Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Pembaca

Surat Pembaca

10 Mei 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Koreksi Produksi Buah Lokal

ARTIKEL ”Yang Lokal yang Tergusur” dalam majalah Tempo, edisi 3-9 Mei 2010, halaman 74 cukup menarik untuk menggugah perhatian terhadap industri perbuahan nasional, khususnya jeruk. Artikel itu mencoba menggambarkan tantangan buah lokal dalam mengha-dapi buah impor, yang tecermin dari rendahnya daya saing jeruk nasional terhadap jeruk produksi Cina, seiring dengan realisasi perjanjian ACFTA.

Namun, menurut hasil penelaahan kami, terdapat kekeliruan yang cukup mengganggu dalam tulisan itu. Grafik data yang membandingkan buah impor dengan produksi buah lokal dan jeruk impor Cina dengan produksi jeruk lokal menunjukkan seolah-olah pada kedua kasus perbandingan tersebut, impor lebih besar dibandingkan dengan produksi lokal.

Berdasarkan data kami dan Badan Pusat Statistik pada 2008, produksi buah lokal mencapai 17,5 juta ton, jauh lebih tinggi dibanding buah impor yang hanya 503 ribu ton. Begitu pula dengan produksi jeruk lokal, tercatat 2,5 juta ton dibandingkan dengan jeruk impor Cina yang hanya 144 ribu ton. Kondisi serupa pun terjadi pada 2007.

Dalam tulisan itu juga terkesan seolah kami hanya menyalahkan faktor alam dalam kekalahan daya saing jeruk lokal terhadap jeruk Cina. Kami telah menangani masalah itu secara komprehensif. Selain dengan menyiasati faktor alam, kami mengembangkan kawasan buah-buahan unggulan dengan kelengkapan infrastruktur, menerapkan budi daya yang baik, penataan rantai pasokan, hingga promosi untuk meningkatkan konsumsi di dalam negeri dan ekspor.

Kami telah meminta transkrip wawancara terkait dengan artikel itu kepada wartawan Tempo untuk dipelajari. Tapi permintaan tersebut tidak dipenuhi.

AHMAD DIMYATI
Direktur Jenderal Hortikultural
Departemen Pertanian

Memang benar ada kesalahan teknis desain pada grafik yang ditampilkan, sehingga seolah-olah impor buah lebih tinggi daripada produksi buah lokal. Untuk itu, surat ini sekaligus ralat. Untuk permintaan transkrip wawancara, Tempo tidak memiliki kebijakan untuk memberikan kepada narasumber.

Terima kasih. —Redaksi


Salut kepada Sri Mulyani

SEBAGAI orang yang tidak mengenal Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, saya salut atas keputusannya menerima tawaran Bank Dunia menjadi managing director. Keputusan itu ekspresi integritas yang tinggi dari seorang pejabat di tengah budaya yang cenderung memuja kekuasaan. Amat jarang dalam sejarah Indonesia, seorang pejabat tinggi melepaskan kedudukannya demi menjaga kredibilitas dan integritas dirinya.

Suka atau tidak, Sri Mulyani adalah menteri yang mencolok karena kinerja, reputasi, dan kemampuannya yang tinggi. Dia menjadi satu dari sedikit perempuan Indonesia yang kiprahnya diakui luas, baik di tingkat kawasan maupun dunia. Karena itu, terpilihnya Sri Mulyani menjadi Direktur Pelaksana Bank Dunia justru harus diapresiasi sebagai putra bangsa yang kemampuannya diakui dunia internasional. Ini adalah momen dalam memperingati Hari Kartini.

LINDA SURACHMAN, SH
Lebak Bulus, Jakarta Selatan


Benarkah Gedung DPR Miring

ANGGOTA Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan gedung tempat mereka berkantor miring tujuh derajat. Anggaran pembangunan gedung baru pun ternyata sudah disiapkan. Tidak tanggung-tanggung, nilainya sampai Rp 1,8 triliun.

Memang ditemukan sejumlah retakan di beberapa titik gedung itu. Tapi apakah perlu sampai membangun gedung baru senilai triliunan rupiah? Bukankah untuk memperbaikinya bisa memakai metode injeksi. Anggota Dewan ngotot membangun gedung baru dengan kekhawatiran yang tidak mendasar.

Saya kira memang sudah menjadi tabiat anggota parlemen kita, kalau untuk kepentingannya begitu mudah menyetujui dan mencairkan anggaran. Sebaliknya, untuk anggaran yang tidak menyangkut kepentingannya, mereka sulit sekali menyetujuinya. Saya harap para wakil rakyat ini lebih sensitif. Masih banyak gedung sekolah di negeri ini yang hampir dan sudah roboh.

YUDI PRASETYO
Depok , Jawa Barat


Dewan Pers Mengaburkan Fakta

SAYA sungguh kecewa membaca pernyataan Wina Armada Sukardi. Anggota Dewan Pers itu menyebutkan empat kemungkinan kasus ”markus palsu” TV One bisa terjadi, seperti dikutip dalam artikel ”Sumber Anonim, Ancaman bagi Media” pada Tempo edisi 26 Apri-2 Mei 2010. Empat kemungkinan itu adalah polisi yang merekayasa kasus, TV One yang memanipulasi data narasumber, Andrys Ronaldi yang berbohong, atau Andrys benar makelar tapi hanya untuk kasus kecil.

Pernyataan itu berpotensi menyesatkan pembaca karena tidak menyentuh substansi dan terkesan kabur. Sulit memahami motif polisi melakukan rekayasa. Ini malah menunjukkan bahwa TV One, sebagai media yang mengaku kredibel, independen, dan cerdas, ceroboh atau tidak melakukan penelusuran fakta yang mereka dapatkan. Demikian juga soal Andrys (sang ”markus” palsu) berbohong dan Andrys adalah ”markus” kelas teri, yang secara substansial menunjukkan lemahnya verifikasi fakta yang dilakukan TV One.

Jika benar TV One memanipulasi data narasumber, pers Indonesia harus menaikkan bendera setengah tiang. Sebab, media sebagai pilar kelima demokrasi telah terkontaminasi oleh persaingan tidak sehat demi menjadi ”Yang Terdepan Mengabarkan”.

Akan menjadi dagelan jika TV One jadi melayangkan tuntutan kepada Andrys dengan delik penipuan. Pengaduan itu hanya akan menelanjangi kebobrokan TV One dalam menyortir berita dan memverifikasi fakta. Bukankah otoritas untuk menyiarkan atau tidak suatu tayangan ada di pihak redaksi? Atau jangan-jangan wewenang itu sudah diambil alih direksi?

DANIEL YUDHY SULISTYO
Tangerang, Banten


Kecewa terhadap Esia

DUA pekan lalu saya membeli telepon seluler Huawei paket Esia seharga Rp 299 ribu di gerai Esia di Carrefour Bintaro. Pada boks telepon yang saya beli itu tertera keterangan ”Diskon 100%”. Ketika saya menanyakan apa maksud diskon 100 persen itu, anggota staf penjualan menjawab maksudnya pembeli akan mendapat talk time tambahan senilai Rp 299 ribu.

Pada bagian tulisan ”Diskon 100%” itu tidak terlihat keterangan lain. Sesam-painya di rumah, ketika saya membuka stiker segel boks telepon itu, baru saya tahu ternyata ada keterangan lebih lanjut soal ”Diskon 100%” tersebut. Di situ disebutkan bahwa diskon berlaku apabila telepon diaktifkan sebelum 30 Januari 2010. Dengan kata lain, paket itu sudah kedaluwarsa ketika saya beli.

Saya heran kenapa keterangan penting untuk konsumen tidak diperlihatkan secara jelas. Terkesan sengaja ditutupi dengan stiker yang tidak bisa dicek ketika konsumen membeli karena membuka segel berarti membeli. Staf penjualan di gerai Esia juga tidak jujur kepada konsumen.

NAFI BADILLAH
Bumi Serpong Damai, Tangerang


Kecewa Nada Sambung Telkomsel

PADA Sabtu, 8 Mei 2010, pukul 15.09 WIB, saya mendapat pesan pendek dari NSP1212. Isinya pemberitahuan tentang permintaan saya untuk registrasi nada sambung telah berhasil. Nada sambung pribadi sudah diaktifkan. Ketika saya mengecek pemakaian pulsa, ternyata sudah ditambah secara otomatis ke dalam tagihan bulan berikutnya Rp 9.900.

Ini aneh, karena saya tak pernah mengirimkan SMS untuk meminta layanan nada sambung pribadi kepada Telkomsel. Saya pun mengajukan komplain ke bagian customer service Telkomsel di nomor telepon 52919811, dengan petugas bernama Anie.

Menurut pengakuan Anie, saya telah mengirimkan SMS pada pukul 15.05. Padahal tidak pernah sekali pun melakukan registrasi dengan mengirimkan SMS. Pada hari itu, saya mengirimkan SMS terakhir pada pukul 12.09.

Saya ingin meminta klarifikasi kepada Telkomsel, bagaimana bisa saya melakukan registrasi nada sambung via SMS, padahal saya tak pernah sekali pun melakukannya? Berarti, ada kemungkinan nomor telepon saya digunakan oleh orang lain untuk mengirim SMS ke NSP1212? Apa yang sesungguhnya terjadi?

Ini bukan soal uang Rp 9.900. Ini masalah penghormatan terhadap hak saya sebagai konsumen. Bayangkan, bila kasus yang sama terjadi pada jutaan pelanggan Telkomsel lainnya, berapa miliar rupiah yang diraup setiap bulan melalui kasus seperti ini?

DEWI RINA
Jakarta Selatan
081180xxxx


Tempo Beda Sendiri

SAYA pembaca majalah Tempo sejak mahasiswa hingga kini—saat saya sedang menunggu kelahiran cucu pertama. Sejauh ini kepuasan membaca laporan utama Tempo belum pernah menurun.

Laporan utama tentang Susno Duadji dan makelar kasus yang diungkapnya luar biasa. Banyak sekali informasi yang tajam dan dalam yang membuat saya, sebagai sarjana hukum tak habis pikir dengan kondisi aparat hukum kita.

Selain itu, saya salut dengan pemilihan dan penulisan berita halaman depan Koran Tempo yang sangat berbeda dengan koran lain. Contohnya, berita mundurnya Sri Mulyani Indrawati dari jabatan Menteri Keuangan untuk menerima tawaran menjadi Direktur Pelaksana Bank Dunia.

Menurut saya, hanya Koran Tempo yang mengangkat angle berita halaman depan dengan informasi ”ada apa” di balik langkah Sri Mulyani itu.  

Menarik sekali. Saya menunggu laporan utama Tempo dan headline Koran Tempo berikutnya.

DADAN RAMADHAN
Setiabudi, Bandung


Mendambakan Advokat Putih

PADA 26 April lalu, 59 pengacara yang diketuai Yan Apul mengiklankan pendeklarasian terbentuknya gerakan moral, yang dinamai Forum Peduli Advokat Indonesia. Forum ini untuk mengantar terbentuknya wadah tunggal organisasi advokat se-Indonesia. Saya berharap wadah tunggal itu bisa menangani segala sepak terjang advokat hitam yang menghalalkan segala cara untuk memenangkan kliennya.

Terbongkarnya kasus dugaan suap pengacara Haposan Hutagalung (kasus Gayus Tambunan) dan Adner Sirait (kasus hakim Pengadilan Tata Usaha Negara, Ibrahim) adalah sebuah fenomena puncak gunung es. Sesungguhnya mati-hidup, tegak-runtuh, serta adil-batilnya penegakan hukum sangat bergantung pada niat luhur para advokat dalam menjalankan profesi mereka.

Saya berharap wadah tunggal itu bisa menghentikan praktek busuk para advokat, seperti lobi-lobi tertutup yang berujung pada suap dan jual-beli perkara. Argumen hukum apa pun haruslah dilakukan secara terbuka melalui persidangan tanpa menjanjikan imbalan apa pun.

Jika wadah tunggal terbentuk tapi tidak bisa menghilangkan praktek busuk pengacara, perlu dipertanyakan manfaat organisasi ini.

WISDARMANTO GS.
Jagakarsa, Jakarta Selatan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus