Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketidakjujuran Guntur Romli
Tulisan Guntur Romli di majalah Tempo- edisi 5-11 Juni 2006 berjudul ”Gus Dur, Al-Quran, dan Pornografi” adalah sedikit dari tulisan para pembela mantan presi-den Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang sungguh menggelikan. Seperti kita tahu, Gus Dur adalah sosok kontroversial. Bukan- Gus Dur kalau dia bicara biasa-biasa saja. Kebiasaan itu sudah ada sejak ia belum menjadi presiden hingga lengser dari jabatan orang nomor satu di negeri ini. Terakhir ia mengatakan, Al-Quran adalah kitab suci paling porno di dunia (www.islamlib.com).
Ketika pernyataan tersebut di-posting di berbagai milis, ada saja yang membelanya- dengan mengatakan kitab yang dimaksud Gus Dur bukan Al-Quran melainkan kitab lain yang berbahasa arab. Padahal jelas-jelas Gus Dur mengatakan, ”Sebaliknya me-nurut saya. Kitab suci yang paling porno di dunia adalah Al-Quran,” sambil tertawa terkekeh. Jadi, menurut saya, kok pendukung Gus Dur bisa menafsirkan kitab yang dimaksud itu bukan Al-Quran?
Demikian pula yang dilakukan Muhammad Guntur Romli, sebagaimana dimuat di Tempo edisi pekan lalu. Guntur menulis-, ”Liciknya, mereka, yang pernah juga menyebarkan fitnah bahwa Gus Dur telah dibaptis, menyebarkan kabar bahwa Gus Dur telah berkata Al-Quran itu kitab suci porno.”
Guntur adalah pewawancara Gus Dur yang memuat pernyataan tersebut di acara- ”Kongkow Bareng Gus Dur” di Kantor Berita Radio 68H bersama Arif Nurlambang-. Keduanya dari Jaringan Islam Liberal (JIL). Guntur mengatakan, ”Seperti Abu Nawas, pernyataan Gus Dur sengaja dipelintir dan dilepaskan dari konteksnya karena ada motif dan tujuan tertentu.”
Kasusnya jelas berbeda. Abu Nawas dila-porkan ke Khalifah karena tak mau ruku’ dan sujud. Setelah dikonfirmasi, ternyata- tidak ruku’ dan sujud dalam salat jena-zah (yang memang tidak ada ruku’ dan sujud-nya). Sementara pernyataan Gus Dur dimuat lengkap dari A sampai Z, tidak dipotong, ditambahi, atau dikurangi, dan dimunculkan di situs resmi kalangan yang selama ini mendukung Gus Dur (JIL).
Kita boleh sangsi kalau yang memuat wawancara itu adalah media atau situs yang menentang Gus Dur karena bisa menyunat dan menambah pernyataannya. Tapi yang memuat ini adalah situs resmi JIL di mana Guntur juga aktif di dalamnya. Nah, kalau Gus Dur memang tidak berbicara seperti yang diributkan banyak orang, sebaiknya Guntur atau JIL meralatnya dan bukan menyalahkan orang lain.
Sebaiknya Guntur, juga pengikut Gus Dur lainnya, tak perlu membela mati-mati-an. Semua orang sudah tahu Gus Dur suka melontarkan kata-kata kontroversial. Tak perlu dilurus-luruskan, karena bisa membuat orang bingung. Terimalah Gus Dur seperti itu dan tidak perlu dibela. Sebab, setiap pernyataan dan tindakan ada konsekuensinya.
Budi Handrianto Pekayon Bekasi Barat
Jawaban Guntur Romli: Terima kasih atas tanggapannya. Na-mun-, saya tetap berpijak pada tradisi Islam- untuk saling bertabayun. Hingga saat ini belum ada yang menghubungi pihak Kantor Berita Radio 68H, JIL, ataupun Gus Dur sendiri. Jika memang berhasrat, kami bisa memutar ulang rekaman seluruh wawancara Gus Dur agar bisa menangkap secara utuh wawancara tersebut dan tidak ter-potong-potong.
Bingung Singkatan Kata
Saya termasuk penggemar rubrik Ba-hasa- di majalah Tempo. Salah satu alasannya karena Tempo terus berusaha menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar.
Belakangan ini saya risau dengan upaya penyingkatan kata yang kian marak. Kerisauan itu dikarenakan beberapa hal. Pertama, adakah lembaga yang secara khusus menangani pembakuan penyingkatan kata. Kedua, layakkah jika penyingkatan kata yang belum dibakukan ini disebarluas-kan melalui media publik, misalnya televisi.
Saya pernah mendengar kalau Pulau- Ja-wa, Madura, Bali disingkat Jamali. Apa-kah singkatan ini sudah baku dan bisa diguna-kan secara resmi, misalnya dalam mata pelajaran di sekolah? Mengapa Jamali dan bukan Jamaba? Ada lagi istilah rawat inap darurat disingkat ”rindu”. Belum lagi ”sutet”. Itu hanya beberapa contoh yang membuat saya selalu bingung.
Sebagai orang awam yang ingin berbahasa Indonesia dengan baik dan benar, saya ingin tahu adakah panduan penyingkatan kata? Atau hal ini sudah dimasukkan dalam wilayah publik sehingga siapa pun bebas menciptakannya? Ada yang bisa membantu saya?
Wiwin Antarini Jalan Angsana 187, Kutai Timur
SBY Harus Peringatkan Alkatiri
Tuduhan Perdana Menteri Timor Leste Mari Alkatiri bahwa milisi dan pihak ketiga telah membuat gejolak di Timor Leste sangat provokatif. Pernyataan ini me-nying-gung pemerintah Indonesia. Sudah- seharusnya Presiden Susilo Bambang Yudho-yono kecewa atas tudingan itu. Sudah sepatutnya pula, sejak awal terjadinya ke-rusuhan di Timor Leste, Presiden Yudho-yono memutuskan untuk tidak ikut sama sekali dalam upaya meredam gejolak di negara termuda tersebut.
Langkah itu perlu diambil untuk menghindari terjadinya tuduhan-tuduhan sepihak terhadap Indonesia. Ternyata Indo-nesia, yang sejak awal sudah mencoba membangun hubungan baik dengan membuat Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP), masih saja dikaitkan dengan kerusuhan itu oleh Alkatiri.
Tuduhan Alkatiri memperlihatkan kegalauan karena posisinya diguncang oleh kaum pemberontak yang muncul akibat- kebijakannya sendiri. Tuduhan itu bertolak- belakang dengan pernyataan simpatik dan obyektif dari Presiden Timor Leste -Xanana Gusmao dan Menlu Australia Alexander Downer yang menyebutkan tak ada bukti keterlibatan Indonesia dalam kerusuhan yang terjadi di Timor Leste.
Presiden Yudhoyono harus mengambil tindakan lebih tegas lagi agar tidak selalu- dijadikan kambing hitam dalam setiap kerusuhan yang terjadi di wilayah yang pernah menjadi bagian dari Indonesia. Peringatan Presiden Yudhoyono agar Alkatiri tidak mengalihkan isu kerusuhan di dalam negerinya terhadap Indonesia sangat pen-ting dan perlu disampaikan secara resmi (tertulis). Itu bukti Indonesia tidak ingin ikut campur dalam urusan ”kerusuhan” negara lain.
M. Zainal Bahri Jalan Kertamukti, Pisangan, Tangerang
Penjelasan Garuda
Kami telah membaca surat pembaca dari Bapak Dody Reza Alex di majalah Tempo edisi 5-11 Juni 2006 yang mengeluhkan pelayanan dan penundaan penerbangan GA 980, Jakarta-Jeddah, pada tanggal 28 April lalu. Melalui surat pembaca ini, kami menyampaikan permohonan maaf kepada Bapak Dody atas ketidaknyamanan yang dialami akibat penundaan itu.
Perlu kami sampaikan, penundaan pener-bangan itu dilakukan dikarenakan aspek operasional pesawat. Para petugas reservasi kami sebenarnya juga telah berupaya memberitahukan kepada para penumpang soal penundaan tersebut. Namun, meng-ingat kendala adanya penumpang yang ber-angkat dari luar kota Jakarta, dan ada beberapa penumpang yang nomor teleponnya tak tercantum dalam reservasi, maka tak seluruh penumpang dapat dihubungi.
Pada 28 April 2006 itu, hanya ada satu penerbangan lain yang berangkat dari Jakarta menuju Jeddah. Penerbangan ter-sebut telah penuh (fully booked) sehingga hanya ada tiga penumpang yang dapat di-alihkan ke penerbangan itu.
Sekali lagi, kami menyampaikan permohonan maaf kepada Bapak Dody Reza Alex. Atas perhatian Bapak, kami ucapkan banyak terima kasih.
Pujobroto VP Corporate Communications PT Garuda Indonesia
Pelayanan Garuda Buruk
Sebagai pemegang kartu anggota Garuda bernomor GFF Gold 220848762, saya merasa kecewa dengan pelayanan dari ma-najemen PT Garuda Indonesia. Terutama, saya merasa dibuat malu dan dipermain-kan oleh manajemen perusahaan ini di Bandara Sultan Hasanuddin, Makassar.
Pada 29 Mei 2006 lalu, saya terbang de-ngan pesawat Garuda dengan rute Jakarta-Ujungpandang, pulang-balik. Berangkat dari Jakarta pada 29 Mei dengan menggunakan pesawat GA 610 dengan nomor tiket 262372247-4 kode booking QKFGMD dan kembali dari Ujungpandang tanggal 3 Juni dengan pesawat GA 603 pukul 15.40.
Sehari sebelum kembali ke Jakarta, saya mengkonfirmasi kepulangan melalui Garuda Call Center sebagaimana prosedur- yang benar sesuai dengan persyaratan penerbangan sipil. Pukul 13.35 saya tiba di Bandara Hasanuddin Makassar dan melakukan check-in di counter Garuda. Tiket diserahkan kepada petugas di kon-ter check-in, namun ketika petugas itu akan menyatukan boarding pass dengan flight coupon, didapati tiket saya tak dilampiri flight coupon sebagaimana mestinya.
Masalah itu akhirnya diambil alih pe-tugas- lain bernama Novel. Saya ditanyai kronologi penerbangan dari Cengkareng, sejak dari proses check-in hingga boarding-. Menurut Sdr. Novel, kronologi itu pen-ting demi menelusuri kemungkinan terjadi-nya kehilangan flight coupon saya. Selain itu juga akan dijadikan laporan Sdr. Novel melalui teleks kepada pengambil keputus-an di kantor Garuda Jakarta. Saya kemudian diminta menunggu.
Setengah jam tak ada perkembangan, saya menghubungi Garuda Call Center dan diterima Sdr. Denny. Saya sampaikan masalah yang saya hadapi, Sdr. Denny meminta saya menunggu karena pihak Garuda tengah melakukan pelacakan di konter check-in di Bandara Soekarno-Hatta.
Saya masih sabar menunggu. Tapi betapa terkejutnya saya ketika panggilan boarding bagi penumpang GA 603 diumumkan, masalah saya belum juga ada jalan keluarnya. Saya memaksa masuk kantor Garuda di Bandara Sultan Hasanuddin untuk mena-nyakan penyelesaian masalah saya. Tapi Saudara Novel tak ada di tempat. Petugas lain menganjurkan saya membeli tiket baru. Sayang, saya tidak sempat mencatat namanya. Saya benar-benar kesal dan kecewa, apalagi situasi saat itu sangat kritis.
Saya terpaksa menuruti anjuran mereka karena tak ada pilihan lain. Dengan terburu-buru pula saya harus segera melengkapi administrasi bandara (airport tax) dan berlari menuju pesawat karena sebentar lagi pesawat akan melakukan proses engine.
Dari peristiwa ini saya berkesimpulan pelayanan dan penanganan masalah di Garuda amatlah buruk. Bagaimana mungkin peristiwa itu terjadi, karena rencana perjalanan saya sebagai calon penumpang pulang-pergi sudah dibukukan dan dibuktikan dengan lembaran konfirmasi yang tercetak pada lembar tiket?
Sebagai calon penumpang, saya juga melakukan proses rekonfirmasi, sehari sebelum tanggal keberangkatan. Dari pen-jelasan Sdr. Denny di kantor Garuda Jakarta, disebutkan pula data di komputer seluruhnya confirmed bahwa saya calon penumpang GA 603 dan telah melakukan re-konfirmasi ulang. Tapi kenapa justru saya dibiarkan menunggu tanpa pemberi-ta-huan hingga panggilan boarding pener-bang-an diumumkan?
Pada situasi kritis seperti itu, Garuda- malah mengharuskan saya membeli tiket- baru guna melengkapi prosedur me-nerbang-kan penumpang yang dibuktikan de-ngan penyertaan flight coupon pada lembar boarding pass. Sebagai calon pe-numpang yang telah lebih dulu konfirm dan membayar lunas penerbangan, bukankah seharusnya mendapat prioritas, bukan dipersulit penanganannya.
Pada akhirnya, saya akhirnya memperta-nya-kan janji yang ditawarkan situs dan bro-sur mengenai prioritas dan keistimewaan bagi pemegang kartu GFF Gold. Toh, akhir-nya memang tidak terbukti sama sekali.
Wahyudhi Jalan Pedati 18, Jakarta Timur
Ralat:
- Pada artikel majalah Tempo edisi 5 - 11 Juni 2006 berjudul ”Nasib Kasus Jende-ral Wiran-to” halaman 120, tertulis, ”Menurut se-orang di-plomat Indonesia yang masih berada di Dili, Jaksa Agung Monteiro berbohong. ’Sa-ya baru saja ke lokasi kantornya...’.” Informasi ter-sebut bukan berasal dari diplomat Indonesia. Terima kasih.
- Ada kesalahan pada artikel majalah Tempo edisi 5 – 11 Juni 2006 berjudul ”10 dari Pi-ala Dunia” halaman 91. Di situ tertulis tentang Togo, ”Pendapatan per kapita setahun US$ 1.700—di atas Indonesia yang cuma US$ 1.140.” Yang benar, pendapatan per kapita Indonesia US$ 1.259, sedangkan Togo US$ 378. Jadi, Indonesia masih lebih kaya ketimbang Togo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo