Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Remisi dan Grasi yang Tak Adil
GONJANG-ganjing tentang pemberian remisi dan grasi kepada para koruptor membuat rasa keadilan masyarakat terkoyak. Ironisnya, berlawanan dengan gonjang-ganjing tersebut, remisi suami saya, Dr Rudy Sutadi, SpA, MARS, yang menjadi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang semenjak September 2004, dibatalkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta. Padahal, selama di lembaga pemasyarakatan, suami saya memberikan kontribusi dalam bidang kesehatan sesuai keahliannya dengan membantu merawat narapidana-narapidana yang sakit.
Remisi yang menjadi hak suami saya adalah total 22,5 bulan, yaitu untuk tahun 2005-2008. Namun keputusan remisi itu dibatalkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta atas gugatan Dr Lucky Aziza Bawazier, SpPD-KGH, melalui kuasa hukumnya, Wirawan Adnan, SH. Ketua majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara yang memutus gugatan itu adalah Boynarty K. Lande, SH.
Di manakah letak keadilan di Negara Indonesia? Kepada siapakah hukum di negara kita berpihak? Mungkinkah hukum di negeri ini hanya untuk orang-orang yang mempunyai banyak uang, yang bisa mengatur sesuai dengan keinginannya? Mungkinkah ini yang dinamai praktek ”mafia hukum” yang didanai tumpukan uang?
ARNELIZA R. SUTADI
Matraman Raya 13A, Jakarta Timur
Tanggapan Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat
MENGENAI surat pembaca yang dimuat pada majalah Tempo edisi 23-29 Agustus 2010 yang berjudul ”Pungutan Liar Kejaksaan Tinggi Sumatera Berat”, tentang pungutan pada pelaksanaan pelatihan prajabatan calon pegawai negeri sipil golongan II dan III, tanggapan kami sebagai berikut.
Pelatihan prajabatan tersebut dilakukan bekerja sama dengan Badan Pendidikan dan Pelatihan Provinsi Sumatera Barat sejak 19 Agustus hingga 2 September 2010. Pelaksanaan sepenuhnya oleh Badan Diklat. Dan berdasarkan surat nomor 893.3/979/B.Pim-2010 tanggal 12 Agustus 2010, Badan Diklat memungut biaya pendidikan Rp 2,2 juta untuk calon pegawai golongan III dan Rp 1,8 juta untuk golongan II.
Berdasarkan surat itu, Asisten Pembinaan Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat membuat surat ke kejaksaan negeri dan cabang kejaksaan negeri se-Sumatera Barat tempat para calon pegawai berada, supaya diketahui oleh para calon pegawai. Surat itu di antaranya memuat soal biaya dan informasi bahwa biaya itu akan diganti setelah peserta selesai mengikuti pelatihan prajabatan.
Para peserta pelatihan itu langsung membayar biaya diklat kepada Badan Diklat dan bukan kepada Kejaksaan Tinggi. Setelah selesai mengikuti pelatihan, para calon pegawai tersebut dengan membawa tanda bukti pembayaran biaya diklat segera menghadap Bendahara Kejaksaan Tinggi untuk menerima penggantian biaya diklat, sesuai dengan DIPA Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat 2010, dan sudah dianggarkan untuk penggantian biaya 87 orang calon pegawai.
Mengenai penggantian biaya diklat prajabatan 2009 yang menurut penulis surat hanya Rp 600 ribu, angka itu tidak tepat. Yang benar adalah Rp 642.085. Ini karena anggaran yang tersedia di DIPA Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat 2009 hanya untuk 30 orang buat peserta diklat 87 calon pegawai.
Berdasarkan fakta dan data itu, kami ingin menegaskan bahwa tidak pernah ada pungutan liar pada Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat.
AMANDRA SYAH ARWAN, SH, MH
Jaksa Utama Pratama,
NIP 1960041987031001
Asisten Intelijen Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat
Batasi Penarikan Tunai dari Bank
SAYA mengusulkan satu tindakan luar biasa pemberantasan korupsi, yakni pembatasan penarikan dana secara tunai dari bank. Selama ini, penarikan tanpa batas itu telah menjadi tempat persembunyian bagi penyuap dan koruptor. Dengan uang tunai, kejahatan sulit dibuktikan di pengadilan. Para koruptor pun lolos dari jerat hukum.
Menarik tunai berkoper-koper uang senilai miliaran rupiah dapat dilakukan dengan aman. Duit lalu dipakai untuk menyogok. Alirannya tidak terlacak. Penjahat ingusan pun tahu transfer bank merupakan tindakan bodoh. Bukti transfer akan menjadi bukti hukum yang bisa menjebloskan pemberi dan penerima suap ke bui.
Jika penarikan tunai dibatasi, misalnya sampai Rp 25 juta, untuk sogokan Rp 1 miliar, penyuap harus menarik tunai 40 kali. Ini akan menarik perhatian bank, yang kemudian melaporkannya ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. Semoga usul ini bisa dipertimbangkan.
WISDARMANTO G.S.
Kampung Kalibata RT 04 RW 07
Jalan Srengseng Sawah, Jagakarsa
Jakarta Selatan
Kecewa Pelayanan Taksi Blue Bird
PADA Minggu, 8 Agustus 2010, saya naik taksi Blue Bird Group nomor pintu MU 1464 yang dikemudikan Bapak Robin dari Sawangan, Depok, menuju Stasiun Kereta Api Gambir. Saya berangkat dari rumah pukul 17.10 dengan rute melalui jalan raya Ciputat-Parung.
Di daerah Cinangka, saya terjebak kemacetan sekitar 45 menit. Saya meminta sopir mengambil rute Lebak Bulus supaya lebih cepat tiba di stasiun. Tapi sopir menolak dengan alasan lalu lintas jalan itu lebih macet. Saya lantas dibawa memutar ke arah Pamulang (Ciputat ke kiri), lalu masuk jalan-jalan kampung, yang ternyata semakin ruwet dan macet.
Sesampai di Tanah Kusir, waktu sudah menunjukkan pukul 19.30. Padahal kereta Argo Lawu jurusan Solo yang akan saya naiki berangkat pukul 20.00. Saya mulai kesal terhadap sopir yang bingung dengan jalan yang dipilihnya. Tepat pukul 20.25, saya baru sampai di Stasiun Gambir dan kereta api sudah berangkat.
Tiket seharga Rp 680 ribu tujuan Yogyakarta milik saya pun hangus. Saya harus menunggu kereta api berikutnya. Padahal saya mengajak istri dan anak di bawah tiga tahun yang sedang sakit. Saya benar-benar dibuat susah oleh pengemudi taksi tersebut.
Kenapa perusahaan sebesar Blue Bird Group masih menggunakan sopir yang tidak profesional dan tidak paham Jakarta? Saya sebagai pelanggan taksi grup ini kecewa dengan pelayanan yang diberikan. Saya akan berpikir seribu kali untuk kembali naik taksi Blue Bird Group. Terima kasih.
MUKHAMAD MURDIONO, SPd, MPd
Sekretaris Jurusan PKn dan Hukum
Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi
Universitas Negeri Yogyakarta Kampus Karangmalang 55281
Permohonan Maaf Blue Bird Group
MENANGGAPI keluhan yang disampaikan Bapak Mukhamad Murdiono, SPd, MPd, kami atas nama Blue Bird Group mohon maaf.
Kami telah melakukan proses atas masalah yang terjadi, dan pengemudi taksi MU 1464 telah kami beri teguran karena tidak menjalankan standar pelayanan untuk membawa tamu melewati rute terdekat. Secara khusus kami juga telah menghubungi Bapak Mukhamad Murdiono untuk menyampaikan permohonan maaf serta penyelesaian masalah, dan Bapak Mukhamad dapat menerima dengan baik penyelesaian masalah ini.
BAYU KRISTIADI
Customer Service Manager
Blue Bird Group
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo