Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Peranan tehnokrat kita

Sejak 10 tahun terakhir peranan kaum teknokrat banyak berpengaruh terhadap tata kehidupan dalam pemerintahan. tapi mereka belum berperan sebagai pembina aparat kontrol dan pengendali yang efektif.

7 Mei 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUDAH 10 tahunan kaum tehnokrat kita memegang peranan penting dalam pemerintahan. Hasil dan pengaruhnya tak bisa diingkari. Mereka boleh dikata telah berhasil menanamkan tradisi baru dalam cara berfikir penggunaan metode ilmiah dalam perumusan kebijaksanaan pembangunan serta menciptakan apa yang disebut oleh Richard Holey "sistim ethik baru berdasarkan keahlian dan rasionalitas yang impersonal dalam pengelolaan persoalan-persoalan. umum". Sebagai pendidik mereka telah berhasil pula menyebarkan ethos pembangunan ekonomi. Cara berfikir dan bekerja mereka banyak diikuti oleh kalangan administrator dan birokrat, militer, akademisi di universitas, bahkan juga di kalangan politisi profesionil dan pengusaha. Banyak dari kalangan itu yang kemudian tumbuh menjadi tehnokrat atau menggunakan jasa tehnokrasi dan menjadi, misalnya pemimpin pemerintahan atau administrator pembangunan yang herhasil. Karena pengaruh tehnokrasi, maka muncullah tokoh-tokoh sukses semacam Ali Sadikin, Wahab Syahrani, Sutiyoso, dan Sutran dari lingkungan militer, atau tokoh Mohammad Noer dan Sutami dari kalangan sipil (sayang orang-orang sipil kurang diberi kesempatan untuk memimpin pemerintahan). Kasus Bulog & Pertamina Kepentingan utama kaum tehnokrat adalah: bergulirnya proses pembangunan ekonomi. Hipotesa kerja mereka adalah, seperti dirumuskan oleh Guy J. Pauker, bahwa"kenaikan GNP akan lambat laun bisa melenyapkan kemiskinan dan membawa transformasi dalam sistim sosial". Karena itu mereka hanya ingin memegang aparat dan lembaga pemerintahan bidang ekonomi saja, tapi dalam satu paket seperti Bappenas, Bank Sentral, BKPM dan pos-pos kabinet bidang ekonomi dan keuangan. Tidak semua pos ekonomi-keuangan telah mereka pegang, karena sebagian ternyata tidak dilepaskan oleh yang empunya kekuasaan efektif, umpamanya saja Departemen Perindustrian, Bulog dan Pertamina. Karena itu sebenarnya pengaruh dan peranan yang dapat mereka jalankan masih terbatas. Ini tentu saja menimbulkan persoalan yang merepotkan tehnokrat - misalnya saja dalam kasus Pertamina dan Bulog. Kaum tehnokrat ini berbeda dengan administrator yang disebut oleh sarjana ilmu politik Herbert Feitlu Yang terakhir ini adalah para ahli yang bekerja di atas basis kekuatan politik dari partai. Kaum tehnokrat yang datang dari universitas tidak memiliki sumber kekuaan politik yang otonom. Mereka juga jauh dari partai politik dan politisi profesionil. Pertentangannya dengan partai dan politisi itulah, menurut Pauker, telah membawa perkawinan yang saling membutuhkan, antara para perencana dan pemegang kekuasaan, yaitu kaum militer yang berkepentingan terhadap pertumbuhan ekonomi, sebagai salah satu pendekatan untuk menciptakan ketahanan nasional melawan subversi dan agresi luar negeri. Sudah tentu kaum tehnokrat membutuhkan dukungan politik untuk bisa menjalankan peranannya. Tapi mereka tak memerlukan kekuasaan politik. Ini diserahkan sepenuhnya kepada kaum militer, tempat kaum tehnokrat menggantungkan diri dan menutup mata. Kondisi kerja sama yang diterima oleh tehnokrat itulah, menurut Pauker, yang memberi kesempatan psda tumbuhnya berbagai bentuk tekanan politik, pengingkaran kemerdekaan sipil dan korupsi. Yang terutama berakibat merugikan dan menghambat peranan tehnokrat sudah tentu adalah soal korupsi, termasuk di dalamnya masalah penyelewengan, penyalah-gunaan kekuasaan untuk kepentingan ekonomi pribadi atau keluarga, serta kebocoran dalam penggunaan anggaran pemerintah. Di bidang implementasi ini, kaum teknokrat sebenarnya begitu membutuhkan bantuan peranan dari para pimpinan pemerintahan, administrator dan birokrat, ilmiawan yang melakukan penelitian lapangan dan juga mereka yang berfungsi dalam lembaga kontrol sosial seperti parlemen dan pers. Sayang, fungsi-fungsi yang melengkapi peranan tehnokrat itu tak dapat bekerja sebagaimana diharapkan. Akibatnya, keberhasilan pembangunan tidak dapat sepenuhnya dicapai, setidak-tidaknya seperti yang telah dirumuskan. Terisolasi Dan Informasi Tapi sebenarnya, persoalan yang dihadapi oleh tehnokrat ada dua macam. Pertama menyangkut soal implementasi kebijaksanaan dan rencana yang telah dirumuskan seperti telah dilukiskan di atas. Dan kedua, konsepsi pembangunan yang berorientasi kepada kenaikan GNP itu sendiri dewasa ini mendapatkan kritik dan tantangan hebat. Dalam peranannya sebagai perumus kebijaksanaan dan perencana pembangunan, sebenarnya kaum tehnokrat harus bisa membina aparat kontrol dan pengendalian untuk menciptakan mekanisme umpan balik yang efektif. Tapi dalam kenyataannya -- sebagian mungkin disebabkan oleh faktor politik -- ruang lingkup kegiatannya tidak sepenuhnya sampai ke sana. Akibatnya, kaum tehnokrat menjadi terisolasi dari informasi. Sementara itu 1001 macam problim baru telah tumbuh dalam proses pembangunan yang telah berjalan 10 tahunan ini. Problim itu di luar kontrol mereka. Asas pembangunan ekonomi semacam "de-birokratisasi" atau "de-etatisme" yang dicoba untuk dijalankan, ternyata berkembang ke arah yang sebaliknya. Karena mungkin terlalu sibuk dan barangkali juga lengah dengan pengembangan managemen masalah-masalah umum, mereka jadi tidak sempat untuk melahirkan gagasan kreatif. Padahal pembaharuan konsepsi selalu dituntut. Malahall para tehnokrat nampak sibuk berfungsi sebagai "barisan pemadam kebakaran", sejak dari soal perbankan, hutang luar negeri hingga ke soal korupsi. Sementara itu masyarakat sudah mulai mempersoalkan kebijaksanaan-kebijaksanaan dasar yang melahirkan high cost economy yang menyulitkan tumbuhnya industri nasional dari bawah dan perkembangan ekspor barang-barang industri, masalah kemiskinan absolut di pedesaan, kepincangan pertumbuhan regional dst. Yang jadi masalah adalah: apakah kaum tehnokrat akan ikut terjun sendiri membina managemen masalah-masalah umum di sektor implementasi dan pengendalian perencanaan? Ataukah mereka meminta syarat dan kondisi kerja kepada pemegang kekuasaan efektif untuk bisa mendukung peranan yang mereka jalankan? Ataukah mereka juga merasa membutuhkan adanya mekanisme kontrol sosial untuk mengurangi beban pekerjaan mereka?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus