Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sabtu pagi di penghujung pekan pada akhir tahun, beberapa delegasi mahasiswa datang ke Bina Graha bertemu presiden ketika itu, Soeharto. Mereka "curhat" tentang belum maksimalnya upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan jaksa.
Persoalan korupsi identik dengan "kebocoran", "kemewahan", dan "pemborosan". Ketua Bappenas, J.B. Sumarlin, mengatakan korupsi, selalu ada dalam sistem pemerintahan yang belum baku. Karena itu fungsi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, yang juga dijabat dirinya, dianggap masih perlu ada untuk mengkoordinasikan penyempurnaan sistem pemerintahan dan penertiban aparatur negara secara melembaga.
Namun, Direktur Lembaga Pendidikan dan Pembinaan Manajemen, A.M. Kadarman, menyangsikan cara Sumarlin. Menurut dia, selama ini tidak ada aparat yang diberi wewenang menyelidiki, menindak, dan menjatuhkan sanksi terhadap para koruptor. Lalu, muncullah saran: memerangi korupsi melalui satu badan khusus di luar pemerintahan yang mendapat wewenang menindak semua pegawai negeri.
Mungkin, badan khusus seperti yang disarankan pada tahun 1973 itulah yang terbentuk kini dan bernama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kini ini, pemeriksaan kasus dugaan penyuapan oleh anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Mulyana W. Kusumah terhadap seorang auditor BPK mulai merambah ke adanya dugaan korupsi di KPU.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo