Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kartun

Syahbuddin Di Kaki Bukit Barisan

Berbagai sektor kehidupan telah dicoba Syahbuddin, tapi gagal akhirnya ia terlempar sebagai petani dan ternyata sukses. Oleh pemerintah ia diangkat sebagai petani teladan. (ils)

7 Mei 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PAGI itu, embun masih menempel di dedaunan. Panas matahari belum menyengat kulit. Hawa sejuk. Di kejauhan sana, punggung Bukit Barisan masih berselimut kabut. Seseorang yang berkulit gelap - kulit yang banyak dipanggang oleh matahari - badan tegap dan rambut sedikit keriting, meninggalkan rumahnya. Di tangan kanannya, tergenggam sebuah kaca pembesar. Gayanya mirip mantri perkebunan dan bukan seperti petani. Karena dia mengenakan celana panjang dan kemeja biasa bukan berselimutkan sarung atau stelan hitam yang merupakan ciri seorang petani. Tekun dan teliti, dia berjalan di seputar pohon-pohon cabe. Tiba-tiba dia berhenti. Dengan tangan kiri, ujung sebuah pohon cabe diamatinya. Kaca pembesar yang digenggamnya, diletakkan segaris antara daun cabe dan pandangan mata. Setengah bergumam, dia berkata: "Oh, mungkin inilah . . . virus". Izin Tuhan Pokok cabe yang sakit itu menampakkan bintik-bintik hitam pada daunnya. Siang harinya, dengan alat penyemprot hama, disemprotlah tanaman palawijanya yang luas itu. Syahbuddin Sutan Lembang Alam, demikian nama si petani ini. Usianya kini 39 tahun, ayah dari 7 orang anak. Kebun palawijanya cukup luas. Satu hektar dia semai jadi ladang pohon cabe, terong dan jagung. Sebanyak tiga hektar untuk sawah. Karena sejak tahun 1969 Syahbuddin aktif turut Bimas kini penghasilan sawahnya bisa dia lipat gandakan. Dari 1,5 ton setiap hektar, kini bisa direnggut sebanyak 3 sampai 4 ton padi. Kisah petani sukses Syahbuddin cukup unik. Jebolan sebuah fakultas hukum, tadinya Syahbuddin mencoba nasibnya sebagai pedagang. Maklum, dia berasal dari Sumatera Barat penduduk yang sebagian besar mempunyai darah saudagar. Mengembara kota-kota sepanjang Sumatera, berbagai usaha dagang telah ditempuhnya. "Untuk kaya, rupanya Tuhan belum mengizinkan", katanya. Sebab usahanya berdagang, ternyata hanya cukup untuk lepas makan saja. Dia kemudian mencoba nasib jadi wartawan. Tahun 1958, dia bekerja untuk harian Nyata di Bukittinggi. Karena pergolakan di daerahnya (PRRI), upayanya untuk jadi juruwarta jadi buyar. Kemudian dia mencoba mengadu untung sebagai penjual obat di Lubuk Alung. Rupanya kerja yang satu ini pun tidak membawa hokki baginya. Mungkin dia kurang mahir mengecapkan barang dagangannya, seperti kebanyakan penjual obat. Tani Teladan Agak aneh juga, Syahbuddin tidak kejangkitan kebiasaan kebanyakan orang kampungnya: merantau dan meninggalkan kampung halaman. Dia ganti usaha dengan menengok ke ladang dan sawahnya yang lama terlantar. Setelah sekian tahun usahanya sebagai petani, kini membuah. Badannya sehat dan makan tak kurang. Dia malah jadi produsen sebagian makanan, paling tidak untuk penduduk Sumatera Barat yang jumlahnya 3,1 juta orang. Karena dia mempunyai bobot pendidikan, mungkin inilah salah satu sebab mengapa dia berhasil. Dan keberhasilannya, bukan tidak ada pengaruhnya bagi para petani sekelilingnya. Secara sukarela, Syahbuddin mau pula memberikan penyuluhan bagi rekan-rekannya. Kemudian dia membentuk sebuah perhimpunan petani dengan nama: Titian Makmur. Anggota Titian kini sekitar 30 orang. Untuk pembinaan kelompok, dimintakan bantuan dari PPL, Penyuluh, Pertanian Lapangan. Isterinya, juga tidak ketinggalan. Nyonya Syahbuddin kini giat di kelompok wanita tani Bina Puteri. "Saya kini merasa bahagia", kata Syahbuddin. Dia merasa berjasa dan paling tidak merasa terpakai. Namanya jadi sebutan sampai pula ke kuping pejabat pemerintah. Dia kemudian diangkat jadi petani teladan. Kini, di desa Lubuk Alung, ada enam kelompok tani: Kelompok Tani Titian Makmur Kelompok Pemuda Pengairan Kampung Ladang, Kelompok Pemberantasan Hama Rimbo Parang, Kelompok Tanikarya Nyata Teluk Belibi, Kelompok Tani Pemuda Sei Abang dan Kelompok Wanita Tani Bina Puteri. "Kami berniat akan membentuk tiga kelompok lagi", ujar Syahbuddin. Bupati Padang Pariaman selama ini telah memberi pinjam sebuah traktor mini. "Cita-cita saya sekarang", kata Syahbuddin, "ingin memiliki traktor mini sendiri. Mudah-mudahan nanti, seusai panen".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus