Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain dikenal sebagai seorang dramawan, Putu Wijaya-untuk waktu yang lama pernah menjadi wartawan majalah ini-dikenal sebagai sosok yang efisien, minim kata, banyak kerja. Itulah sebabnya, dia didaulat untuk memimpin tim review yang dibentuk Akademi Jakarta, sebuah tim yang diminta oleh Akademi Jakarta menyunting calon anggota Dewan Kesenian Jakarta. Akademi berharap, Putu bisa menjembatani jurang angkatan yang tercipta antara para seniman muda dan pendahulu mereka.
Putu pernah menjadi anggota Dewan pada 1980-an. Sekarang, menurut dia, situasinya jauh berbeda. "Se-karang dana-nya besar, dulu peng-ab-dian," katanya. Anggota Dewan yang baru, kata Putu, diharap bukan sa-ja pandai berkarya dan mengelola, tapi juga pandai me-ngayomi seniman.
Berikut petikan perbincangan antara Putu Wijaya dan Ku-rie Suditomo dari Tempo di kediamannya di Ciputat, Tangerang.
Bagaimana awalnya Anda terpilih menjadi ketua tim review? Siapa saja anggotanya?
Pada mulanya saya mendapat surat dari Aka-demi. Saya diminta mengusulkan nama calon anggota Dewan baru. Usul saya, dan juga usul seniman lain, kemudian dibahas dalam rapat. Saya tidak ikut rapat itu, tapi saya dengar ada sedikit keributan antara Dewan lama dan seni-man lain. Pertemuan itu tidak berjalan damai. Lalu saya mendapat surat lagi dari Akademi, yang menunjuk saya sebagai anggota tim review, untuk menilai calon-calon yang sudah diberikan. Penilaian tim dikembalikan lagi ke Akademi.
Selain saya, ada Radhar Panca Dahana untuk teater, Tony Pra-bowo dan Dwiki Dharmawan untuk musik, Ahmadun Y. Herfanda dan Nirwan Dewanto untuk sastra, Enin Supriyanto dan Farah Wardani untuk seni rupa, Boi G. Sakti dan Sal Murgiyanto untuk tari, serta Leila Chudori dan Mira Lesmana untuk film.
Berapa lama proses kerja tim review?
Surat dikirim Akademi sekitar akhir tahun. Mereka minta pada akhir Januari sudah selesai. Kami menggelar tiga kali rapat. Dalam rapat pertama, saya ditunjuk sebagai ketua.
Apa kriteria tim untuk menyunting nama calon?
Kami memilih orang yang bukan hanya punya pengeta-hu-an luas di bidang yang dia tekuni, baik seni kontemporer mau-pun tradisional, tapi juga punya kemampuan menge-lola. Orang tersebut juga maksimal dua kali pernah du-duk sebagai anggota Dewan. Kalau lebih, nanti dianggap mempergunakan- jabatan. Satu lagi persyaratan, berkaitan dengan kepribadian yang bersangkutan. Kalau pribadinya punya cacat atau ketahuan pernah tidak bertanggung jawab dalam sebuah komunitas, itu sangat kami perhatikan. Jadi, kami tidak hanya menyeleksi kemampuan, tapi juga menyeleksi kelakuan dia. Apakah bisa bertanggung jawab dan mengayomi orang lain.
Apakah tim ini membedakan wilayah publik atau privat? Ar-tinya, apakah soal pribadi menjadi pertimbangan?
Kita tidak mengganggu gugat soal rumah tangga, agama, aliran, atau ideologi. Kami hanya melihat kompetensi bidang dan kemampuan organisasi. Misalnya dia pernah jadi ketua, jika dia tak pernah datang, itu persoalan. Kami ingin membentuk tim yang kuat, tapi di dalamnya harus ada dinamika. Harus ada diskusi. Ada perang, tapi berimbang. Jangan sampai didominasi satu orang.
Tidakkah pada akhirnya memilih teman sendiri?
Bisa jadi begitu. Tapi di Jakarta ini siapa yang bukan teman? Mungkin saja teman yang terpilih. Tapi yang membuktikan adalah kinerja masing-masing nanti. Sebelum kita memilih nama, ada diskusi panjang lebar le-bih dulu sebelum memutuskan.
Apa langkah yang diharapkan dari mereka?
Begitu diresmikan nanti, mereka harus memilih ketua-, me-milih badan pekerja harian. Lalu membuat evaluasi pada ma-sa lalu, apa-apa yang tak boleh dikerjakan lagi. Mereka harus memperbaiki kinerja, mem-perbaiki hubung-an de-ngan Akademi, de-ngan Badan Penge-lola. Mereka juga harus membuat program, baru minta dana. Jangan- terbalik. Mereka juga harus memperhatikan kondisi TIM sekarang yang sangat tidak nyaman, seperti taman hibur-an. Apakah mau begitu seterusnya? Fungsi- anggota Dewan nanti lebih ke as-pek manajeri-al.- Pelaksana-an- pro-gram diker-jakan Badan Pengelola. Dewan melakukan pengarahan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo