Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Pembaca

Surat Pembaca

8 Oktober 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bosan Korupsi

APA yang dibahas Tempo dalam edisi 24–30 September 2007 soal ”Time Asia dan Soeharto” hanya tumpukan kecil dari segudang kasus korupsi di negeri ini. Apa yang akan dilakukan Presiden Yudhoyono?

Saya kira Pak Presiden bisa mengusut korupsi triliunan itu. Kalau tidak bisa, ya, tak usah jadi presiden. Kalau kata orang Medan, libas saja tikus-tikus itu dengan lem, dengan racun, dengan berburu, menakut-nakuti. Pokoknya apa saja deh. Kami sudah bosan dengan korupsi.

PRASASTI PERANGIN-ANGIN Medan, Sumatera Utara

Untuk Fauzi Bowo

SEPERTI ramai diberitakan media, pasangan Gubernur Jakarta yang baru, Fauzi Bowo-Prijanto, menyedot dana rakyat Rp 1,4 miliar hanya untuk pelantikan. Ini bisa menimbulkan citra negatif bagi mereka.

Di samping menyakiti hati warga, tindakan demikian sama sekali tidak relevan dengan visi dan misi ”Jakarta untuk Semua”. Bagaimana mereka bisa mencapai tujuan mensejahterakan rakyat Jakarta?

Seluruh warga Jakarta hendaknya bersama-sama memonitor Seratus Hari Pertama kinerja Fauzi-Prijanto. Kepada Fauzi-Prijanto, jangan sekali-sekali menghamburkan uang rakyat lagi di masa mendatang. Semoga Anda berdua sukses.

GAGAH WICAKSANA Koordinator Jakarta Watch

Usut Kasus Irawady

JIKA benar Irawady Joenoes, Koordinator Keluhuran Martabat Hakim, terbukti menerima suap dari pengusaha pemenang tender tanah Mahkamah Yudisial, publik akan bertambah sinis kepada moral para pejabat negara, khususnya para penegak hukum dan keadilan. Bagaimana tidak? Irawady tertangkap basah oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi sedang menerima uang dari pengusaha itu di sebuah rumah di Jakarta Selatan.

JENIFER WOWORUNTU Lenteng Agung Persada Kav. 54A Jakarta Selatan

Pelajaran dari Irawady Joenoes

KASUS suap yang melibatkan anggota Komisi Yudisial Irawady Joenoes telah menyedot perhatian publik. Terkait hal itu, banyak pihak mempertanyakan sistem fit and proper test yang dilakukan DPR saat menguji calon anggota Komisi dulu.

Arbac Papuko, anggota DPR penguji Irawady, mengatakan bahwa Irawady adalah sosok yang cukup menonjol dan calon yang paling berhati-hati menjawab pertanyaan dari anggota DPR, khususnya yang berkaitan dengan martabat dan keluhuran hakim. Namun, mungkin dalam perjalanan waktu ada erosi moral dan idealisme.

Dengan kejadian ini, Komisi Hukum DPR hendaknya mencari formula yang lebih tepat dalam melakukan proses fit and proper test pada calon-calon pejabat negara. Langkah ini perlu dilakukan guna mendapatkan calon-calon pejabat negara yang bersih dan berwibawa.

AGUNG WIRATAMA Depok, Jawa Barat

Kabinet Bayangan?

Dari Senayan dikabarkan, beberapa wakil rakyat kita yang terhormat sedang mempersiapkan kabinet pemerintahan bayangan. Menurut Ali Mochtar Ngabalin dari Partai Bulan Bintang, yang menjadi salah satu penggagas, pembentukan pemerintahan bayangan untuk memunculkan budaya politik baru.

Pemerintahan bayangan, konon, muncul karena pemerintahan sebenarnya yang dipimpin Presiden SBY memble dalam mensejahterakan rakyat. Pendeknya, kabinet bayangan ini sebagai penyeimbang dan mencambuk pemerintah supaya lebih punya greget membangun bangsa ini.

Apakah ini serius atau anggota Dewan yang terhormat sedang tak ada kerjaan? Atau mau meniru acara Republik Mimpi?

LINDA SURACHMAN SH Taman Cilandak III Lebak Bulus Jakarta Selatan

Fenomena Bentrok TNI-Polri

UNTUK yang kesekian kalinya terjadi bentrok antara TNI dan Polri. Terakhir di Ternate, Maluku Utara. Masyarakat jadi bertanya, apa masalahnya? Banyak kemungkinan, antara lain solidaritas korps yang keliru, tidak ada bimbingan komandan, usia muda, proses seleksi masuk yang tak profesional, kurangnya kesejahteraan.

Kalau pemerintah ingin menggaji TNI/Polri dengan layak, maka yang harus dilakukan yaitu merampingkan organisasi PNS. Idealnya, jumlah PNS cukup sekitar satu persen dari jumlah penduduk atau sekitar 2,2 juta saja, atau sekitar 50 persen PNS harus pensiun dini.

Jika jumlah PNS dikurangi 50 persen, maka gaji pokok TNI/Polri lapis bawah bisa ditingkatkan menjadi sekitar Rp 4 hingga Rp 5 juta per bulan. Idealnya, gaji TNI/Polri lebih besar dibandingkan gaji PNS mengingat tugas dan tanggung jawab mereka lebih besar.

HARIYANTO IMADHA Jalan AIS Nasution 5 Bojonegoro

Kriminalisasi Penulis Surat Pembaca

SAYA adalah salah satu penulis surat pembaca yang dilaporkan ke Mabes Polri oleh PT Duta Pertiwi Tbk., salah satu anak usaha Sinar Mas Group.

Sebagai perusahaan publik, Duta Pertiwi seharusnya menjelaskan secara jujur cacat-cacat yang terkandung di dalam produk yang dijualnya. Malah saya yang memberi tahu masyarakat melalui surat pembaca dikatakan mencemarkan nama baik. Padahal, apa yang saya jelaskan berdasarkan fakta-fakta yang ada pada saya.

Sekarang, setelah kekurangan itu terbongkar, perusahaan akhirnya terbuka mengakui cacat tersebut. Tetapi perusahaan ini menyatakan bahwa mereka sudah memberitahukan cacat itu kepada saya dan konsumen lain sejak awal. Luar biasa, karena kami tidak tahu. Bukti-bukti dokumen yang saya miliki sama sekali tidak menunjukkan cacat tersebut.

KHOE SENG SENG ITC Mangga Dua, Jakarta

KPK Harus Tegur Pengusaha

TERNYATA masih ada perusahaan yang nekat memberikan parsel kepada pejabat negara kendati dilarang Komisi Pemberantasan Korupsi. Salah satunya adalah Raja Garuda Mas Group yang mengirim bingkisan kepada Aulia Rahman, anggota DPR dari Golkar yang juga Ketua Panitia Kerja Pembalakan Liar.

Bingkisan itu terkuak karena Aulia Rahman segera mengembalikan bingkisan tersebut kepada KPK. Sikap tegas wakil rakyat itu tentu patut mendapat apresiasi yang baik dari masyarakat dan pemerintah karena berani mempertahankan harga diri dan martabatnya. Seharusnya para pejabat publik lainnya mengikuti langkah Aulia Rahman.

Seharusnya KPK juga menegur keras perusahaan dan pengusahanya, yang nyata-nyata sudah memberikan bingkisan kepada pejabat meskipun dilarang. Tidak pantas pengusaha menggoda para pejabat dengan bingkisan-bingkisan yang bisa mengantarkan para pejabat ke penjara.

LIEM POERNAMA The Indonesia Watch

Kebebasan Wartawan

SAYA memandang kebebasan wartawan sesuatu yang patut diperjuangkan dengan tidak mengesampingkan kode etik. Kebebasan wartawan dalam memberikan informasi merupakan hak insan pers yang harus dipertahankan dan diperjuangkan.

Kenyataannya wartawan semakin mengganas. Di televisi banyak sekali tayangan dan informasi yang tidak memberikan pengaruh positif. Banyak sekali berita-berita yang menyiarkan kekerasan dengan jelas dan sedetail-detailnya, seperti pembunuhan dan perampokan. Ini berbahaya karena bisa merusak mental anak-anak.

Namun, tidak semua wartawan demikian. Hanya kelompok-kelompok tertentu yang membuat kebebasan wartawan kian ”menggila” dan membuat nama baik wartawan tercemar. Usaha pemerintah pun sangat diperlukan di sini.

RIZALDY INDRA PERMANA Mahasiswa Jurnalistik

Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran

Penyadapan Wartawan

PRESIDEN Susilo Bambang Yudhoyono sebaiknya tidak menutup mata terhadap masalah hukum yang menimpa pers, misalnya soal penyadapan telepon wartawan. Hal ini sangat penting bagi SBY, karena ujian yang sangat berat dalam alam demokrasi saat ini sesungguhnya adalah tegaknya kebebasan pers.

Saya sangat sependapat dengan pernyataan Aliansi Jurnalis Independen yang mengutuk tindakan penyadapan yang dilakukan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab terhadap wartawan. Kini saatnya publik mengawasi kasus ini, sekaligus melawan sewenang-wenangan yang mungkin bisa dilakukan oleh siapa saja terhadap wartawan.

HANS S. WIDHYA Konsorsium Untuk Transparansi Informasi Publik

Pers Nasional dan Kasus Tanah

DI Indopos ada dua surat pembaca yang dimuat dua kali, yakni tanggal 21 September dan 29 September, lalu disusul surat di majalah Forum. Surat itu mempersoalkan seorang anggota Badan Intelijen Negara yang menyerobot tanah.

Saya, aktivis Jaringan Epistoholik Jakarta (JEJAK), belum pernah membaca surat pembaca sampai dimuat dua kali, hanya dengan mengganti judulnya saja, sementara isi dan penulisnya persis sama. Ada apa di balik itu? Kuat dugaan saya, karena ada satu kata yang kebetulan sedang menjadi primadona isu pemberitaan media massa belakangan ini, yaitu BIN.

Seharusnya pers lebih bijak dalam memuat surat pembaca. Pers seharusnya tidak terjebak pada kepentingan yang merusak citra pers sendiri. Jika tidak pers justru akan ikut menyuburkan kasus-kasus tanah seperti yang terjadi di Meruya.

ANGGI ASTUTI Jaringan Epistoholik Jakarta

Kutuk untuk Pemerintah Burma

KONFLIK sosial dan ketegangan yang berlarut-larut di Burma merupakan personifikasi realita bangsa itu tengah dirundung persoalan sosial yang mencabik sendi kehidupan masyarakatnya. Para biksu yang biasanya hidup sederhana dan jauh dari hiruk-pikuk politik turun ke jalan.

Penganiayaan tidak manusiawi dan jauh dari nilai-nilai intrinsik Buddhis itu seharusnya tidak terjadi jika akar persoalan itu dapat diatasi dengan cinta kasih (metta), sebuah esensi sakral utama dalam agama Buddha.

Dewan Pimpinan Pusat Generasi Muda Budhis Indonesia (DPP Gemabudhi), mengutuk tindakan tak beradab di Burma, mengimbau pemegang kekuasaan Burma menyejukkan suasana dengan ajaran cinta kasih, mengimbau pemerintah Burma menghentikan semua tindakan militeristis terhadap warganya, terutama para biksu yang tidak bersenjata.

PONIJAN LIAW Ketua Umum Gemabudhi

Seharusnya Indonesia Tegas

PEMERINTAH Indonesia terkesan kurang tegas dalam menyikapi kemelut di Myanmar. Sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, Indonesia seharusnya bisa menunjukkan ketegasan dalam soal ini.

Pemerintah harus berani mendesak PBB agar mengirimkan tim kemanusiaan ke sana. Ini sangat penting, soalnya pelanggaran hak asasi manusia di negara tersebut semakin memburuk dan bisa menjadi ancaman bagi perdamaian. Selain itu, Indonesia seharusnya juga berani mengusulkan agar ASEAN membekukan keanggotaan Myanmar, sampai tercapai kondisi demokratis, adil dan beradab.

Seharusnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak ragu mengambil peran terbuka dengan membuat pernyataan yang tegas dan lugas, yaitu menolak tindakan represif junta militer dalam menghadapi gejolak politik di Myanmar.

JOHANES SOEMARNO Asia Studies Forum

Mewaspadai Komunisme

BARU-baru ini Ribka Tjiptaning, anggota DPR penulis buku Aku Bangga Menjadi Anak PKI, mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono segera merehabilitasi nama orang-orang yang terkait Gerakan 30 September 1965. Juga segera memulihkan hak asasi dan kebebasan mantan tahanan politik yang dikaitkan dengan G-30-S yang tidak pernah diproses hukum.

Terhadap desakan dan upaya-upaya yang dilakukan oleh pihak yang menamakan diri Korban Tapol 65 tersebut, pemerintah harus mewaspadai upaya-upaya menghidupkan kembali komunisme dengan konsisten terhadap ideologi Pancasila.

G-30-S harus diingatkan kembali kepada para generasi muda. Kemiskinan bangsa ini bisa menjadi lahan subur tumbuh kembalinya gerakan komunisme. Karena itu, pemerintah harus berupaya menghilangkan sumber-sumber penyebab munculnya ancaman komunisme.

ANASHASIA DEVIANTI Jalan Sholeh Iskandar, Bogor

Koreksi Undang-undang

PADA rubrik ”Peristiwa” majalah Tempo edisi 30 september 2007 yang berjudul ”MA versus BPK” diuraikan bahwa tidak semestinya dua lembaga negara saling ”berantem”. Menurut saya perseteruan tersebut bukanlah karena ego kelembagaan. Sudah selayaknya BPK memeriksa biaya perkara di MA karena menyangkut uang publik.

Dalam artikel itu juga disebutkan bawah BPK memakai Undang-Undang 13/2003 tentang BPK sebagai payung hukum untuk memeriksa biaya perkara di MA tersebut. Yang saya tahu undang-undang tentang BPK Nomor 15 tahun 2006. Mungkin yang dimaksud adalah Undang-Undang Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara.

Jika ya, undang-undang ini telah memberi kewenangan luas terhadap BPK untuk memeriksa semua bentuk keuangan negara, tak terkecuali uang biaya perkara di MA. Demikian pula Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

NICO ANDRIANTO Palangkaraya, Kalimantan Tengah

Penjelasan Lativi

MENANGGAPI surat dari Bapak Mochammad Riyadi pada Tempo edisi 1-7 Oktober 2007 tentang kuis yang dilaksanakan Lativi, ada beberapa hal yang ingin kami jelaskan.

Kuis yang dimaksud Bapak Riyadi adalah kuis pada program Keluarga Dacil, bukan Kampung Dacil. Kami sudah menghubungi Bapak Riyadi untuk menyelesaikan permasalahan ini. Secara internal kami juga telah melakukan koordinasi, dengan harapan kejadian seperti ini tidak terulang.

Lativi selalu terbuka menerima masukan dan saran dari masyarakat untuk menghasilkan tayangan dan produk terbaik bagi seluruh pemirsa.

RALDY DOY Manajer PR Lativi

Liga Inggris Coming Back

SETIAP malam Minggu tradisi saya dan keluarga untuk menonton Liga Primer Inggris akan kembali terlaksana. Walaupun Lativi cuma menyiarkan satu pertandingan langsung per minggu, cukuplah rasanya mengobati kerinduan pada penampilan Stevan Gerrard, Christiano Ronaldo, Drogba dan kawan-kawan. Salut Lativi!

ADE SURADE Ciemas, Sukabumi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus