Bulan ini adalah bulan yang berat bagi Jenderal (Purn.) Wiranto dan Mayor Jenderal (Purn.) Kivlan Zen. Kivlan, yang waktu itu menjabat Kepala Staf Komando Strategi Angkatan Darat (Kostrad), baru saja membuka kotak pandora tentang rahasia di balik kerusuhan Mei 1998. Dari kotak itu, meluncurlah informasi tentang siapa yang bertanggung jawab atas aksi pembakaran mal-mal di Jakarta sehingga melahirkan gelombang penjarahan terbesar di negeri ini. Selain itu, juga ada tudingan miring buat Wiranto, yang dianggap sengaja terlambat mengantisipasi kerusuhan. Wiranto juga dianggap sebagai orang yang paling bertanggung jawab dalam pembentukan Pasukan Pengaman Swakarsa (Pam Swakarsa).
Semua kabar tak sedap itu jelas menjadi halangan besar bagi Wiranto, yang kini maju menjadi calon presiden.
Terlepas siapa yang benar dalam kasus ini, pertikaian antar-purnawirawan jenderal itu memang jamak terjadi. Pada Mei 1991, misalnya, TEMPO pernah mengungkapkan betapa ABRI (sebutan untuk TNI waktu itu) kelimpungan karena para purnawirawan Angkatan Darat berani berbicara tentang hal-hal rahasia seputar ABRI. "Padahal yang berwenang menyampaikan keluar adalah saya," kata Kepala Staf Angkatan Darat, Widodo, pada 1978.
Para purnawirawan yang vokal itu melangkah lebih jauh dengan membentuk kelompok "Petisi 50". Ada juga para purnawirawan yang kemudian loncat pagar ke partai politik yang tak direstui Panglima ABRI waktu itu, yakni ke Partai Demokrasi Indonesia dan Partai Persatuan Pembangunan.
Di awal Orde Baru, masalah purnawirawan yang buka suara itu nyaris tak terjadi. Semua tunduk pada satu perintah. Dan para purnawirawan itu berada di payung politik yang sama, yakni Golongan Karya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini