Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Indonesia Raya
Gagasan Tempo bahwa Muhammad Yamin mencipta lirik lagu Indonesia Raya sungguh mengagetkan saya. Dasar yang digunakan sangat lemah dan kurang meyakinkan, hanya mengandalkan keterangan A.A. Navis, analisis spekulatif Restu Gunawan, dan ingatan sambil lalu Taufik Abdullah tentang sebuah artikel yang menyebutkan Yamin telah menghibahkan lirik Indonesia Raya kepada W.R. Soepratman.
Tempo terlalu gegabah berpijak pada landasan rapuh yang mengabaikan kepujanggaan W.R. Soepratman. Dalam Bunga Rampai Soempah Pemoeda (Balai Pustaka, 1978), Katja Soengkana, Pembantu II di Kongres Pemuda Oktober 1928, mengatakan teks dan musik Indonesia Raya adalah asli dari W.R. Soepratman. Prof Mr Sunario, peserta dan penceramah di kongres itu, menguatkan Indonesia Raya sebagai karya W.R. Soepratman. Demikian pula dengan Prof Dr Abu Hanifah, kawan seasrama Yamin dan yang juga peserta kongres, mengatakan Supratmanlah yang menciptakan Indonesia Raya dan tidak menyebut adanya keterlibatan Yamin.
Bahkan, dalam peringatan 25 Tahun Indonesia Raya (1953), Muhammad Yamin selaku Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan berpidato untuk "... memberi kehormatan kepada pujangga W.R. Soepratman, yang menciptakan lagu itu atas wahyu kepujanggaan yang diterimanya pada waktu yang sangat berbahaya." Sejarah tidak berdiri statis, tapi kelurusan sejarah janganlah dibelokkan lewat analisis spekulatif yang menyesatkan anak bangsa.
Bambang Eryudhawan
Arsitek dan pemerhati sejarah
Menteng, Jakarta
Jawaban:
Terima kasih atas informasinya. Seperti tertulis dalam edisi tersebut, siapa penulis lagu Indonesia Raya sebenarnya masih pro-kontra. Yang ditulis Tempo adalah pendapat mereka yang percaya bahwa Yaminlah penulis syair itu. Redaksi
Tayangan Orange TV Mengecewakan
Saya adalah pelanggan Orange TV sejak Februari 2014 dengan nomor aktivasi 85984928. Sebelumnya, saya berlangganan televisi berbayar lain. Demi menonton Liga Primer Inggris, saya pun berganti menjadi konsumen Orange TV. Tak tanggung-tanggung, saya langsung mengikuti promo paket langganan 15 bulan dan jumlah uang yang harus dibayarkan sudah terdebit dari tabungan saya.
Satu bulan pertama tidak ada masalah. Namun, setelah itu, saya disuguhi layanan yang teramat mengecewakan dari Orange TV karena tampilan yang buram dan berbayang hingga akhirnya tidak ada yang bisa saya tonton sama sekali dari banyak salurannya.
Berkali-kali saya menghubungi contact center Orange TV, berkali-kali teknisi yang datang ke rumah saya melakukan tindakan sederhana serupa, yakni mengatur ulang decoder. Tapi cara itu hanya berefek singkat dan kualitas tayangan kembali buruk. Hal ini sudah berlangsung sampai saat ini.
Berkali-kali pula saya menelepon contact center Orange TV dan meminta tindakan lain yang membuat saya mendapatkan hak saya: menonton dengan nyaman saluran-saluran yang saya bayar untuk paket berlangganan 15 bulan. Kendati demikian, tidak ada jawaban memuaskan dari Orange TV. Melalui surat pembaca di majalah Tempo ini, saya meminta dengan sangat respons dan aksi nyata Orange TV agar saya mendapatkan yang seharusnya sebagai konsumen.
Iman Krisnamusi
Ciputat, Tangerang Selatan
Banten
Pepsodent Perlu Membuktikan
Saya sangat tertarik pada iklan pasta gigi Pepsodent yang tampil menarik di sejumlah stasiun televisi. Kesan saya dalam iklan itu adalah pasta gigi Pepsodent dapat menutup gigi yang bolong. Bagi saya, iklan itu menarik karena saya tak perlu repot-repot ke dokter gigi bila ada yang berlubang sehingga saya akan berganti merek pasta gigi yang selama ini menjadi favorit saya.
Namun, sebelum membeli pasta gigi Pepsodent, saya diingatkan teman agar mengecek dulu kebenaran iklan tersebut. Menurut dia, mustahil pasta gigi bisa menutup lubang gigi karena dokter gigi saja perlu melakukan berbagai teknik.
Nah, dalam kesempatan ini, saya meminta perusahaan pasta gigi Pepsodent menjelaskan apakah benar gigi berlubang bisa ditutup dengan hanya menggunakan Pepsodent. Penjelasan ini rasanya perlu agar konsumen mendapat gambaran yang jelas karena iklan di televisi berlangsung hanya beberapa detik tanpa ada keterangan jelas.
Saidah
Sidoarjo, Jawa Timur
Biaya Masuk Perguruan Tinggi Negeri
Penetapan biaya masuk perguruan tinggi negeri Rp 100 ribu menurut saya, bertentangan dengan Pasal 37 ayat 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa pemerintah menanggung biaya calon mahasiswa yang akan mengikuti pola penerimaan mahasiswa baru secara nasional.
Hal ini juga dipertegas dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 34 Tahun 2010 tentang pola penerimaan mahasiswa baru program sarjana pada perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh pemerintah. Pada pasal 11 peraturan tersebut dinyatakan bahwa biaya penerimaan mahasiswa baru dibebankan kepada anggaran perguruan tinggi bersangkutan berdasarkan ketentuan undang-undang.
Saya meminta Ketua Umum Panitia Pelaksana SBMPTB 2014, Rektor Universitas Padjadjaran, Dirjen Pendidikan Tinggi, serta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menjelaskan mengapa biaya tersebut dibebankan kepada mahasiswa.
Dalam kesempatan ini saya juga meminta Komisi Pemberantasan Korupsi memeriksa uang masyarakat yang masuk ke kas panitia SBMPTN. Berapa sebenarnya biaya penyelenggaraan SBMPTN, apakah prosesnya melalui tender terbuka. Jika ada sisa dana, dikemanakan sisa dana tersebut?
Suprayitno
Jalan Tlogomukti Timur I/878
Semarang
Telepon 024-70279103; 081328070364
Ralat:
Pada majalah Tempo edisi 18-24 Agustus 2014, terdapat kekeliruan informasi di dalam Buklet Kementerian Pekerjaan Umum, halaman 6, paragraf kedua. Seharusnya: "Sedangkan untuk pembangunan prasarana jalan rentang 2004 sampai 2014 telah dilakukan peningkatan kemantapan jalan sebesar 94,00 persen, pembangunan jalan (termasuk tol) sepanjang 5.190 km, pembangunan jembatan sepanjang 108.848 m. sedangkan untuk peningkatan struktur dan/atau peningkatan kapasitas, pemeliharaan rutin serta rehabilitasi/pemeliharaan berkala jalan dilaksanakan setiap tahun".
PUSKOM PU
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo