Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Pembaca

Surat Pembaca

13 September 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tanggapan Dr Lucky A.B.

Kami perlu menanggapi surat pembaca dari Arneliza R. Sutadi pada majalah Tempo edisi 30 Agustus-5 September 2010 berjudul ”Remisi dan Grasi yang Tidak Adil”.

Pembatalan remisi oleh Pengadilan Tata Usaha Negara justru merupakan bukti bahwa terpidana Rudy Sutadi tidak berhak menerima remisi. Pernyataan Arneliza bahwa Sutadi merawat narapidana yang sakit merupakan pengakuan melanggar hukum karena melakukan praktek medis tanpa surat izin praktek yang sah.

Saudara Arneliza mempertanyakan keadilan putusan pengadilan. Sebelum itu, ada baiknya dipertanyakan bagaimana Rudy Sutadi memperoleh remisi 22 bulan dalam empat tahun. Pada 2009, Kepala Lembaga Pemasyarakatan Cipinang Haviludin memasukkan Rudy dalam daftar F karena sering melanggar. Berdasarkan aturan, yang masuk daftar F tidak berhak mendapat remisi.

Saudara Arneliza yang menuduh adanya mafia hukum dalam pengadilan, perlu membaca pendapat anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat, Nudirman Munir, bahwa pemberian remisi itu dijadikan mata pencaharian. Remisi yang diperoleh Rudy justru gejala adanya mafia hukum. Menurut Nudirman, remisi yang diperoleh Rudy cukup fantastis sehingga Kepala Lembaga Pemasyarakatan harus menjelaskan pertimbangan pemberiannya. Pada 2010, Rudy masih mendapat remisi walaupun terbukti menggunakan surat keterangan palsu dua kali di Pengadilan Negeri Jakarta Timur dan Jakarta Selatan.

Wirawan Adnan
Kuasa hukum Dr Lucky Aziza Bawazier

Bobol Rekening Via Internet Banking

Pada Jumat, 27 Agustus 2010, saya mengecek saldo BCA melalui Internet banking. Sebelumnya, saldo telah saya kosongkan untuk memudahkan kontrol dana reuni yang akan kami adakan. Setelah memasukkan user ID dan password, saya terkejut melihat lonjakan angka di rekening yang mencapai Rp 7.230.785,71. Padahal, pada paginya, saldo rekening saya tinggal Rp 251.593,78. Lebih terkejut lagi, nomor rekening yang tertera bukan nomor saya.

Saya coba melihat mutasi rekening tapi tidak berhasil. Akhirnya saya coba mentransfer ke rekening saya uang Rp 7 juta. Saya berpikir, kalau hanya kesalahan sesaat, pasti transfer tidak berhasil. Ternyata transaksi berhasil dan saldo di rekening pada layar tinggal Rp 230.785,71. Saya log out dan sekali lagi memasukkan user ID dan password saya. Kali ini muncul nomor rekening ”asli” saya dengan saldo bertambah Rp 7 juta. Saya penasaran dengan nomor rekening asing tadi. Setelah mencari nama pemiliknya, dengan memasukkan nomor rekening pada ”Daftar Rekening”, muncul nama Darmawan Prihardiy.

Saya laporkan kejadian ini kepada BCA Cabang Menara Batavia, dengan membawa cetakan kronologi dan bukti transfer. Cetakan itu sempat dibaca. Key BCA dan kartu anjungan tunai mandiri saya diperiksa untuk memastikan apakah ada kesalahan. Namun data tadi dikembalikan. Saya disuruh kembali pada Senin pekan berikutnya sambil membawa cetakan kronologi. Petugas meminta saya menambah kalimat ”Kepada BCA” serta mengimbau saya untuk mengembalikan dana tadi.

Saya memang berniat mengembalikan uang tersebut. Namun tanggapan santai dari BCA mengecewakan dan mengkhawatirkan saya. Apalagi BCA hanya mengimbau agar mengembalikan uang. Kalau saja saya tidak berinisiatif menyalin nomor rekening, mana mungkin saya bisa mengembalikan kepada pemilik.

Pada Ahad saya ditelepon oleh Halo BCA, yang menyatakan bahwa saya sudah dapat menggunakan dana Rp 7 juta yang sempat diblokir. Pasalnya, setelah BCA memverifikasi, semua transaksi dianggap resmi.

Hari Senin saya melapor lagi. Setelah beberapa kali berkomunikasi, pada Kamis, BCA menelepon dan mengucapkan terima kasih karena tanpa laporan saya, hal tersebut tidak akan terungkap. BCA menyatakan hal itu terjadi karena overloaded transaksi pada sistem. Mereka berjanji akan menambah jaringan supaya tidak terulang.

Saya berharap BCA memperbaiki sistem Internet banking-nya agar lebih aman. Bila yang saya alami terjadi pada pihak yang tidak bertanggung jawab lalu membobol, tentu BCA tidak akan tahu, apalagi menindaklanjutinya.

Maya Damayanti
PT Indo-Bharat Rayon Menara Batavia 16th Floor, Jalan KH Mas Mansyur Kaveling 126
Jakarta

Gedung Mewah DPR

Dewan Perwakilan Rakyat akan membangun gedung baru 36 lantai. Peletakan batu pertama rencananya dilakukan pada Oktober 2010. Anggaran yang diperlukan tidak tanggung-tanggung, sekitar Rp 1,8 triliun.

Kabarnya, gedung itu akan dilengkapi fasilitas pendukung, seperti landasan helikopter, kafetaria, dan ruang khusus wartawan. Fasilitas tambahan lainnya adalah sarana teknologi informasi, seperti jaringan Internet. Jika dihitung dengan fasilitas dan isi gedung serta fasilitas teknologi informasi, total anggaran mencapai Rp 8 triliun.

Gagasan tersebut sebenarnya sudah diusung oleh Dewan periode lalu. Mereka juga mengklaim bahwa gedung itu sudah tua, miring, dan retak-retak pascagempa beberapa waktu lalu.

Rencana ngotot membangun gedung baru hendaknya dibarengi dengan kinerja Dewan. Saya menilai kinerja anggota Dewan tiga tahun terakhir belum meningkat signifikan. Hal ini terbukti dengan minimnya produk legislasi yang dihasilkan.

Percuma membangun gedung dengan dana triliunan rupiah, tapi wakil rakyat lebih banyak melakukan aktivitasnya di luar gedung. Daripada menghambur-hamburkan uang rakyat, lebih baik uang tersebut untuk membiayai sektor-sektor yang lebih penting, seperti pendidikan.

Fathya M. Putri
Warung Buncit 145, Jakarta Selatan

Gedung Baru DPR Lecehkan Rakyat

Pembangunan gedung megah Dewan Perwakilan Rakyat makin menambah panjang daftar skandal moral para anggota DPR RI. Alasan Ketua Dewan Marzuki Alie bahwa pembangunan gedung baru merupakan reformasi Dewan sungguh kebodohan sekaligus pembodohan politik publik. Reformasi bukan pada gedung, melainkan pada sistem, birokrasi, sikap, dan perangai anggota DPR. Tampaknya logika dan cara pikir anggota Dewan sudah rusak, mengaitkan reformasi dengan benda mati. Sekarang, Dewan harus menganulir rencana pembangunan tersebut, tidak perlu menunggu rakyat marah

Ronald Surbakti
Jalan Tebet Barat I/19,
Jakarta Selatan

Diplomasi Perang

Apabila dalam pidato Bapak Susilo Bambang Yudhoyono pada 1 September 2010 di Markas Besar TNI, Cilangkap, berani menyatakan konfrontasi dengan Malaysia, saya rasa yang akan terjadi adalah pamor Bapak SBY di mata rakyat akan naik dan di dunia pamor bangsa Indonesia juga naik.

Percayalah, perang dengan Malaysia tidak akan terjadi. Negara-negara ASEAN pasti akan turun tangan. Ingat, masalah perbatasan Ambalat yang selalu dibahas kedua pihak selalu deadlock. Mungkin dibutuhkan pihak ketiga sebagai penengah. Negara-negara yang berkepentingan dengan Selat Malaka dan memiliki kepentingan besar pada kedua negara pun akan ikut mencarikan penyelesaian.

Sudihartono
Jalan Nagan Lor KP 3/63-B, Yogyakarta

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus