LIHATLAH, si Timbul tahu bagaimana membuang sampah di tempat
yang betul," seru Badu Silaban, 26 tahun, si pembawa acara.
Timbul mengejar sampah plastik yang dilemparkan, memungutnya
dengan moncong dan kemudian dengan sigap membawanya ke sebuah
tong bertutup yang bertuliskan "tong sampah".
"Hebat bukan ! Kita semua juga harus seperti si Timbul," seru
Badu Silaban lagi. Tepuk tangan gemuruh menyoraki Timbul yang
pandai itu.
Timbul dan 10 teman-temannya kemudian bergantian beraksi naik
sepeda, menangkap bola, main basket. Mereka adalah
lingsang-lingsang sungai yang biasanya jadi musuh pemilik kolam
ikan. Warna dan bentuk hewan ini seperti tikus, dengan ukuran
lebih besar. Termasuk kelas mamalia, binatang pemakan daging ini
dikenal juga dengan nama Otter (bhs. Inggeris). Ada otter yang
hidup di air tawar, dan ada pula yang hidup di pinggir laut.
Gerakannya lincah di darat dan di air, kepalanya bisa berputar
hampir 360ø, bisa berdiri. Dengan kumisnya yang selalu
bergerak-gerak, dia tak hanya tampak cerdik, tapi juga cantik.
Di rawa-rawa seperti Muara Angke, Jakarta Utara, masih banyak
terdapat lingsang liar. Biasanya mereka hidup berkelompok. Dalam
jumlah yang besar (25 ekor) bahkan berani menyerang manusia.
Pernah, seorang penduduk Muara Angke mengambil seekor anak
lingsang untuk dipelihara. Malam harinya, rumahnya diserang
lingsang. Untung tak menimbulkan korban.
Gigi lingsang cukup kuat dan tajam. Bambu, daun pintu, bisa
habis dikeratnya. "Sepatu saya selalu bolongbolong ketika
pertama kali melatihnya, " ujar salah seorang pelatih lingsang
di Gelanggang Samudra Jaya Ancol, Sumarto, "gigitannya juga
lumayan, lukanya seperti bisul yang mau pecah."
Necis
Persahabatan Sumarto dan lingsang-lingsang di Jaya Ancol dimulai
sejak 1978. Dia merawat lingsang-lingsang karena binatang ini
berkembang biak dengan cepat -- kandungannya cuma berusia empat
bulan. Hasil pengamatan Sumarto terhadap tingkah laku si Timbul
dan teman-teman adalah: "Kalau mau kawin, suaranya cit-cit-cit."
Kalau lapar, cat-cat-cat, seperti suara gertakan karate. Kalau
mau tidur, ngis-ngis-ngis, merdu sekali. Tetapi kalau marah,
gaya cerewet: kuek-kuek-kuek."
Pada suatu hari, dengan tak sengaja, jam tangan Sumarto jatuh ke
air. Dengan sigap tiba-tiba Timbul menyelam dan mengambil jam
itu tanpa disuruh atau aba-aba perintah. Dengan kaki depannya,
jam itu diserahkannya kepada Sumarto. Mulai saat itulah, timbul
ide Sumarto: lingsang yang menjadi lawan ini, bisa dijadikan
kawan.
Lingsang adalah binatang yang selalu bersih dan teratur. Ikan
yang dilemparkan untuk makanannya selalu dicuci dulu oleh hewan
itu sebelum dimakan. Begitu pula tempat tidurnya harus selalu
bersih. Kalau buang air besar, tetap di satu tempat.
"Lingsang adalah binatang yang necis," kata Nico Datumbanua (30
tahun), koordinator Pentas Aneka Satwa. Pentas seluas 7.200 mÿFD
itu, dibangun dengan biaya Rp 190 juta, berkapasitas sekitar
700 penonton, adalah pentas terbaru di Ancol memasuki tahun 1981.
Pentas Aneka Satwa, melengkapi Pentas Lumba-lumba, Pcntas Singa
Laut, dan Pentas Pesut, yang telah lama berjalan. Rupanya, sejak
dibuka pentas terbaru ini selalu mendapat banyak pengunjung. Di
Pentas Aneka Satwa Ancol para otter mempertunjukkan berbagai
kecerdikan mereka beramai-ramai naik sepeda, berjoget mengikuti
irama musik, bermain bola dan ulah tingkah lainnya yang cukup
mengasyikkan.
Tapi di pentas itu bukan lingsang saja yang bisa ditonton. Ada
pula si Rojali yang selalu saja menyuruh penonton bertepuk
tangan. Sambil berdiri dan menunjukkan huruf V yang ada di
dadanya, beruang madu asal Kalimantan dan Palembang ini bermain
bola, menjual sate, menggenjot sepeda dan memetik gitar.
Bagaimana si Rojali ini bisa sampai di Ancol? Di tahun 1978, dia
masih berada di Kalimantan Timur. Oleh PPA (Perlindungan &
Pengawetan Alam), beruang madu yang waktu itu masih berusia tiga
bulan diberikan ke Gelanggang Samudra yang juga dikenal sebagai
pusat penelitian dan pembiakan binatang-binatang langka. Dua
tahun kemudian, PPA Palembang memberikan beruang madu yang lain,
yang kemudian diberi nama Palupi. Sejak berusia empat bulan,
Rojali sudah pandai keplok dan melambai-lambaikan tangannya.
Palupi, dalam waktu tiga bulan saja, sudah bisa dilatih. Kini,
masih ada lima beruang madu lainnya yang tengah dilatih untuk
memperkuat barisan Rojali dan Palupi.
Setiap hari, ketujuh beruang itu diberi makan pisang kepok, susu
bubuk, roti, kangkung dan madu. Di tempat asalnya di hutan,
beruang madu ini sanggup memanjat pohon-pohon tinggi untuk
menyadap madu. Dengan kukunya yang tajam, dia sanggup pula
bergelantungan di ujung dahan. Bulunya yang tebal adalah baju
yang baik untuk melindungi tubuhnya dari sengatan lebah.
Rel Keretaapi
Nantinya, Pentas Aneka Satwa ini akan dilengkapi lagi dengan
atraksi monyet, pinguin dan kuda nil. Sementara itu, rombongan
burung pecuk padi dan pelikan sebagai pengungsi dari Australia
ini telah melengkapi pertunjukan.
Burung adalah animalia yang ber-IQ paling rendah? Karena itu tak
heran bila dalam pertunjukan, terkadang atraksi binatang jenis
ini tampak kurang menarik -- dibanding hewan-hewan lainnya.
Untung saja kekurangan itu bisa ditutup dengan baik oleh Badu
Silaban, si pembawa acara. Lulusan STM ini tadinya pemalu.
Teman-temannya juga banyak yang tidak percaya kalau dia bisa
jadi pembawa acara yang hangat dan kocak. Kini, di balik kaca
ruang kerjanya di sudut arena Pentas Aneka Satwa, Badu Silaban
berhasil menghidupkan semua pertunjukan yang sedang berjalan.
Suparmo kini tengah berusaha keras melatih kuda Nil yang bernama
si Danil, yang lahir di kebun binatang Surabaya, 9 tahun yang
lalu. Ketika lahir, Danil sudah mempunyai berat badan 30 kg,
tinggi badannya 50 cm dan panjang badan 65 cm. Ibu Danil telah
meninggal ketika si anak berusia 3 tahun.
Kini, Danil sudah sebesar gajah dan mempunyai tenaga luar biasa.
Jangankan kayu, besi rel kereta api sanggup dibuatnya menjadi
melengkung. Makanannya rumput (harus bersih dan hijau, kalau
tidak, dia marah) dan kacang panjang. Daya tangkap si Danil
cukup lamban. Kalau Timbul dalam seminggu sanggup menambah
gerakan baru, Danil paling tidak membutuhkan waktu tiga bulan.
Kini, Danil sudah bisa menguasai empat gerakan: disuruh duduk
buka mulut untuk digosok giginya denan sikat gigi raksasa,
goyang kepala mengikuti irama musik dan cium si pelatih. Gaya
cium si Danil ini juga beda. Yaitu dengan memasukkan kepala si
pelatih ke mulut yang menganga lebar. "Dan itu hanya Suparmo
yang berani melakukannya," ujar Iwa, pelatih lainnya. "Pernah
sekali, si Danil merajuk, lalu dipaksa-paksa," kata Oman
Abdurahman, 27 tahun, pengawas lingkungan Gelanggang Samudra,
"akibatnya, pintu kayu didobraknya dan jebol."
Pelatih-pelatih binatang di Gelanggang Samudra adalah anak-anak
muda yang tentu saja menyayangi binatang. Usia mereka masih
muda-muda, di bawah 30 tahun. Ada yang tamatan Sekolah Dasar,
jebolan SMP atau tamatan SMA. Nico yang jadi koordinator pernah
dikirim ke Hawaii untuk memperdalam pengetahuannya.
Apakah para pelatih ini mendapat imbalan yang baik? "Ya, cukup
besar sih nggak bisa," kawa Iwa, "lumayanlah." Rata-rata mereka
menerima gaji sekitar Rp 70.000. "Tapi rasa kekeluargaan dalam
bekerja, terasa sekali di sini," ujar Sugiarto, yang jadi Humas
Gelanggang Samudra. Tambahnya lagi. "Kami bekerja dengan
berpedoman tiga-S. Santai, tapi juga serius dan harus bisa
selesai."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini