Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Pembaca

TKA Penguras Devisa

28 Mei 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI tengah kondisi ekonomi belum pulih akibat badai krisis, utang menggunung, dan banyaknya penganggur yang membuat beban negara semakin berat, Indonesia ternyata masih harus mengeluarkan devisa sekitar Rp 12,7 triliun per tahun untuk membayar gaji tenaga kerja asing (TKA) yang bekerja di sejumlah perusahaan. Menurut Din Syamsuddin, Direktur Jenderal Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja (Binapenta) Departemen Tenaga Kerja, ada 32 ribu TKA resmi, sementara yang ilegal hampir sama jumlahnya. Para TKA ini menduduki berbagai jenjang: manajer, profesional, penyelia, dan teknisi, dengan gaji US$ 2.000 hingga US$ 10.000 atau rata-rata sekitar US$ 5.000 per bulan. Contoh yang paling buruk, Texmaco, sampai sekarang, banyak mempekerjakan TKA.

Menurut Menteri Tenaga Kerja Bomer Pasaribu, banyaknya TKA merupakan fenomena yang tidak bisa dihindari, terutama dari masuknya investor yang sekaligus membawa tenaga sendiri. Alih teknologi tidak semuanya berjalan mulus. Sebagian perusahaan sangat pelit mentransfer teknologi. Lalu, kenapa Pak Menteri, yang sudah mendapat kepercayaan dari rakyat dan negara, diam saja, padahal dia bisa ”menjewer” perusahaan yang ”pelit” melakukan program alih teknologi?

Di sektor minyak dan gas bumi (migas), misalnya, masih banyak TKA yang bertarif US$ 1.000 per hari (24 jam). Kalau para TKA ini bekerja di sektor migas yang berada dalam kontrak bagi hasil, yang ujung-ujungnya seluruh gaji dan fasilitas mereka dimasukkan ke dalam biaya operasi, akhirnya Republiklah yang akan menanggungnya. Bisa jadi makna UUD 1945 Pasal 33 ayat 3 yang berbunyi ”bumi dan air serta kekayaan yang terkandung di dalamnya (termasuk migas)... dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat (Indonesia)” kurang mengena lagi karena lebih banyak ”untuk kemakmuran para TKA.”

Melalui tulisan ini, saya mohon Menteri Tenaga Kerja serta yang berwenang di bidang ketenagakerjaan migas lebih selektif, arif, dan bijaksana dalam memberikan kerja kepada para TKA. Kalau memang benar jabatan-jabatan yang dipegang TKA sudah bisa dikerjakan putra Indonesia, sebaiknya putra Indonesialah yang perlu mendapat kesempatan pertama.

SUGENG HARTONO
Lebakbulus, Jakarta Selatan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus