Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Abunawas Dan Bhagawatgita

Proses pendidikan politik dan usaha menyuburkan demokrasi lewat pemilu akan lancar bila azab bebas dan rahasia dapat ditegakkan. Bila tidak, keadaan akan menjadi sangat muskil.

7 Mei 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ATAS kehendak undang-undang, pemilu sekarang tidak mengenal TPS Khusus. Juga tidak ada TPS Kantor. Artinya dilarang membuat TPS di dalam atau di halaman Kantor. Semua pemilih pada azasnya harus dikerahkan ke TPS yang disusun atas dasar daerah pendaftaran pemilih. Yaitu di Kelurahan dan Kecamatan tempat mereka didaftar. Tetapi ketentuan pelaksanaan toh harus mengatur keadaan khusus, bagi yang di luar negeri, bagi yang sedang dirawat di rumah sakit, bagi yang dipenjara, bagi yang dalam perjalanan dan lain-lain. Ini semua harus dan sudah cukup tercakup dalam pedoman pelaksanaan pemungutan suara. Karena itu formulir mutasi pun disiapkan guna menampung keadaan-keadaan itu. Maksudnya bila perlu, pemilih dapat menggunakan hak pilihnya di TPS lain dari yang ditetapkan atas dasar alamat tempat tinggal. Ada tiga stipulasi aturan yang menarik. Pertama, hari pemungutan suara 2 Mei 1977 bukan hari libur. Kedua, TPS di kantor atau di halaman kantor dilarang. Ketiga, memilih TPS lain, selain yang ditetapkan berdasarkan daftar pemilih, dimungkinkan. Ternyata ketiga aturan ini menggelitik ketrampilan pelaksanaan pemungutan suara. Bagaimana dapat memenuhi kedua pra-kondisi pertama dengan memanfaatkan fasilitas yang tersedia pada aturan ketiga di atas. Dengan ketrampilan bersilat di celah peraturan, lahirlah di Jakarta TPS, yang memungkinkan pegawai-pegawai yang sedang menunaikan tugas pada hari kerja 2 Mei 1977, menggunakan hak pilihnya tanpa bolos. Di kawasan kelurahan di mana kantor berada, disediakan tempat pemungutan suara bagi mereka tidak terletak di dalam kantor, tidak di halaman kantor. Tetapi di jalanan, di jalur lambat. Mereka pergi ke TPS dengan formulir mutasi, yang juga dipakai bagi mereka yang tidak bisa menunaikan penggunaan hak pilihnya di TPS yang telah ditetapkan, karena sedang bepergian, dirawat di ruman sakit dan lain-lain. *** Sebagai awam, saya sering bertanya dalant hati, tentang ukuran baku kecerdikan standard of professional conduct) yang dipedomani ahli hukum. Mungkin saya salah bila terkesan seolah-olah kehebatan profesionil di bidang hukum, diukur dengan kebiasaannya memanfaatkan celah-celah peraturan, untuk menghindar dari hakekat suatu ketentuan perundang-undangan. Lalu, kesalahan terpulang pada ketidak-sempurnaan perumusan peraturan perundang-undangan. Dan kepahlawanan diproklamirkan bagi sang pencari jalan untuk berdusta tanpa berdosa di depan hukum. Bila kesan di atas salah, mungkin ketidak-tahuan saya itu, jawabannya terletak pada etik profesi. Memang sejak kecil kita dicekoki dengan ajaran kelihaian. Kita kenal dongeng kecerdikan Abunawas, tipu sang kancil, kelicikan keong dan seribu satu dongeng wilet lainnya. Tetapi seingat saya, moral dongeng itu selalu satu: memenangkan keadilan, mengalahkan kesewenang-wenangan. Kalau perlu dengan memanfaatkan celah aturan main yang bisa menindas. Selalu terdapat pesan budi pekerti yang diajarkan nenek moyang dalam membentuk bangsa Indonesia yang berbudi luhur. Dan bukan kepintaran membodohi untuk mengambil keuntungan dari kelemahan aturan atau kelemahan orang lain. Apalagi menciptakan iklim perasaan kerdil diri. Kancil lawan macan, tunas emas lawan raksasa adalah contoh ajaran nenek moyang memerangi kekerdilan, yang mudah kita resapkan. Kita semua tentu tidak menghendaki terperosok dalam proses pembodohan yang mengkerdilkan bangsa yang besar ini. Karena proses itu dalam jangka panjang dapat merapuhkan ketahanan. *** Pemilu 1977 bisa diumpamakan tombak bermata dua. Untuk memenangkan orde baru dan untuk mengembangkan pendidikan politik dan demokrasi. Menjamin kelangsungan pemerintahan orde baru sudah diasah dengan cara yang sangat cermat. Sehingga kini sudah tercipta struktur kekuasaan kokoh, yang saya percaya tidak tergoyahkan oleh hasil hitungan suara dari pemilu nanti. Karena itu peranan pemilu sebagai sarana pendidikan politik dan merintis kehidupan demokrasi yang sehat menjadi lebih relevan lagi. Proses pendidikan politik dan usaha menyuburkan demokrasi lewat Pemilu ini akan lancar bila kita dapat menghapus keraguan atas ditegakkannya azas bebas dan rahasia. Bila tidak, keadaan akan menjadi sangat muskil. Sejak penyusunan dan penyempurnaan undang-undang, ketentuan pelaksanaan, pencalonan, kampanye, pemungutan suara, penghitungan suara, prosesnya selalu terkait soal penegakkan integritas, keadilan dan kejujuran. Arjuna memang diajar Bhagawatgita oleh Kresna, waktu ia harus mencari logika pembenaran dari langkah perjuangannya di Baratayudha. Tetapi di balik ajaran yang memperinci pembenaran langkah "tidak berperikemanusiaan" yang harus dilakukan satria agung itu, selalu terselip satu moral: menegakkan keadilan, membela kebenaran, memerangi kebatillan. Dalam lakon yang dikarang orang seperti Mahabarata. Memang mudah membedakan mana yang hitam dan mana yang putih biarpun dirangkai dalam jalinan yang nglungit. Tetap dalam lakon sesungguhnya yang kita alami sehari-hari, hitam putih itu menjadi sangat sulit dibedakan. Sebagai bangsa yang ditempa berbudi pekerti, orang Indonesia cukup peka kesadaran etik. Mereka memang tidak mengacungkan tangan mengepal dan memekikkan apa yang dirasakan. Bahasa mereka memang banyak yang tak tercapkan tetapi bila kita jujur, niscaya akan tahu apa yang sesunngguhnya kini merisaukan dan apa yang disyukuri dan membesarkan hati mereka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus