Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Arisan! Pindah Rumah

Film Arisan! diangkat ke layar kaca. Masih diperkuat bintang di layar lebar. Tapi ritmenya lamban.

12 Juni 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

”Mei..., gawat.., Bob” jerit Andien kolokan.

”Kenapa Bob?”

(Penonton pasti sudah menduga Bob, suami Andien, selingkuh.)

”Ke Jepang….”

”Oooh, terus kenapa?”

”Aku kena cacar, sendirian....”

Buset!

Oke, saudara-saudara. Inilah serial Arisan!, the Series, yang diambil dari layar lebar yang kini pindah rumah ke layar ANTV setiap Senin dan Selasa malam pukul- 21.30. Dialog Andien-Meimei itu tentu- saja tak ditemukan dalam Arisan! -versi film, yang menjadi induk bagi serial ini.

Kontrak yang panjang (39 episode), mau tak mau, membuat cerita Arisan! bercabang dan beranting. Tak cuma berkisar pada tokoh inti—Andien (Aida Nurmala), Nino (Surya Sapu-tra), Meimei (Cut Mini), Sakti (Tora Su-diro), dan Lita (Rachel Maryam). Muka-muka baru pun bermunculan. Ada Ibu Yuyun, mertua Andien yang me-nyebalkan; lalu Kenneth, pacar Li-ta yang bekerja sebagai pengacara sua-mi Meimei. Ada pula Ical (di televisi diperankan Lukman Sardi, di layar le-bar diperankan Nico Siahaan), dan orang tua Kenneth yang masih memegang tradisi leluhur masyarakat Tiong-hoa.

Tak ada yang salah dengan pe-ngem-bangan karakter itu, asalkan- di-dukung- oleh skenario yang tergarap dengan baik dan solid. Lebih penting lagi, karena ini untuk pemirsa televisi yang menyaksikan sambil bikin kopi atau ke toilet tanpa permisi, skenario- harus mampu menahan penonton- di kursinya-. Namun, yang terjadi, beberapa adegan tampak mubazir, berpanjang-panjang tanpa problem yang meyakinkan. (Andien kena cacar- di-gambarkan begitu panjaaaaang sampai kita mulai kepingin memencet remote televisi. Atau persoalan Sakti mau ke London di episode satu dan dua yang diributkan berlama-lama.)

Melissa Karim, yang menulis cerita bersama Alim Sudio, mengakui kemunculan karakter tak penting itu berisiko pada ritme cerita yang lamban. ”Tak bisa dimungkiri, itu terjadi,” kata Melissa, yang mengaku masih minim pengalaman menulis skenario televisi.

Joko Anwar, penulis skenario Arisan! versi film, mengatakan, ketika sebuah kisah film diangkat menjadi sebuah serial televisi, itu adalah pencapaian yang membanggakan. Target penonton pun meluas dan lebih komersial. Karakter tokoh-tokoh dalam serial juga tak harus sama dengan di layar lebar. Ia mencontohkan serial Virgin. ”Karena tujuan utamanya sudah tercapai di film,” katanya.

Dalam Arisan! the Series, ANTV rupanya menginginkan karakter dan pemeran utamanya tak berubah. Ini syarat mutlak yang diajukan ANTV kepada Nia Dinata, sutradara Arisan! versi layar lebar. ”Garis kebijakannya, pemain tak berubah,” kata Kiki Zulkarnain, Program Acquisition Manager ANTV.

Nia memenuhi permintaan ANTV, tapi dengan syarat menggunakan kamera 16 mm atau berformat layar lebar. Harga tiap episode pun dipatok Rp 200 juta. Syarat kedua, ceritanya tak boleh jauh dari problema-tika homoseksua-li-tas. Kisah Sakti dan Nino yang gay jadi alur cerita- utama, selain ki-sah kaum borjui-s Jakarta yang cen-derung pa-mer- kekaya-an, hipokrit, dan penuh intrik. ”Ini ki-sah gaya hidup high society,” kata Nia. Dalam versi televisi, Nia bertindak sebagai produ-ser, sutradara epi-sode satu dan dua, serta supervisi skenario yang ditulis timnya.

Lha, tapi kenapa penulis skenario-nya tidak sama dengan penulis skenario versi layar lebar? ”Joko Anwar dan saya konsentrasi di layar lebar,” jawab Nia Dinata

Jadilah Arisan! yang berpindah ru-mah sejak 1 Mei lalu itu menghasil-kan gambar-gambar yang indah de-ngan- musik yang tergarap. Penonton usia 15 tahun ke atas kelas AB, yang jadi incaran, juga terengkuh. Keunik-an lain, serial ini memakai jerat- clip hanger saat akhir dan awal jeda iklan.

Sayang disayang, ”sang anak” ter-engah-engah saat harus berlari ma-raton- sepanjang lima bulan penayang-an. Di sana-sini akting pemainnya pun kedodoran. Tora Sudiro, yang diharapkan menjadi tiang utama serial- ini, juga baru muncul pada dua epi-sode. ”Tora akan muncul lagi nanti,” kata Nia. Sedangkan aksen Batak Rachel, yang di film begitu menyegarkan dan jenaka, di televisi sama sekali tak bertenaga. Dan muka-muka baru itu bukanlah kecap manis bagi serial ini. Dalam dunia rating pun, karena ini memang ditujukan pa-da kelas A dan B, maka ja-ngan ha-rap judul serial ini masuk da-lam 10 atau 20 besar AC Niel-sen setiap pe-kan.

Namun, yang tetap harus dihargai-, semangat -pem-buatan serial- ini dari sisi peng-ade-g-anan, bahan baku (16 mm), musik, dan pe-nyun-tingan memang me-miliki semangat la-yar- lebar. Akan lebih sip- lagi jika ceritanya- bisa mengimbangi sisi teknis serial ini yang sudah begitu hebat.

Evieta Fadjar P.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus