Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seorang perempuan dan seekor ikan. Ke-dua-nya tak bertemu di atas meja makan. Juga bukan di kolam pemancing-an. Pelukis Liu Hong menyandingkan keduanya di kanvas dengan sabetan cat minyak yang ekspresif.
Perempuan itu telanjang, dadanya montok, rambutnya menjurai. Ekspresi wajahnya, nah ini dia, seperti tengah berada dalam puncak kenikmatan persenggamaan. Sang ikan tampak berenang di atas tubuh wanita itu. Oh tidak, ikan itu mungkin sedang me-nari. Diakah yang telah berbuat lancung itu? Diakah sang pendosa?
Sang ikan dan tubuh wa-ni-ta dalam lukisan Fish Out of Memory No. 17 (74 x 68 sentimeter) karya profesor seni rupa Chendu Acade-my of Fine Arts, Cina, itu di-gambarkan dalam warna me-rah tembaga: ikan merah yang menari di atas tubuh merah.
Karya pelukis perempuan kelahiran Sichuan 1956 ini adalah salah satu lukisan yang menggoda mata peng-unjung pameran seni rupa kontemporer Masa dan Tanda-tanda di galeri Vanessa Art Link, Jakarta. Imajinasi penikmat lukisan-lukisan Cina ini terasa dimanjakan dalam pameran yang diselenggarakan pada 16 Fe-bruari-16 Maret ini.
Hong adalah salah satu da-ri 49 perupa dari tiga negara—Cina, Vietnam, dan Indonesia—yang berpameran bersama. Kehadiran karya dari 18 seniman kontemporer Cina di Vanessa Art Link itu sekaligus juga menandai kian gencarnya mereka menyerbu pasar Indonesia.
Pada 2005, para perupa Cina yang menggelar pameran di Jakarta, antara lain, Yu Xiaofu di Mercantile Club, Mao Tong-qiang di galeri Canna, Yue Minjun di CP Galle-ry. Dan awal tahun ini, pelukis terkenal dan ter-mahal Cina saat ini, Ting Shao Kuang, menggelar pame-ran tunggal yang ke-dua di Hotel Hilton, Jakar-ta.
Setelah Masa dan Tanda-tanda, galeri Vanessa kem-bali menghadirkan pa-meran dua seniman ter-kenal dari Negeri Panda itu pada pertengahan Maret nan-ti. Sayang sekali galeri ini tak menghadirkan pe-rupa-perupa Cina dalam pa-mer-an bersama ini.
Selain Hong, ikut pula kar-ya perupa Yang Qian. Karya-karya Qian sering di-jajakan di sejumlah balai le-lang internasional. Seniman kelahiran Chengdu, Ci-na, 37 tahun lalu, itu meng-usung tiga lukisan Woman with Waterdrop. Dengan cat mi-nyak, dosen seni rupa di Uni-versitas Sichuan, Cina, itu melukis close-up wajah per-empuan dari balik kaca bu-ram. Tetesan-tetesan air tam-pak menempel di kaca buram itu.
Secara teknik, kata peng-amat seni rupa Agus Dermawan T., seni ru-pa kontemporer Ci-na ber-kembang pesat. Me-reka tak lagi berkutat pada era lukisan cat air atau tinta yang per-nah jaya di sana. ”Yang patut dicermati adalah idenya. Ra-ta-rata ide mereka mengejutkan, teruta-ma pelukis Yang Qian,” Agus menjelaskan.
Ide nakal yang sekaligus menggambarkan de-nyut kebebasan di Cina disajikan Zeng Hao lewat serial Love Me Not?. Pada Love Me Not? No. 4, pelukis 39 tahun itu me-nyu-guhkan satu drama per-cintaan yang biasa ditemukan dalam arti-fak candi. Ia meng-gam-barkan drama itu da-lam warna abu-abu. Tubuh wanita dalam artifak candi -bia-sanya tampil polos. De-ngan nakal, Hao me-masangkan kutang- merah dan cawat me-rah di tubuh sang wanita.
Lukisan nude se-per-ti itu sebenar-nya telah hadir di Cina sejak tujuh tahun lalu. Memang, saat itu baru muncul dalam pame-ran-pameran yang ha-nya digelar di Sanghai. Tapi kini sudah bisa dinikmati di sejumlah pameran di kota-kota besar di Cina, termasuk Beijing, yang sekitar tu-juh tahun lalu masih menabukan pameran lukisan se-perti itu. Menurut Agus, ”ki-ni lukisan-lukisan nude men-dapat apresiasi baik di sana.”
Nurdin Kalim, Yos Rizal
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo