MUTIARI lenyap delapan belas hari tanpa jelas rimbanya. Kepala Personalia PT Catur Putra Surya (CPS), Sidoarjo, Jawa Timur, ini di-ciduk oleh orang-orang yang tak dikenal pada suatu hari di bulan Oktober 1993 bersama beberapa staf dan kepala pabrik jam tangan berbagai merek itu. Baru belakangan ketahuan bahwa mereka di-tahan di Kepolisian Daerah Jawa Timur. Dalam surat pe-nahanan disebutkan kesalahan sembilan orang tersebut. Mereka diduga melakukan tindak pidana penculikan, penganiayaan, pem-bunuhan, serta ikut membantu dan mengetahui adanya rencana pembunuhan. Selain itu, Mutiari dituduh melindungi orang yang telah melakukan tindakan kejahatan. Siapa korbannya?
Marsinah, gadis dari Desa Nglundo, Jawa Timur, buruh per-usahaan arloji PT CPS. Mayatnya ditemukan di Dusun Jegong, Wilangan, Nganjuk, Jawa Timur, setelah menghilang pada 5 Mei 1993. Ia diduga dibunuh lantaran memperjuangkan kenaikan upah buruh pabrik.
Setelah melewati proses pengadilan yang panjang, termasuk banding dan kasasi, Mahkamah Agung membebaskan Mutiari dan kawan-kawan karena mereka dianggap tak cukup terbukti me-lakukan semua hal yang di-tuduhkan. Masalahnya, kalau bukan mereka, lalu siapa pembunuhnya? Pertanyaan inilah yang melatarbelakangi kenapa sekarang ada rencana kasus Marsinah dibuka kembali. Lebih-lebih setelah sutradara Slamet Rahardjo meluncurkan film terbarunya yang bertajuk Marsinah (Cry Justice).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini