Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PAGI sekali, pada peringatan Hari Proklamasi lalu, halaman Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan, Yogyakarta, sudah dipenuhi sanak keluarga narapidana. Hari itu, seperti biasa, narapidana mendapat remisi atau pemotongan hukuman. Banyak pula yang bisa langsung bebas karena hadiah dari presiden itu. Tapi kali ini keluarga narapidana yang menunggu di luar itu cemas. Sebab, di antara mereka ada beberapa petugas berpakaian sipil mondar-mandir.
Petugas itu rupanya juga menunggu narapidana yang keluar. Lima narapidana yang pertama-tama muncul dari balik tembok, Suradi alias Gudel, Sumiran, Totok Wahadi, Pardiyo, dan Djuandi, langsung disambut petugas, bahkan sebelum mereka sempat bersalaman dengan keluarga yang menunggu. Mereka buru-buru dimasukkan ke mobil.
Seorang ibu, yang dari pagi menunggu pembebasan anaknya, tidak dapat menahan diri melihat kejadian itu. Ia menjerit, "Anakku dibawa ke mana?" Ibu yang menggendong buntalan itu mencoba menyerbu ke mobil yang membawa anaknya, tapi gagal. Selanjutnya hanya ratap tangis yang mengiringi mobil itu pergi.
Seorang dari narapidana yang kena jemput itu, Sumiran, masih mencoba menenangkan dua saudara perempuannya yang juga menangis menyaksikan peristiwa itu. "Tidak ada apa-apa," ujarnya dari atas mobil yang mulai melaju. Beberapa menit sebelum dibebaskan, masih di balik tembok penjara, ia sempat berdoa. "Mudah-mudahan saya bisa bertemu dengan keluarga dan tidak terjadi apa-apa di luar sana," ucap Sumiran, yang mengaku sudah dua kali dipenjarakan karena mencuri.
Siapa petugas yang menjemput mereka? "Lima orang itu betul kami ambil, tapi tidak untuk diapa-apakan," ujar Komandan Kepolisian Bantul Letkol Drs Soemadiyono. Polisi ternyata hanya mengambil bekas narapidana asal Bantul. "Mereka akan diberi pengarahan dan bagi yang tidak punya tunggakan perkara akan dikembalikan ke masyarakat melalui pamong desa," kata Soemadiyono lewat telepon.
Kecemasan memang menghantui banyak narapidana di LP Nusakambangan, Semarang, Yogyakarta, Jakarta, Bandung, bahkan Medan. Remisi yang selama ini sangat mereka dambakan kali ini justru menakutkan. Cerita tentang kegalakan operasi pemberantasan kejahatan di luar ternyata menembus tembok penjara dan sangat menggelisahkan narapidana yang bakal bebas. "Saya sampai tidak bisa tidur," ujar Mujiyono, narapidana Nusakambangan yang juga mendapat kebebasan pada hari itu. Terus terang, ia mengaku sebenarnya enggan bebas saat itu.
Ketakutan Mujoyono juga melanda 68 narapidana di Nusakambangan yang mendapat hadiah remisi langsung bebas. Mereka kelihatan berbaris dengan loyo ketika mengikuti upacara bendera menjelang dibebaskan. Ketika narapidana berseragam biru yang dipimpin terhukum perampok emas Johnny Indo melakukan penghormatan bendera, rombongan yang bakal bebas acuh tak acuh. Begitu pula pekik "merdeka" dari inspektur upacara tak mendapat sambutan dari mereka.
Tapi tidak semua narapidana takut untuk dibebaskan. Seorang narapidana wanita di LP Tanjung Gusta, Medan, Armiati Boru Lubis, tak kuasa menahan tangisnya karena gembira. "Ini hari bahagia untuk kami," ujar ibu enam anak yang dihukum karena mengedarkan ganja itu. "Saya akan bertobat," katanya sambil memeluk anggota keluarganya satu per satu.
Janji bertobat diucapkan hampir semua narapidana yang lepas dari LP pekan lalu itu. Tapi, di Bandung, seorang bekas narapidana LP Cirebon malah tertangkap kembali hanya beberapa jam setelah dibebaskan. Nelson Hutajulu, 25 tahun, kepergok penduduk ketika mencuri sepeda motor di Jalan Hasan Ali, Bandung, bersama temannya.
Nelson, yang baru saja mendapat hadiah dari presiden itu, menghunus belatinya ketika dikejar penduduk. Ia menusuk membabi-buta sehingga lima pengejarnya jatuh berlumuran darah. Seorang kemudian meninggal. Tapi anak muda yang sudah berulang kali masuk penjara itu akhirnya tewas juga. Ia tertembak ketika diperiksa di Kodim Bandung. "Ia mencoba merebut senjata petugas dan kemudian kabur dengan menerobos jendela," kata Kepala Penerangan Kodam Siliwangi Letkol Zumarnis Zein.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo