Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bantahan Fadel Muhammad
Berkaitan dengan berita majalah Tempo edisi 20-26 Februari 2006, halam-an 117, dengan judul ”Yang Bebas dan Tersang-kut”, bersama ini kami menyampaikan -ban-tahan untuk dan atas nama Fadel Muhammad.
Tidak benar bahwa klien kami memiliki utang BLBI Rp 88 miliar sebagaimana tercantum dalam berita yang memasukkan Fadel Muhammad dan Bank Intan sebagai pihak yang tidak kooperatif dan penangan-annya dialihkan ke kejaksaan.
Data tersebut adalah data lama yang be-lum pernah diverifikasi, karena pihak BPPN tak pernah mau melaksanakan perhitungan yang dilakukan auditor independen, sebagaimana kesepakatan klien kami dengan BPPN tanggal 9 Oktober 2000, menyangkut carrying cost yang terjadi atas kerugian sebelum Bank Intan diambil alih maupun verifikasi atas escrow account.
Berulang kali klien kami memohon kepada BPPN untuk melaksanakan kesepa-katan tersebut. Demikian juga Ombudsman BPPN dalam suratnya kepada klien ka-mi maupun ke OC BPPN, tanggal 14 Fe-bruari 2002, menegaskan perlunya ditunjuk- auditor independen sesuai kesepakatan itu.
Sangat disayangkan BPPN dengan aro-gan-sinya tak pernah mau melaksanakan isi kesepakatan.
Atas dasar hal-hal tersebut, berdasarkan- bukti-bukti dan fakta hukum yang valid, bu-kan klien kami yang tidak koorperatif, justru sebaliknya BPPN yang sangat arogan.
Karena BPPN cedera janji, dengan terpaksa klien kami mengajukan gugatan melalui Pengadilan Negeri Jakarta Selatan -pa-da 2002, dengan BPPN dan Bank Indonesia sebagai tergugat.
Dalam persidangan, klien kami mampu mengajukan bukti-bukti otentik, sehing-ga BPPN dinyatakan cedera janji (wanpres-tasi). Atas dasar bukti-bukti tersebut pula, klien kami masih punya sisa tagih-an.- Untuk- itu, BPPN punya kewajiban me-ngembalikan kelebihan setoran klien ka-mi. Jadi tidak benar klien kami memiliki utang BLBI.
Bantahan ini dimaksudkan sebagai peng-gunaan hak jawab klien kami. Terima kasih.
Muchtar Luthfi Penasihat hukum Fadel Muhammad
Koreksi tentang Homeschooling
Saya ingin mengucapkan terima kasih- atas pemuatan artikel ”Ketika Sekolah Tak Lagi Mengasyikkan” di majalah Tempo- edi-si 26 Februari 2006, halaman 50-51. Ha-nya saya merasa perlu memberikan koreksi pa-da kalimat yang cukup mengganggu.
...Cara guru memberikan sanksi pada mu-rid masih menggunakan pendekatan fi-sik. ”Seumur kita masih ada yang dijewer, dilempar kapur,” kata Minuk.
Kejadian itu tidak saya alami di SMP Global Jaya, Bintaro, tetapi di sekolah lain yang pernah saya ikuti beberapa saat di ting-kat SMA.
Demikian koreksi ini saya sampaikan agar semua pihak menjadi maklum dan -te-rima kasih.
Eka Putri Duta Sari (Minuk) Jalan Taman Cirendeu Permai 13 Ciputat, Tangerang 15419
Tanggapan Bank Mandiri
Menunjuk surat Bapak Muhammad Fu-ad yang dimuat di majalah Tempo edisi 20-26 Februari 2006 dengan judul ”Mo-ney Changer Merugikan TKW”, bersama ini kami sampaikan hal-hal berikut.
Petugas Bank Mandiri di counter-counter- money changer tidak diperkenankan- -ke-luar dari counter untuk ”menggiring-” -ca-lon nasabah ke kantornya.
Penentuan exchange rate untuk pembelian maupun penjualan banknotes nasabah telah ditetapkan sesuai dengan standar bank dan terpampang di papan exchange rate elektronik di counter money changer, sehingga nasabah dapat melihat dengan jelas dan mereka bebas menentukan membeli/menjual ataupun tidak.
Bila Bapak Muhammad Fuad ingin men-dapatkan informasi lebih lanjut, agar se-gera menghubungi kami melalui Call Man-diri di nomor 021-52997777 atau 14000 (pulsa lokal).
Atas bantuan dan kerja samanya, kami mengucapkan banyak terima kasih.
Ekoputro Adijayanto Corporate Secretary PT Bank Mandiri (persero) Tbk Jalan Gatot Subroto Kav 36-38 Jakarta
Penjelasan tentang Kazan
Membaca artikel yang dimuat majalah Tempo edisi 20-27 Februari 2006 ha-laman 36-37, menurut saya ada beberapa- yang per-lu diklarifikasi. Surat ini saya kirim-kan sebagai hak jawab saya mengenai tulisan di Tempo minggu lalu.
Sejak menjadi anggota DPR RI periode 2004-2009, saya tidak ada kepentingan bisnis apa pun dengan TNI.
Saya hanya membuat anekdot untuk menyegarkan suasana mengenai adanya 4 kepala staf. Apabila anekdot saya tak dapat diterima, saya secara pribadi dan juga seba-gai putra kolonel purnawirawan TNI AD mohon maaf kepada seluruh pimpin-an TNI.
Perlu saya tegaskan, para Kepala Staf TNI maupun Kazan tidak ada hubungannya- dengan kasus pemukulan saya di gedung DPR. Biarkanlah penegak hukum yang akan- menjelaskan, siapa pengorder di balik pemukulan tersebut.
Agenda utama saya sebagai wakil rakyat adalah mengusut proses pengalihan aset-aset Angkatan Darat yang tidak memenuhi prosedur dan merugikan negara/rakyat dan- adanya pemakaian uang milik Yaya-san TNI (hak prajurit).
Demikianlah klarifikasi saya agar tidak timbul salah pengertian di masyarakat.
H. Ade Daud Iswandi Nasution Anggota DPR nomor A -293 Jalan Simprug Golf, Jakarta Selatan
Uang Palsu dari ATM Mandiri
Pada Selasa, 28 Februari 2006 lalu, saya mengambil uang pensiun yang ditransfer lewat Bank Mandiri. Saya mengambil sejumlah uang untuk kebutuhan sehari-hari di ATM Bank Mandiri di Cabang Pondok Gede. Seusai dari ATM, saya langsung ke dealer motor Honda guna membayar cicilan bulanan sepeda motor. Ketika saya membayar di loket, kasir memberi tahu bahwa satu lembar uang pecahan Rp 50.000 yang saya berikan ternyata palsu.
Saya kaget karena uang tersebut baru saja saya ambil dari ATM Bank Mandiri, yang setahu saya adalah bank besar de-ngan reputasi bagus. Untuk meyakinkan saya si kasir memeriksa uang tersebut de-ngan alat deteksi uang yang mereka miliki. Hasilnya, uang tersebut memang benar-be-nar palsu. Beruntung saya membawa uang lebih, jadi masalah tersebut segera bisa dituntaskan.
Saya sangat kecewa karena yang palsu bisa beredar dari Bank Mandiri. Institusi- yang seharusnya menjaga kepercayaan ma-syarakat ternyata menipu masyarakat.
Umar Suhara Pondok Gede, Bekasi
Tanggapan Tulisan Gadis Arivia
Saya terusik membaca tulisan Gadis Ari-via, dosen tetap filsafat UI dan pendiri Jurnal Perempuan di majalah Tempo edisi 13-19 Februari 2006, halaman 45. Secara ke-seluruhan, tulisan itu memaparkan pertanyaan-pertanyaan Gadis secara filosofis- dan argumentatif soal RUU Anti Pornografi yang kini sedang digodok di DPR. Namun ada yang dilupakan Gadis. Dalam urusan penegakan moral, kita tak cukup berpegang pada pendekatan keilmuan semata, tapi juga harus eksis dalam kehidup-an nyata di tengah masyarakat.
Menurut saya, RUU itu lebih dari sekadar wacana tentang boleh atau tidak, tapi ju-ga manusia sebagai sosok berbudaya, ber-adab, dan terhormat. Soal pendapat RUU itu hanya dibuat untuk membuat je-ra mereka yang doyan ”ngeseks” seperti dikatakan Gadis, agaknya ini jauh dari tu-ju-an menegak-kan nilai moral kemanusiaan.
Kalau RUU itu disahkan, pengaturan -por-nografi dan pornoaksi itu diharapkan mem-berikan penyadaran moral, bukan se-kadar memuat pelarangan. Karenanya- naif jika Gadis berkesimpulan dengan RUU Pornografi itu kaum perempuan Indonesia dibuat bangkrut oleh negara.
Menurut saya, RUU itu justru jadi benteng bagi kehidupan moral dan tata kesopanan, khususnya bagi perempuan. RUU itu diakui banyak tertuju bagi pembatasan kaum perempuan, karena secara fitrah ka-um perempuan lebih ditampilkan sebagai obyek dari gairah seks kaum pria.
Saya sependapat, seks dan ketubuhan tak dilarang bagi orang dewasa, karena ini hukum fitrah manusia. Tapi apakah de-ngan begitu kita boleh seenaknya melakukannya di depan umum? Masyarakat kita bukan masyarakat Barat yang memeluk ke-bebasan hidup. Dan Gadis seharusnya melihat kondisi riil masyarakat kita.
Dalam memandang kasus Inul, misalnya,- harus dilihat konteksnya. Kalau Rhoma Irama memprotes keras gaya tampilan Inul yang seronok di panggung, sesungguhnya Rhoma hendak mempertanyakan apakah Inul sedang menampilkan seni musik dang-dut atau sekadar menjual goyangan pinggul bernuansa sensual.
Rhoma sebenarnya hendak menegaskan, nilai seni musik dangdut itu tidak identik dengan goyangan ”pantat maut”. Dan pertanyaannya: apakah para penonton itu menikmati indahnya nilai seni musik dangdut atau sedang menikmati sensualitas ke-indahan pantat?
Mari kita berbicara dalam bahasa kehormatan derajat kemanusiaan. Apakah tidak lebih terhormat kalau bagian-bagian keindahan tubuh itu ditutup rapat di depan publik sebagai barang termahal, dan tidak diobral begitu saja sebagai barang murahan. Menurut saya, dalam kerangka itulah sebenarnya RUU pornografi dihadirkan untuk mengatur hal itu. Sekaligus menyiap-kan generasi penerus bangsa menjadi lebih sopan, berbudaya, dan beradab.
H.A. QURAISYI SYADZILY Pengamat sosial politik keagamaan Tinggal di Depok
Imbauan Buat Pengendara Jeep Mercy
Pada Selasa, 14 Februari lalu, sekitar- pukul 14.30, mobil Daihatsu Taruna B 8465 EH warna merah yang dikendarai sopir saya meluncur di jalan tol dalam kota menuju arah Cawang. Di dekat pintu keluar- Pancoran, sopir saya yang bernama Ami-nullah memperlambat kendaraan sambil menyalakan lampu sign kiri.
Tiba-tiba dari arah belakang sebuah mobil Jeep Mercy hijau dengan nomor polisi- B 808 BD menabrak keras mobil yang ditumpangi sopir dan putri saya. Akibat tabrakan itu, bagian belakang Daihatsu ringsek berat, sedangkan bagian depan rusak parah sampai kap mesin terbuka karena menabrak mobil di depannya lagi.
Setelah menabrak, pengemudi dan pe-numpang Jeep Mercy sama sekali tak tu-run- dari kendaraannya. Sopir saya yang masih dalam keadaan panik karena mesin mengeluarkan asap akhirnya menghampiri pengemudinya. Saat ditanya mengapa menabrak, si sopir hanya menjawab sedang terburu-buru. Setelah itu Jeep Mercy melarikan diri meninggalkan sopir saya.
Saya tak habis pikir mengapa pengemu-di dan penumpang yang ada di Jeep Mer-cy- itu begitu tega meninggalkan sopir dan anak perempuan saya yang sedang ke-sakit-an karena dadanya sesak kena bentur-an. Bukankah itu merupakan tindakan se-orang pengecut, tidak bertanggung ja-wab, dan tidak punya hati nurani?
Saya berharap pengemudi Jeep Mercy- itu masih punya nurani dan mau memper-tanggungjawabkan perbuatannya, serta- -menghubungi saya di alamat Kompleks Per-tokoan Duta Merlin Blok D/2 Jalan Gajah Mada No. 3-5 Jakarta Pusat. Bila Anda seorang sopir, biarlah majikan Anda yang bertanggung jawab.
EVA CHODIJAH Jalan Dewi Sartika 115, Jakarta Timur
Jalan Berlubang di Ibu Kota
Pada musim hujan ini, sungguh menge-naskan melihat kondisi jalan-jalan Ibu Kota. Lubang menganga di mana-mana. Bu-kan saja kenyamanan pengguna jalan terganggu, keselamatan jiwa pun bisa terancam.
Mengapa Pemerintah DKI Jakarta tak segera melakukan perbaikan jalan? Bukan-kah provinsi ini memiliki dana melimpah untuk sekadar melakukan pemeliha-r-a-an jalan? Tolong perhatian Bang Yos dan aparatnya. Sebagai ibu kota republik, sungguh memalukan bila kondisi ini dibiar-kan berlama-lama.
Nugroho Dewanto Tanjung Priok, Jakarta Utara
Tentang SK Menteri Kesehatan
Membaca Surat Keputusan Menteri Ke-sehatan tentang pencantuman nama generik pada label obat, saya bertanya-tanya siapa gerangan orang yang membuat konsep surat yang terlihat konyol dan menge-likan serta bertendensi menjerumuskan Menteri Kesehatan itu. Soalnya, surat berupa pedoman tanpa sanksi terhadap pelanggarnya itu tak ada dasar hukumnya.
Kewenangan mengatur peredaran dan pendaftaran obat kini sudah berpindah ke tangan Badan POM. Obat yang terdaftar di Direktur Jenderal POM hanya bisa ditarik- dari peredaran kalau menimbulkan efek sam-ping yang membahayakan konsumen.
Pengaturan efek samping yang membahayakan konsumen dan pengaturan label serta iklan pangan ditetapkan dengan peraturan pemerintah yang ditandatangani Presiden. Pelanggarnya dikenai sanksi admi-nistratif setelah diperingatkan secara tertulis sebanyak tiga kali.
Kendati SK Menteri Kesehatan mengharuskan pabrik obat mencantumkan nama generik di samping nama dagang, dalam surat tak tertulis sanksi terhadap pelanggar-nya. Pengusaha pabrik obat yang tak mau ambil risiko berhadapan dengan pihak- kepolisian menarik obat-obat mereka dari peredaran kendati batas waktu tiga bulan belum berakhir.
Akibatnya, obat apa pun tidak bisa diperoleh di toko atau apotek, kecuali obat impor baik legal maupun ilegal yang tak terkena peraturan dalam SK Menteri Kesehatan itu. Konsumen yang memerlukan obat harus membelinya dari Singapura atau lain tempat.
Selain menyusahkan konsumen, ada kemungkinan tak tersedianya obat bisa menyebabkan kematian pasien. Siapa yang ber-tanggung jawab bila hal itu terjadi? Lan-taran tersedianya barang, termasuk obat, menjadi tanggung jawab Menteri Perdagangan, saya minta agar beliau cepat-cepat meminta Menteri Kesehatan mencabut SK tersebut.
Sunarto Prawirosujanto Jalan Patiunus, Jakarta Selatan
Disiplin Anggota DPR
Harapan kita, anggota DPR hasil Pemilu 2004 memiliki kualitas yang lebih baik ketimbang anggota DPR hasil pemilu 1999. Tapi harapan tinggal harapan. Sejumlah surat kabar dan televisi beberapa waktu terakhir menayangkan rendahnya kehadiran anggota dalam persidangan di DPR.
Ketidakhadiran itu bisa diartikan disi-plin kerja yang rendah. Juga tak dimiliki-nya integritas dan rasa tanggung jawab. Pa-dahal mereka digaji dan diberi fasilitas yang cukup berlimpah. Karena itu, wartawan dan lembaga survei sebaiknya mem-buat data statistik kehadiran mereka setiap tahun. Pada 2009, menjelang pemilu, sebaik-nya dibuat rekapitulasi anggota DPR dari partai mana yang paling besar absensinya.
Data absensi itu bisa digunakan seba-gai salah satu ukuran memilih partai dalam Pemilu 2009. Lebih bagus lagi jika disertai nama-nama politisi yang diduga terlibat- percaloan anggaran, penyalahgunaan jabat-an, suap pada setiap pembahasan RUU. Juga mereka yang berwisata ke luar negeri dengan dalih studi banding. Data itu bisa digunakan wartawan atau media untuk- meng-ingatkan masyarakat kita yang sering cepat lupa.
Jika partai politik ingin menang Pemilu 2009, sebaiknya mereka membina citra yang baik di mata publik melalui perbaik-an kualitas dan perilaku anggotanya di DPR. Jangan sampai kualitas anggota DPR periode lima tahun mendatang masih jelek, bahkan lebih jelek ketimbang sekarang.
DJOHAN SURYANA Pasar Minggu, Jakarta Selatan
Kegiatan Politik Pakai Mobil Dinas
Pada pagi hari Senin 30 Februari lalu, kebetulan saya melalui Gedung DPD Partai Golkar Jawa Barat di Jalan Maskumambang, Bandung. Suasana di pelataran parkir sangat ramai. Rupanya Partai Golkar Jawa Barat sedang ada hajatan. Judulnya: ”Pelatihan Instruktur Perkaderan Angkatan II, 2006”, itu yang terpampang pada spanduk di gerbang kantor.
Namun ada yang mengusik perhatian saya yaitu banyaknya mobil dinas berplat merah dipakai oleh orang-orang yang memakai jas kuning lengkap dengan atribut resmi Partai Golkar.
Acara tersebut adalah kegiatan politik. Dan mobil dinas adalah milik negara yang notabenenya pinjaman dari rak-yat. Mempergunakan mobil dinas untuk ke-giatan partai politik adalah jelas sebuah pelanggaran! Saya sempat mencatat beberapa nomor mobil , antara lain: D 1171 D, E 529 A, E 433 A, D 1542 D dan Z 88 H. Saya yakin dihalaman dalam parkir lebih banyak mobil-mobil dinas yang lain.
Saya berharap melalui surat ini, oknum-oknum pelanggar dari Partai Golkar ter-sebut bisa ditindak dan diberi sanksi.
ARPAN ARDIANSYAH Turangga, Bandung
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo