Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Pembaca

Surat Pembaca

28 Juni 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Penjelasan Denny J.A.

APAKAH saya tendensius dan menyerang Amien Rais? Itulah pikiran pertama yang muncul di benak saya setelah membaca surat rekan Eman Rahman (TEMPO, edisi 21-27 Juni 2004). Dalam suratnya, rekan Eman memberi opini bahwa saya (Denny J.A.) memojokkan Amien Rais, bapak reformasi, dalam acara yang saya pandu, Election Watch di Metro TV.

Padahal, bagi rekan yang lain, saya dianggap terlalu menyanjung Amien Rais secara terselubung. Dalam acara ini secara berulang-ulang saya nyatakan bahwa Amien Rais mungkin calon presiden yang paling berjasa pada reformasi. Saya juga berulang-ulang menyatakan Amien Rais mungkin pula calon presiden yang paling kurang bermasalah. Bahkan karikatur acara itu menunjukkan Amien Rais sebagai penguin yang siap membalap semua calon presiden lain.

Ketika acara selesai, saya tanya kepada Amien Rais apakah saya sudah berlaku fair sebagai host. Jawaban Amien Rais sangat singkat, ?Mas Denny, very good.? Saya tanya juga kepada Bambang Sudibyo, pimpinan tim kampanye Amien Rais, ia juga puas. Rupanya, rekan Eman mempunyai opini yang berbeda bahkan dengan Amien Rais sendiri.

Perlu juga diketahui, dalam acara itu semua pertanyaan sudah diserahkan kepada tim Amien Rais sekitar sepuluh jam sebelum acara dimulai. Bahkan di studio, dengan Amien dibicarakan semua pertanyaan yang akan diajukan. Amien sendiri terlibat menyeleksi pertanyaan itu. Ia menyetujui semuanya, kecuali satu pertanyaan yang ia minta dibuang saja. Saya menyetujui permintaan Amien Rais. Tak ada istilah memojokkan itu, apalagi bagi pendekar diskusi seperti Amien Rais. Bahwa pertanyaan yang dibuat itu kritis, memang harus demikianlah sebuah talk show politik yang sehat.

Dalam opini publik, segala hal memang dapat terbalik-balik. Pertanyaan yang sama, bagi si A itu sanjungan, bagi si B itu hal yang netral, tapi bagi si C itu kritik yang pedas. Opini akan lebih beragam lagi jika ikut diwarnai pula oleh prasangka, yang kini sudah menjadi polusi dalam pemilu presiden 5 Juli 2004.

Denny J.A.
Lembaga Survei Indonesia
Kelapa Gading, Jakarta


Berita Politik di Metro TV

Saya, penggemar berita politik di Metro TV, ingin menyampaikan komentar. Belakangan ini banyak berita Metro TV yang sangat pro kepada calon presiden Megawati Soekarnoputri. Pemihakan itu sangat jelas sekali dalam acara Indonesia on the Move, yang disiarkan setiap hari pukul 17.30-18.00.

Apakah pemihakan itu ada hubungannya dengan Rizal Mallarangeng, yang kini diangkat menjadi penanggung jawab program Election Channel di Metro TV? Sejak dulu Rizal dikenal sebagai penulis pidato Megawati Soekarnoputri. Rizal juga dikenal luas sudah mempunyai kartu anggota PDIP.

Sangatlah sayang, Metro TV mengorbankan reputasi dan kredibilitasnya. Gelombang siaran TV adalah ranah publik. Mengapa jabatan penanggung jawab program pemilu diberikan kepada tokoh yang partisan? Publik sangat dirugikan, karena publik berhak atas berita yang berimbang.

Ari Nugraha
Cempaka Putih, Jakarta Pusat


Kekayaan Calon Presiden

BILA menilik laporan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tentang daftar kekayaan lima pasang calon presiden-calon wakil presiden yang masuk bursa pemilihan 5 Juli mendatang, tampaknya saya merasa ragu mereka benar-benar serius bisa memberantas korupsi (KKN).

Calon presiden pertama, Wiranto dari Golkar, mempunyai kekayaan Rp 46,2 miliar. Jika seluruh gaji Wiranto sejak ia berpangkat letnan hingga jenderal berbintang empat, ditambah gajinya sebagai menteri setelah pensiun dari TNI, ditabung secara utuh, rasanya tidak akan pernah bisa mencapai Rp 46,2 miliar. Lalu, dari mana kekayaan sebanyak itu bisa diperoleh?

Calon kedua, Megawati dari PDIP, mempunyai kekayaan lebih besar dari Wiranto, yaitu Rp 59,8 miliar. Padahal konon Megawati selama ini dikuyo-kuyo Orde Baru. Bisnis keluarganya (suaminya) adalah pompa bensin. Apakah masuk akal jika, hanya dengan mengandalkan bisnis pom bensin, Megawati bisa mengumpulkan kekayaan sebanyak itu? Atau, kekayaan sebanyak itu dapat dikumpulkan setelah ia menjabat wakil presiden (pada masa Gus Dur) dan presiden?

Kalau benar Megawati dikuyo-kuyo Orde Baru, mestinya ia terlihat kurus, miskin, kumel, bukan malah terlihat subur, makmur, bahkan mewah sampai ke seluruh keluarga besarnya.

Yang keempat, Susilo Bambang Yudhoyono dari Partai Demokrat, meski ?hanya? memiliki kekayaan Rp 4,6 miliar saja, angka itu juga mengusik akal sehat. Kecuali bila sejak letnan hingga jenderal seluruh penghasilannya ditabung utuh, ditambah warisan keluarga, angka Rp 4,6 miliar masih bisa diterima akal sehat.

Calon presiden kelima, Hamzah Haz dari PPP, juga memiliki kekayaan yang sangat mencengangkan, yaitu Rp 17 miliar lebih. Padahal Hamzah Haz berasal dari partai gurem (miskin), dan seluruh hidupnya diabdikan untuk politik. Kalau seluruh gaji Hamzah Haz sejak ia pertama kali menjadi anggota DPR hingga menjadi wakil presiden dikumpulkan secara utuh, mustahil bisa terkumpul kekayaan sebesar Rp 17 miliar.

Bagaimana dengan para calon wakil presiden? Kekayaan mereka juga mengusik akal sehat. Jusuf Kalla dan Siswono adalah dua calon wakil presiden yang paling menonjol kekayaannya. Tentu kekayaan sebanyak itu (Rp 122 miliar untuk Jusuf Kalla dan Rp 74 miliar untuk Siswono), selain merupakan warisan orang tua mereka yang pengusaha, juga berkat kegigihan mereka menjalankan roda usaha. Masalahnya, mereka bisa besar berkat Orde Baru. Jadi, amat mustahil jika mereka tidak mempunyai utang budi yang harus dibayar kepada Orde Baru yang korup.

Agum Gumelar, calon wakil presiden yang mendampingi calon presiden Hamzah Haz, adalah senior Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di TNI. Sepanjang hidupnya diabdikan untuk TNI, kemudian menjadi birokrat (menteri). Kekayaannya melebihi SBY, yaitu sekitar Rp 8,8 miliar. Bila seluruh penghasilan Agum sejak letnan hingga jenderal, ditambah penghasilannya sebagai menteri, ditabung semuanya, akankah dapat terkumpul kekayaan sebanyak itu?

Yang juga amat mencengangkan adalah kekayaan Hasyim Muzadi, Ketua PBNU, yang menjadi calon wakil presiden mendampingi Megawati dari PDIP. Kekayaannya melebihi SBY dan hampir mendekati kekayaan Agum, yaitu Rp 7,2 miliar. Padahal Hasyim bukanlah pengusaha. Sepanjang hidupnya diabdikan untuk pesantren di lingkungan NU, kemudian mengajar dan menjadi pengurus (Ketua) PBNU. Hasyim tidak pernah menjadi birokrat (menteri) juga tidak pernah menjadi anggota DPR. Dari mana kekayaan sebanyak itu ia kumpulkan?

Meski kekayaan Salahuddin Wahid (adik Gus Dur), yang mau menjadi calon wakil presiden mendampingi calon presiden Wiranto dari Golkar, ?hanya? Rp 2,7 miliar saja, mengingat beliau bukanlah pengusaha dan belum pernah menjadi birokrat atau anggota DPR, kekayaan yang ?cuma? segitu itu pun dapat mengusik akal sehat. Terutama bila dibandingkan dengan kekayaan Amien Rais, calon presiden nomor tiga dari PAN yang kekayaannya hanya Rp 867 juta. Padahal Amien, selain menjabat Ketua MPR, pernah menjadi Ketua Muhammadiyah, serta bertahun-tahun menjadi dosen di UGM. Apalagi konon kabarnya orang NU selama ini mendapat perlakuan tidak adil dari pemerintah Orde Baru. Tapi, anehnya, kok banyak elite NU yang kaya-raya, sementara jemaahnya miskin-miskin?

Seharusnya yang dipublikasikan KPK bukan daftar nilai kekayaan para calon presiden dan calon wakil presiden saja, tetapi juga dari mana mereka memperoleh kekayaan tersebut, supaya rakyat tidak salah pilih musang berbulu ayam.

Putu Yasa
Jalan Kemuning Dalam 12 RT 005 RW 006
Pejaten Timur, Jakarta Selatan


Kekayaan Calon Presiden (2)

Laporan daftar kekayaan lima pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang telah diterima oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) wajib segera ditanggapi. Soalnya, ada sejumlah kontroversi. Misalnya format laporan yang tidak seragam, ada yang per tahun 2001, ada yang per 2004. Perbedaan jumlah kekayaan juga sangat mencolok antara sesama dua jenderal calon presiden, dan juga calon lainnya.

Kekayaan merupakan indikasi utama apakah calon presiden atau calon wakil presiden terlibat tindakan KKN, yang merupakan salah satu faktor utama penyebab keterpurukan negara kita. KPK dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus segera mengadakan penelitian yang mendalam dan seksama, dan sebelum tanggal 5 Juli 2004 sudah harus dapat mempublikasikan kesimpulannya. Sehingga, calon yang terindikasi KKN, karena laporan kekayaan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenaran dan asal-usulnya, tidak dipilih oleh rakyat.

Untuk itu, saya mengusulkan hal-hal sebagai berikut:

  1. Para calon presiden dan wakil presiden diwajibkan menyerahkan kopi surat pemberitahuan pajak tahunan (SPT) untuk periode tahun 2003 dan memperbaharuinya pada saat mendaftarkan pencalonannya.
  2. Mereka wajib menjelaskan secara tertulis asal-usul diperolehnya jumlah kekayaan tersebut dengan berurutan (minimal dari lima tahun yang lalu sampai sekarang), lengkap, rinci dan jelas, serta didukung dengan data-data/ dokumen yang relevan.
  3. KPK bersama KPU harus segera memverifikasi laporan rinci daftar asal-usul kekayaan tersebut dan mempublikasikannya.

Mungkin ada pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang tidak melengkapi laporan asal-usul kekayaan, atau laporannya diragukan kebenaran dan kepatutannya. Mereka patut kita pertanyakan status kebersihannya dari KKN, sehingga tidak perlu kita pilih.

H. Ir. Wisdarmanto G.s.
Jalan Gg. H. Sinem, RT 008 RW 007
Ragunan, Pasar Minggu
Jakarta Selatan


Tanggapan Telkom

KAMI ingin menanggapi surat pembaca Bapak Irawan E. Prasetyo di Klender, Jakarta Timur, yang dimuat di Majalah tempo edisi 14-20 Juni 2004 dengan judul Keluhan Konsumen Telkom. Sebelumnya kami ucapkan terima kasih atas perhatiannya. Sebagai informasi, bersama ini kami sampaikan penjelasan sebagai berikut:

Bahwa pelayanan TelkomMemo sejak diluncurkan pada tahun 2000 sebenarnya telah kami sosialisasikan melalui beberapa media baik TV, media cetak, majalah, maupun media lainnya, dengan harapan agar pelanggan setia kami dapat memahami fungsi dan manfaat layanan ini.

Layanan TelkomMemo merupakan layanan standar Telkom, sebagaimana halnya dengan fitur lain yang disediakan Telkom. Bedanya, jika fitur lain dikenai biaya bulanan, biaya TelkomMemo berdasarkan pemakaian dengan tarif pulsa lokal.

Layanan TelkomMemo akan sangat bermanfaat apabila nomor telepon yang dituju sedang sibuk atau tidak berada di tempat. Pelanggan penelepon dapat meninggalkan pesan pada nomor telepon yang dituju, sehingga waktu pemakaian telepon dapat lebih efektif. Di sisi lain, pelanggan yang dituju dapat memperoleh informasi pada nomor telepon dengan cara men-dial nomor akses 166 dengan biaya tarif pulsa lokal.

Harapan kami dengan jawaban atau penjelasan ini, semoga dapat lebih dipahami perlunya TelkomMemo bagi para pelanggan, sehingga budaya meninggalkan pesan dan menerima/membuka pesan semakin meningkat.

Rinto Dwihartomo
Manajer Hubungan Masyarakat Telkom


Mengatasi Kasus Overstay

KASUS overstay yang belakangan sering terjadi bukanlah merupakan masalah yang menimpa para anggota jemaah umrah atau haji, melainkan wujud pelanggaran yang dilakukan oleh sejumlah anggota jemaah atas Undang-Undang Keimigrasian Arab Saudi. Cara mengatasinya, dengan mendeportasi pelanggar-pelanggarnya atau, bila tercapai kesepakatan, pemerintah Indonesia memulangkan mereka ke Tanah Air.

Sekitar 13 ribu anggota jemaah umrah yang diberangkatkan oleh 24 biro perjalanan tahun ini sampai sekarang belum pulang kembali dan diperkirakan masa berlaku izin tinggal mereka telah terlampaui.

Sejauh ini pemerintah Arab Saudi telah mencatat sebanyak 717 penyelenggara ibadah haji di seluruh dunia yang dilarang memberangkatkan jemaah. Sebanyak 24 buah berasal dari Indonesia, dengan 13.126 anggota jemaah yang melakukan pelanggaran overstay.

DPR telah mengusulkan kepada pemerintah agar mengadakan perubahan atas Undang-Undang Haji No. 17/1997. Tujuannya untuk memperoleh penyeimbangan antara peran swasta dan pemerintah dalam penyelenggaraan ibadah haji. Hanya, menurut saya, usul tersebut berisiko menimbulkan kasus overstay.

Untuk mencegah kasus overstay, pemberangkatan jemaah senantiasa dilakukan dalam bentuk rombongan atau kloter. Kepala kloter yang akhirnya menjadi penanggung jawab. Harus dipastikan pula pemulangan kloter yang sama secara utuh seusai menunaikan ibadah umrah dan haji. Perlu juga dipikirkan, mengalihkan tugas dan kewajiban penyelenggara kepada agen yang ditunjuknya secara permanen di Arab Saudi.

Berlandaskan penataan seperti itu, diharapkan setiap ada anggota jemaah suatu kloter yang tidak pulang kembali, nama serta data-datanya dapat diketahui saat kloter tiba di bandar debarkasi di Indonesia.

H.R. Djumhayat Padmawinata
Jalan Tebet Barat VIB No. 24
Jakarta Selatan 12810


Walikota Dada Rosada dan Punclut

Akhir-akhir ini beberapa koran lokal di kota Bandung kembali mengangkat polemik seputar Bandung utara. Setelah ribut-ribut kasus rencana pembangunan jalan tembus Dago-Lembang mereda, kali ini Walikota Bandung Dada Rosada melempar isu panas ?membangun kawasan wisata terpadu di Punclut?, kawasan di Bandung yang puluhan tahun menjadi sengketa tak berujung.

Membangun kawasan Punclut bukanlah ide baru karena bertahun-tahun berbagai pihak telah tergiur mengajukan proposal dan selalu ditolak oleh Pemerintah Daerah, karena selain status tanahnya yang tidak jelas Punclut merupakan kawasan lindung dan daerah resapan air Bandung Utara. Selain itu Punclut pun merupakan lingkungan pengaman bagi keberadaan peneropongan bintang Boscha, Lembang.

Namun saat Aa Tarmana menjabat walikota Bandung (1998-2003) ia berani mengeluarkan izin kontroversial, yaitu membolehkan pengembang membangun di kawasan itu. Satu kebijakan yang sangat gegabah yang akhirnya banyak menuai kecaman dari masyarakat luas. Saat itu Aa Tarmana dikecam sebagai pejabat yang tidak berpengetahuan sekaligus tamak.

Dan Walikota sekarang, Dada Rosada, melanjutkan kebodohan pendahulunya.

Gusmawan,
Cipaganti Bandung


Kehati tentang Kepulauan Derawan

Majalah TEMPO edisi 14-20 Juni 2004 menurunkan tulisan dalam rubrik Lingkungan, bertajuk Situs Purba Bernama Derawan. Kami menyambut baik liputan tentang Kepulauan Derawan ini. Namun, ada beberapa pernyataan yang perlu diklarifikasi karena bukan bersumber dari kami, yang dikhawatirkan dapat menimbulkan persepsi negatif terhadap Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (Kehati) dan masyarakat setempat.

Dalam tulisan yang dimuat, disebutkan: ?Masyarakat di sekeliling Kepulauan Derawan tak peduli segala urusan konservasi. ...Kalau perlu, bom ikan, racun potasium, dan juga pukat harimau dapat digunakan.? Yang benar adalah, menurut Manajer Program Kehati (Christien), penangkapan ikan menggunakan bom dan potasium umumnya dilakukan oleh nelayan dari luar kawasan Kepulauan Derawan.

Kami juga tidak pernah mengeluarkan statemen sebagai berikut: ?Pulau ini (seharusnya merujuk ke Kakaban) harus ?tanpa terusik jamahan masyarakat setempat yang lapar secara ekonomi?.? Juga pernyataan, ?Suatu kawasan yang menjadi wilayah konservasi seolah membatasi aktivitas masyarakat lokal, sehingga penduduk menjadi jengkel dan memandangnya sebagai musuh yang harus dilawan.?

Disebutkan juga dalam tulisan itu bahwa telah dibuat nota kesepahaman pada 31 Mei antara Menteri Kelautan dan Perikanan, pemerintah Kabupaten Berau, dan empat lembaga swadaya masyarakat untuk kemitraan pengembangan kawasan konservasi laut (KKL) skala besar di Kabupaten Berau. Yang betul adalah nota kesepahaman ini antara pemerintah Kabupaten Berau dan enam lembaga swadaya masyarakat untuk pengembangan pengelolaan kawasan konservasi laut Kabupaten Berau.

Perlu juga diluruskan bahwa foto ubur-ubur yang dimuat pada halaman 46 merupakan dokumentasi C. Redinger yang dimuat dalam buku Merintis Konservasi Pulau Kakaban, dan bukan dokumentasi Kehati.

Sebagai informasi, Pulau Kakaban merupakan salah satu pulau di Kepulauan Derawan. Pulau Kakaban inilah yang unik ekosistemnya dan merupakan situs purba, sehingga mungkin judul tulisan yang lebih tepat adalah Situs Purba Bernama Kakaban.

Sejak 1999, Kehati berupaya mendorong terjadinya pengelolaan bersama kawasan Kepulauan Derawan, dengan partisipasi multi-pihak, baik pemerintah kabupaten, pusat, swasta, maupun masyarakat, yang menekankan pada partisipasi aktif masyarakat setempat dan konservasi yang berpihak pada pemanfaatan berkelanjutan dan pembagian keuntungan yang adil.

Ali Sofiawan
Yayasan Kehati, Jakarta

?Terima kasih atas koreksi Anda.


Sikap Politik NU

Menarik sekali pernyataan Pelaksana Harian Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), K.H. Masdar Farid Mas?udi, baru-baru ini. Ia meminta agar semua pengurus NU, mulai pusat hingga daerah, tidak memanfaatkan organisasi tersebut sebagai mesin politik dalam pemilu. Imbauan K.H. Masdar ini diharapkan dapat menetralkan panasnya gesekan antara berbagai kubu dalam organisasi Islam terbesar tersebut. Dengan demikian, NU tidak semakin terpecah belah akibat tarik-menarik kepentingan politik jangka pendek yang orientasinya lebih pada kekuasaan.

Memang sebaiknya kiai dan ulama tidak menjadi juru kampanye pemilihan presiden. Di belakang saja memberi restu. Sehingga, hubungan silaturahmi tidak sampai putus. Kekuasaan dalam Islam bukan barang haram, melainkan amanat. Kita menjadi prihatin karena kader NU selalu berseberangan setiap menghadapi pemilu. Peran NU sebagai organisasi masyarakat hingga kini belum seperti yang diharapkan pendirinya, yakni menjadi wadah yang modern dengan anggota dari masyarakat tradisional.

Kami setuju dengan pengamatan K.H. Mustofa Bisri bahwa mulai 1970-an hingga sekarang pokok masalah yang dihadapi NU tetap sama. NU belum melakukan jamiyah (pengorganisasian) dan tetap menjadi jamaah (paguyuban). Gus Mus menilai, dengan sifatnya yang masih seperti paguyuban, NU menjadi organisasi yang tidak pernah hidup.

Karena itu, sudah saatnya jamiyah (organisasi) NU segera dibenahi agar tidak terkotak-kotak. Saat ini, dalam berkampanye, banyak masyarakat yang tidak puas bila hanya memuji calonnya dan belum menghujat lawan politiknya. Kita juga melihat, NU saat ini kaget ketika kadernya menjadi rebutan banyak calon presiden, mengingat potensi dan kekuatannya yang memiliki sekitar 40 juta nahdliyin. Namun, selama ini, potensi tersebut belum dimanfaatkan secara maksimal. Dulu harga diri pengurus NU sangat tinggi. Sehingga, ketika diajak menempatkan wakilnya di negara ini, NU tidak mau dan memilih menjadi oposan.

Harga diri pengurus NU akan tetap tinggi jika mereka yang notabene para kiai tetap netral dan tidak menjadi partisan. Ada empat orang kader NU dalam empat paket calon presiden dan calon wakil presiden, yang semuanya harus berkompetisi secara fair. Sangat murahan dan menurunkan wibawa NU jika para kiai dengan vulger terlibat aksi dukung-mendukung calon presiden dan calon wakil presiden, apalagi kalau sampai memainkan fatwa. Peran kiai sebaiknya, selain mengajarkan hal-ihwal agama, juga memberikan pendidikan politik yang sehat kepada umatnya.

Murthada Sa?ali
Jalan Harmoni 33, Medan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus