PENGALAMAN memang guru yang baik. Termasuk di bidang jurnalistik. Dan TEMPO, yang awal April ini menerima enam calon reporter, juga merasakan hal itu. Karenanya, para "carep" - yang disaring dari sekian puluh pelamar sarjana, setelah lewat tes Lembaga Psikologi Terapan UI, diberi kesempatan menimba pengalaman itu lebih dahulu di lapangan, sebelum resmi sebagai warga TEMPO. Ini memang cerita tentang sebagian proses penjadian seorang wartawan. Meski mungkin juga usaha itu lebih berarti sebagai tahap penyaringan lebih lanjut, kisah kecil ini ingin "mengadukan" kepada Anda ikhtiar susah payah kami dalam memenuhi tuntutan mutu produk lewat penyaringan dan pembinaan - para "awak"-nya. Tentu, sebelum terjun ke lapangan untuk mengalami sendlri, para carep inl diberl bekal: dari pagi sampai sore wajib mengikuti semacam pela)aran dasar, dua mmggu lamanya. Pengajarnya, yah, orang-orang TEMPO sendiri: pemimpin redaksi, wakil pemimpin redaksi, para redaktur pelaksana, penanggung Jawab rubnk, sampai kepala baglan foto, dan perpustakaan. Maklum, mereka, betapapun, bukan sedang sekolah kewartawanan. Mereka sedang "sekolah TEMPO". Mereka perlu tahu, tentunya, sejarah lahirnya majalah ini, jurnalistik majalah ini, organisasi dan proses kerja redaksinya, reportase dan teknik wawancara, termasuk menembus sumber berita, yang diharap menghasilkan bahan untuk tulisan model majalah ini, sampai soal gaya bahasa yang lazim kami pergunakan. Dua pekan di kelas tentu saja diisi dengan diskusi, bersama beberapa reporter senior yang menceritakan pengalaman mereka. Pengalaman adalah guru yang baik, memang. Dan pengalaman pula - dalam menyelenggarakan pendidikan - yang menyebabkan materi, program, dan sistemnya setiap kali diperbaiki. Ini merupakan kerja Tim Pendidikan yang khusus mengurusi calon reporter, yang sebagian besar anggotanya para penanggung jawab rubrik - "jabrik", istilah kami. Tim itu tahun ini dikoordinasikan oleh Albertus Margana, dengan sekretaris Najib Salim, dan bertugas, antara lain, menyusun silabus dan mata pelajaran, di samping merancang jadwal dan metode, serta memilih pengajar yang berpengalaman. Tentu, masa percobaan bagi para carep adalah masa bimbingan, khususnya mengenai hasil laporan yang mereka peroleh dilapangan. Mereka juga diberi tahu, dari kasus-kasus yang mereka alami, bagaimana sebaiknya melayani sumber berita - yang bagi kami bukan sekadar harus "dikeduk", tapi pertama kali harus dihormati dan dijamin penuh haknya. Dan menjadi mentor itu pun tugas Tim. Juga, terakhir Tim melakukan penilaian hasil kerja para carep itu, sebelum menyampaikannya kepada sidang pleno yang terdiri dari pemimpin redaksi, wakilnya, dan para redpel. Di sini diputuskanapakah seorang carep dianggap layak untuk diluluskan, atau ditentukan harus mengulang, atau . . . - mudah-mudahan tak ada yang mengalami kemungkinan ketiga ini, dan memang tak banyak, menurut pengalaman. Hasilnya? Sudahkah memuaskan? Belum, Pembaca - setidak-tidaknya menurut standar kami sendiri. Terima kasih, sekali lagi, untuk kesabaran Anda.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini