerry Setiawan
Jalan Kober, Gang H Ismail
Condet, Jakarta Timur
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo