Saya adalah mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), salah satu pelanggan Majalah Mingguan TEMPO. Ketika membaca Majalah TEMPO, ada banyak hal yang saya perhatikan, dari muatan, cara penulisan berita, lay-out, sampai jenis kertas ataupun tampilan iklan.
Kali ini saya ingin memberikan sedikit tanggapan sekaligus pertanyaan mengenai pemuatan kutipan untuk judul pada beberapa artikel wawancara. Saya perhatikan bahwa beberapa kutipan pernyataan dari narasumber yang ditulis pada judul tidaklah utuh, dalam arti ada kata yang dihilangkan atau mengalami perubahan penempatan kata. Sebagai contoh, pada artikel wawancara berjudul Syafi’i Ma’arif: ”Republik ini Bisa Berantakan” (TEMPO edisi 7 Desember 2003, hlm. 46). Kutipan pada judul tersebut berasal dari kalimat ”Bisa berantakan republik ini” (hlm. 50 kolom kedua). Di situ telah ada perpindahan posisi subyek. Artinya, kutipan tersebut telah mengalami perubahan, jadi bukan bentuk asli.
Berikutnya, pada artikel wawancara berjudul Bill Kovach: ”Menyampaikan Kebenaran adalah Hal Terpenting” pada rubrik Media (TEMPO edisi 21 Desember 2003, hlm. 64). Kutipan pada judul tersebut diambil dari kalimat, ”… kewajiban menyampaikan kebenaran kepada publik adalah hal terpenting” (kolom pertama pada halaman yang sama). Kutipan pada judul wawancara dengan Kovach telah menghilangkan kata ”kepada publik” pada kalimat yang dikutip. Menurut saya, hal ini malah menghilangkan ketegasan makna dari pernyataan Bill Kovach mengenai tugas wartawan.
Berbeda dengan kedua contoh di atas, wawancara berjudul Yusril Ihza Mahendra: ”Saya Tidak Happy” (TEMPO edisi 14 Desember 2003, hlm. 44) tidak mengalami perpindahan penempatan kata maupun penghilangan kata dari kalimat asal, ”…saya tidak happy dengan jabatan menteri.” Kutipan tersebut tetap dalam bentuk aslinya, meskipun penulisan kata happy pada judul tidak dicetak miring—mengingat kata tersebut merupakan kata asing.
Sebagai seorang mahasiswa yang sedang menggeluti dunia jurnalistik, saya ingin mengajukan klarifikasi, apakah pemuatan kutipan tersebut merupakan kesengajaan dari editor atau kesalahan pengetikan. Sebab, yang saya ketahui, etika penulisan kutipan pada judul haruslah mengambil bentuk asli (tidak diubah atau dihilangkan). Dan sejauh mana toleransi (jika ada) perubahan bentuk kata kutipan jika kita kaitkan dengan makna kata tersebut? Saya sangat berharap redaksi TEMPO dapat membantu saya dalam menjawab kebingungan tersebut. Terima kasih.
BIMA PUTRA AHDIAT
Jalan Sersan Bajuri No. 82/171
Bandung 40154
— Perubahan susunan kata dalam kalimat dimungkinkan, sepanjang tidak mengubah esensi atau makna kalimat tersebut. Misalnya, pada contoh pertama, subyek ditempatkan di depan untuk memberikan kesan yang lebih kuat. Demikian pula peringkasan kalimat pada judul, mengingat space yang tersedia untuk judul sangat terbatas.
Adapun mengenai kata happy yang tidak dicetak miring, sudah jadi kebijakan TEMPO bahwa kata-kata pada judul tak ada yang dicetak miring, meskipun itu dari bahasa asing. Sedangkan kata-kata bahasa asing pada teks tetap dicetak miring bila itu ditulis sesuai dengan ejaan aslinya.
Terima kasih atas kritik Anda. —Red
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini